Kata Ngabuburit Sudah Ada Sejak Orde Baru, Begini Penjelasan Pakar Unpad

ADVERTISEMENT

Kata Ngabuburit Sudah Ada Sejak Orde Baru, Begini Penjelasan Pakar Unpad

Novia Aisyah - detikEdu
Kamis, 06 Apr 2023 17:00 WIB
Ngabuburit di Bondowoso
Foto: Chuk Shatu Widarsha/detikJatim
Jakarta -

Istilah "ngabuburit" kerap diucapkan dan terdengar tiap kali bulan Ramadan. Apakah detikers tahu asal-usul istilah tersebut?

Kata ngabuburit juga ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan input mengabuburit yang artinya menunggu azan maghrib jelang berbuka puasa saat bulan Ramadan.

Istilah ngabuburit sebenarnya berasal dari bahasa Sunda, tetapi penggunaannya meluas secara nasional. Menurut pakar bahasa Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Gugun Gunardi, M Hum, kata ngabuburit dalam bahasa Sunda didefinisikan sebagai ngalantung ngadagoan burit atau bermain sambil menunggu waktu sore.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Asal katanya dari 'burit', yaitu waktu sore, senja, menjelang azan Magrib, atau menjelang matahari terbenam," ujar Gugun, dikutip dari Kanal Media Unpad. Istilah ini lantas dipakai masyarakat untuk aktivitas menunggu buka puasa di bulan Ramadan.

Sudah Ada Sejak Orde Baru

Gugun memaparkan, istilah ngabuburit sudah ada sejak zaman Orde Baru, tepatnya pada waktu ulama Buya Hamka menjadi ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia tahun 1975.

ADVERTISEMENT

Saat itu, Buya Hamka memperoleh arahan dari Presiden Soeharto untuk mengisi momen ngabuburit dengan kegiatan keagamaan. Gugun menerangkan, hal ini juga dapat diterapkan kembali pada masa sekarang, khususnya oleh generasi muda.

"Generasi muda bisa melakukan ngabuburit dengan berdiskusi. Ini waktu yang bagus sehingga pengetahuan kita dapat bertambah dan juga terjalin silaturahmi," ucap Gugun.

Sementara, Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad Dr Wahya, M Hum, mengatakan proses penyerapan kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia bermula dari ketiadaan konsep kata yang sepadan dengan penggunaan sehari-hari di luar penutur bahasa Sunda.

Menurutnya ada pertimbangan untuk suatu kata dapat digunakan oleh banyak penutur. Pertama, apakah bunyinya enak didengar atau tidak mengarah ke makna tertentu.

Kemudian, susunan kata juga dipertimbangkan, contohnya apakah sesuai dengan susunan kata bahasa Indonesia atau tidak. Berikutnya adalah soal keringkasan, yaitu apakah kata tersebut tidak terlalu panjang saat diucapkan.

"Dengan dasar ini tampaknya kata ngabuburit yang berasal dari bahasa Sunda diserap ke dalam bahasa Indonesia," ujar Wahya.

Istilah ngabuburit diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengalami pergeseran makna. Maksudnya, tidak ada perubahan makna ketika kata tersebut dipakai ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini juga menjadi bukti bahwa bahasa daerah mampu memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Wahya menerangkan, dalam kontak bahasa seperti bahasa daerah dan Indonesia, dikenal istilah interferensi dan integrasi. Interferensi berkaitan dengan penyerapan kata dari bahasa lain yang masih diperlakukan sebagai kata asing. Sementara, integrasi berkaitan dengan penyerapan yang diperlakukan bukan sebagai kata asing.

Wahya menegaskan, istilah ngabuburit termasuk ke dalam integrasi karena tidak diperlakukan sebagai bahasa asing lagi dalam bahasa Indonesia.

"Bahasa daerah harus tetap dipelihara atau dilestarikan demi memperkuat dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara," pesan Wahya.




(nah/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads