Perjalanan Hidup Buya Hamka, Ketua MUI Pertama dan Sastrawan

ADVERTISEMENT

Perjalanan Hidup Buya Hamka, Ketua MUI Pertama dan Sastrawan

Zefanya Septiani - detikEdu
Kamis, 30 Mar 2023 05:00 WIB
Buya Hamka
Ilustrasi Buya Hamka Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Kita tentunya pernah mendengar nama Buya Hamka yang merupakan ulama dan sastrawan di Indonesia. Karya-karya yang dimiliki oleh Buya Hamka sangat menginspirasi bagi banyak orang.

Beberapa karya dari Buya Hamka masih melekat dalam ingatan kita seperti Di Bawah Lindungan Ka'Bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan lain-lain.

Yuk, simak informasi terkait perjalanan hidup Buya Hamka dan karya-karyanya yang menginspirasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kiprah Buya Hamka di Muhammadiyah

Mengutip dari buku 'Pribadi dan Martabat Buya Hamka' yang ditulis oleh Rusydi Hamka berikut merupakan perjalanan hidup yang dimiliki oleh Buya Hamka. Lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah.

Abdul Malik yang kemudian lebih dikenal dengan nama pena Hamka lahir di era pertentangan kaum tua dan kaum muda. Oleh sebab itu, ia kerap mendengar perdebatan sengit antara kaum muda dan kaum tua tentang agama.

ADVERTISEMENT

Pada tahun 1918, ayahnya mendirikan pondok pesantren dengan nama 'Sumatera Thawalib'. Oleh sebab itu, Hamka yang saat itu berusia 10 tahun kerap menyaksikan kegiatan ayahnya dalam menyebarkan paham dan keyakinan.

Kemudian pada saat Buya Hamka berusia 16 tahun pada 1924, ia berangkat ke tanah Jawa yaitu ke Yogyakarta. Hamka selanjutnya mempelajari pergerakan Islam modern kepada H.O.S. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto dan H. Fakhruddin.

Mereka juga mengadakan kursus-kursus pergerakan di Gedong Abdi Dharma di Pakualaman, Yogyakarta. Melalui mereka, Hamka mengenal perbandingan antara pergerakan politik Islam yaitu Syarikat Islam Hindia Timur dan gerakan Sosial Muhammadiyah.

Setelahnya Hamka bertandang menuju Pekalongan untuk menemui guru yang juga merupakan suami kakaknya yaitu A.R. Sutan Mansur. Saat itu, Sutan Mansur adalah ketua (Vorrzitter) Muhammadiyah Cabang Pekalongan. Hamka juga berkenalan dengan Citrosuarno, Mas Ranuwiharjo, Mas Usman Pujotomo dan mendengar tentang kiprah seorang pemuda bernama Mohammad Roem.

Hamka kemudian kembali ke Padang Panjang pada Juli 1925 dan turut mendirikan Tabligh Muhammadiyah di rumah ayahnya. Pada akhir 1925 A.R. Sutan Mansur juga kembali ke Sumatera Barat dan menyebar paham Muhammadiyah. Hamka menjadi pengiringnya dalam kegiatan tersebut.

Pada Februari 1927, Buya Hamka berangkat ke Mekkah dan kembali pada Juli 1927. Ia juga turut menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-18 pada 1928 di Solo. Setelahnya Hamka turut meramaikan kepemimpinan Muhammadiyah di Padang Panjang. Ia menjadi Ketua Bagian Taman Pustaka, Ketua Tabligh sampai menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Padang Panjang.

Pada 5 April 1929, Buya Hamka menikah dengan Siti Raham. Kendati demikian Hamka tetap aktif sebagai pengurus Muhammadiyah Cabang Padang Panjang dan mempersiapkan Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau. Diketahui Buya Hamka selalu diutus untuk menghadiri Kongres Muhammadiyah setiap tahunnya.

Tahun 1934, ia kembali ke Padang Panjang untuk menghadiri Konferensi Daerah di Sibolga dan menjadi anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah Sumatera Tengah. Ketika 22 Januari 1936, ia pindah ke Medan dan memimpin Majalah Pedoman Masyarakat dan terlibat dalam gerakan Muhammadiyah Sumatera Timur.

Kemudian Hamka menjadi Pemimpin Muhammadiyah Sumatera Timur sampai dengan Desember 1945 lalu pindah ke Sumatera Barat. Buya Hamka kemudian terus dicalonkan untuk duduk dalam Kepemimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada Kongres di Makassar tahun 1971, ia memohon untuk tidak dicalonkan menjadi Anggota Pusat Pemimpin Muhammadiyah mengingat kondisi fisik yang mulai menurun. Kemudian ia menjabat menjadi Penasihat Pemimpin Pusat Muhammadiyah.


Buya Hamka Jadi Ketua MUI Pertama

Hamka memulai karier sebagai pegawai Kementerian Agama pada tahun 1950. Ia bertugas sebagai pegawai negeri golongan F dan bertugas untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi Islam.

Tahun 1950 ia menunaikan rukun haji kedua sebagai Anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia. Setelahnya Hamka melawat ke beberapa negara Arab yang disponsori oleh Penerbit Gapura sembari menuliskan kisah lawatan tersebut.

Ia mendapatkan undangan dari Departemen Luar Negeri Amerika dan mengunjungi negara tersebut selama 4 bulan yang tertuang dalam bukunya yang berjudul '4 Bulan di Amerika'. Selanjutnya, Buya Hamka dicalonkan menjadi Anggota DPR pada 1955 mewakili Daerah Pemilihan Masyumi.

Awal 1958, ia menjadi anggota Delegasi Indonesia untuk menghadiri Simposium Islam di Lahore kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir. Selanjutnya ia melakukan umrah ke Mekkah. Namun terjadi peristiwa pemberontakan di Sumatera Barat dan ia mempersingkat lawatannya.

Pada Juli 1959, ia menerbitkan majalah tengah bulanan Panji Masyarakat bersama K.H. Fakih Usman. Namun, majalah itu dibredel Soekarno pada 17 Agustus 1960 karena memuat karangan Dr. Mohammad Hatta yaitu Demokrasi Kita.

Pada tahun itu Buya Hamka juga berhenti menjadi pegawai negeri karena dikeluarkan rezim Sukarno yang melarang pegawai golongan F untuk merangkap sebagai anggota salah satu partai.

Kemudian, Hamka menerbitkan Majalah Gema Islam pada 1962. Tetapi ia ditangkap pada 1964 dengan tuduhan pelanggaran Penpres Antisubversif dan dibebaskan setelah masa kekuasaan Orde Lama Sukarno berakhir yaitu tahun 1966.

Setelah masa Orde Baru pada 1967, Majalah Panji Masyarakat kembali diterbitkan dan Buya Hamka dipilih untuk menjadi Pemimpin Umumnya. Pada 1975 ia diminta untuk menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama.

Dalam masa kepemimpinannya, komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa haram menghadiri perayaan Natal bersama bagi umat Islam pada 1 Jumadil Awal 1401 / 7 Maret 1981.

Keluarnya fatwa tersebut memicu reaksi dari Menteri Agama Letjen TNI (Purn) H. Alamsjah Ratu Prawiranegara. Buya Hamka akhirnya memutuskan untuk mundur pada Mei 1981.

Karya Buya Hamka


Berikut merupakan karya-karya dari Buya Hamka yang mengutip dari skripsi Karakteristik Dakwah Buya Hamka':

  • Di Bawah Lindungan Ka'Bah (1936)
  • Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938)
  • Falsafah Hidup (1994)
  • Tasawuf Perkembangan dan Pemurnian Sejarah Umat Islam (1993)
  • Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial (1984)
  • Merantau ke Deli (1939)
  • Tasawuf Modern
  • Ayahku (1949)
  • Islam dan Adat Minangkabau
  • Sejarah Umat Islam, Jilid I-IV
  • Studi Islam
  • Pelajaran Agama Islam (1956)
  • Kedudukan Perempuan Dalam Islam (1973)
  • Di Tepi Sungai Dajlah (1950)
  • Kenang-Kenangan Hidup (4 series, autobiografi milik Hamka pada tahun 1950)




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads