Upah minimum regional menjadi salah satu faktor kurang meratanya dokter spesialis. Sebuah artikel ilmiah Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (Unair) mengungkapkan hal ini.
Penempatan dokter spesialis di Indonesia sebagian besar berpusat di wilayah kota besar. Sementara masyarakat di daerah terpencil juga amat membutuhkannya.
Para mahasiswa di balik penelitian tersebut adalah Laura Aprillia Maranis, Novita Rahma Nazila, Mutiara Firdausy, Diky Pandya Daniswara, dan Muhammad Fawwaz Kanziwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelimanya terinspirasi dari data Konsil Kedokteran Indonesia yang mana 68 persen dokter spesialis di Indonesia hanya terfokus di Jawa. Ini mengakibatkan dokter spesialis di daerah terluar jadi minim, contohnya Papua yang hanya memperoleh 1 persen dari seluruh dokter spesialis di Indonesia.
Perbedaan Geografis Juga Berpengaruh
Novita, mewakili timnya menerangkan perbedaan geografis dan tingkat upah minimum regional (UMR) setiap daerah yang berbeda jadi salah satu faktor utama ketidakmerataan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Menurutnya, problem ini semestinya lebih menjadi sorotan pemerintah.
"Selain pemerataan, pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan di daerah-daerah yang minim akses," lanjutnya, dikutip dari rilis situs kampus Unair.
Lebih lanjut, Novita menyebut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI sudah menyoroti pentingnya regulasi soal pemerataan dokter spesialis. Salah satu kebijakan yang perlu diperkokoh adalah mengenai Telehealth.
Aplikasi Telehealth adalah salah satu alternatif untuk masyarakat supaya tetap dapat mendapat layanan kesehatan saat pandemi. Aplikasi ini dinilai dapat menjawab persoalan pemerataan dokter karena pasien dan dokter tak harus bertatap muka.
"Telehealth hadir untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang sangat potensial untuk dikembangkan di pandemi COVID-19. Telehealth membantu pasien mendapatkan dukungan dan konsultasi yang mereka butuhkan tanpa kontak langsung dengan individu yang sakit," ujarnya.
Meski demikian, menurut Novita masih ada hal-hal yang menghambat pemanfaatan Telehealth. Dia menyebut beberapa penghambatnya adalah sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan teknologi, kekurangan infrastruktur yang mendukung, kurangnya pendanaan, dan kurangnya dukungan dari masyarakat.
Namun, Novita juga mengatakan permasalahan tersebut bisa berkurang jika pemerintah memfasilitasi layanan kesehatan yang lebih layak dengan biaya yang terjangkau.
"Peningkatan fasilitas kesehatan juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat ke depannya," ucapnya.
(nah/faz)