Sikap sabar rupanya memberikan dampak yang baik terhadap kerja tim. Seorang profesor bernama David Sluss dari Georgia Tech's Scheller College of Business membuktikan hal ini melalui survei terhadap 578 karyawan.
Sluss meneliti dampak dari kesabaran dan sikap kepemimpinan supervisor para karyawan tersebut.
Kesimpulannya, Sluss mendapati bahwa sikap sabar para supervisor memberikan dampak yang luar biasa. Para supervisor yang sabar berdampak pada peningkatan kreativitas, kolaborasi, dan produktivitas tim. Maka dapat dikatakan bahwa karyawan merespons dengan baik terhadap sebuah pendekatan manajerial yang sabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip dari Harvard Business Review, Sluss menyebut memimpin secara efektif, terutama selama krisis, membutuhkan kesabaran. Jika seorang pemimpin tidak dapat mempertahankan ketenangan saat menghadapi frustrasi atau kesulitan, maka dirinya tidak akan dapat membuat orang lain tetap tenang.
Begitu pula saat karyawan menunjukkan tanda-tanda ketegangan, maka pemimpin perlu mendukung mereka, alih-alih merasa kesal.
Penelitian akademik sendiri, secara tradisional membagi kepemimpinan menjadi dua tipe perilaku dasar, yaitu berorientasi tugas dan berorientasi hubungan. Para pemimpin terbaik mampu secara konsisten mencapai keseimbangan antara keduanya.
Sluss menggambarkan perilaku berorientasi tugas futuris dan perilaku berorientasi hubungan sebagai fasilitator. Futuris menciptakan visi yang kuat dan menguraikan metrik yang diperlukan untuk mewujudkannya. Sementara, fasilitator memupuk kolaborasi dan memberdayakan tim untuk mencapai solusi.
Pendekatannya saling melengkapi dan tidak saling eksklusif. Perilaku sabar membuat kedua pendekatan ini secara signifikan lebih efektif, meski peningkatan kolaborasi dan kreativitas rata-rata 6% lebih banyak ditemukan pada perilaku futuris daripada perilaku fasilitator.
Kemampuan kesabaran untuk memperkuat kedua pendekatan ini dapat dilihat misalnya saat seorang futuris membutuhkan kesabaran saat menjelaskan visinya kepada orang-orang yang mungkin langsung memahaminya atau justru. meragukan kelayakan visi tersebut.
Kemudian, seorang fasilitator membutuhkan kesabaran dengan proses kolaboratif kelompok ketika ada anggota yang tidak bekerja sama dengan baik atau membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk menghasilkan suatu solusi.
Menurut Sluss, pada intinya perilaku kepemimpinan yang efektif dapat semakin ditegaskan dengan kesabaran. Dia menyarankan agar para manajer dapat lebih sabar supaya bisa melihat peningkatan dalam kreativitas, produktivitas, dan kolaborasi dalam tim.
(nah/nwk)