Orang Amerika identik dengan gen hidung mancung yang berbeda dengan orang Asia pada umumnya. Hidung mancung orang Amerika diketahui berasal dari warisan genetik Neanderthal, spesies manusia purba di Eurasia yang hidup ratusan ribu tahun lalu.
Fakta tersebut diungkapkan melalui sebuah studi yang diterbitkan dalam Communications Biology. Studi tersebut mengungkapkan bahwa gen tertentu menjadi penyebab hidung yang lebih tinggi (dari atas ke bawah).
Gen hidung mancung yang diwarisi ini mungkin merupakan produk dari seleksi alam ketika manusia kuno beradaptasi dengan iklim yang lebih dingin setelah meninggalkan Afrika, seperti yang dituliskan pada laman University College London (UCL).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi Terhadap 6.000 Sukarelawan Amerika Latin dengan Gen Campuran
Studi ini mengumpulkan data dari sekitar 6.000 sukarelawan di seluruh Amerika Latin yang memiliki keturunan campuran Eropa, Amerika Asli dan Afrika. Data yang dikumpulkan merupakan bagian dari studi Candela.
Setelah pengumpulan data, peneliti membandingkan informasi genetik dari peserta dengan foto wajah mereka. Pengamatan mereka akan menilai jarak antar titik-titik di wajah, seperti ujung hidung atau tepi bibir.
Penilaian tersebut ditujukkan untuk melihat bagaimana ciri-ciri wajah yang berbeda dapat terkait dengan kehadiran penanda genetik yang berbeda.
Kemudian, para peneliti berhasil mengidentifikasi 33 wilayah genom yang terkait dengan bentuk wajah. Ternyata, 26 dari 33 genom tersebut berhasil ditiru dalam perbandingan dengan data dari etnis lain yang melibatkan partisipan di Asia Timur, Eropa, atau Afrika.
Pada satu wilayah genom tertentu yang disebut sebagai ATF3, peneliti menemukan sebagian besar keturunan penduduk asli Amerika, seperti keturunan Asia Timur dari kelompok lain memiliki materi genetik yang diwarisi dari Neanderthal.
"Dalam 15 tahun terakhir, sejak genom Neanderthal diurutkan, kita telah dapat mempelajari bahwa nenek moyang kita ternyata kawin silang dengan Neanderthal, meninggalkan sedikit DNA mereka kepada kita," ungkap Dr. Kaustubh Adhikari dari UCL Genetics, Evolution & Environment dan The Open University, serta salah satu penulis studi.
Neanderthal yang memiliki nama ilmiah Homo neanderthalensis ini merupakan kerabat dari homo sapiens atau manusia modern. Kendati demikian, Neanderthal memiliki spesies yang berbeda dari homo sapiens.
Gen Neanderthal Membawakan Hidung Mancung
Penelitian tersebut mendapatkan bahwa bentuk wajah didapatkan melalui warisan DNA dari Neanderthal. DNA yang diwariskan diprediksi penting bagi nenek moyang, sehingga DNA tersebut telah diturunkan selama ribuan generasi.
Studi ini menemukan materi genetik dalam gen yang terdapat dalam penduduk asli Amerika diwarisi dari Neanderthal, yang berkontribusi untuk meningkatkan ketinggian hidung atau membuat hidung lebih mancung.
Peneliti juga menemukan bahwa wilayah gen tersebut menunjukkan tanda-tanda seleksi alam yang membuktikan bahwa materi genetik tersebut memberikan keuntungan bagi mereka yang memilikinya.
Bentuk Hidung Ditentukan oleh Seleksi Alam
Penulis pertama studi, Dr Qing Li dari Universitas Fudan mengungkapkan bahwa ia sudah lama berspekulasi bahwa bentuk hidung kita ditentukan oleh seleksi alam.
Hal itu disebabkan karena hidung dapat membantu kita untuk mengatur suhu dan kelembaban udara. Oleh sebab itu diketahui bentuk hidung yang berbeda mungkin lebih cocok untuk iklim berbeda yang dulu ditinggali oleh nenek moyang kita.
Dr Qing Li juga menambahkan bahwa gen yang telah diidentifikasi mungkin diwariskan dari Neanderthal untuk membantu manusia beradaptasi dengan iklim yang lebih dingin saat nenek moyang kita keluar dari Afrika.
Penulis koresponden, Profesor Andres Ruiz dari Universitas Fudan, Genetika UCL, Evolusi dan Lingkungan, dan Universitas Aix-Marseille, mengungkapkan bahwa sebagian besar studi genetik tentang keanekaragaman manusia telah menyelidiki gen orang Eropa.
"Sampel penelitian kami yang beragam dari peserta Amerika Latin memperluas jangkauan temuan studi genetik, membantu kami untuk lebih memahami genetika semua manusia," tambahnya.
Temuan tersebut merupakan penemuan DNA kedua dari manusia purba yang berbeda dengan Homo sapiens yang dapat mempengaruhi bentuk wajah.
(faz/faz)