Bahasa Ibu Mampu Ubah Struktur Otak Manusia, Bagaimana Bisa?

ADVERTISEMENT

Bahasa Ibu Mampu Ubah Struktur Otak Manusia, Bagaimana Bisa?

Martha Grattia - detikEdu
Jumat, 24 Mar 2023 17:00 WIB
ilustrasi otak
Ilustrasi otak manusia Foto: thinkstock
Jakarta -

Orang dengan bahasa ibu berbeda ternyata punya struktur otak yang tidak sama. Penelitian yang melibatkan orang dengan bahasa ibu Jerman dan Arab membuktikan hal tersebut.

Namun tidak dijelaskan mengapa seseorang kesulitan mempelajari bahasa yang memiliki struktur berbeda dari bahasa ibu mereka, tetapi juga meningkatkan kredibilitas klaim kontroversial tentang seberapa besar pengaruh bahasa.

Dikutip dari situs IFLScience, hipotesis Sapir-Whorf menyebutkan struktur bahasa dapat membentuk pandangan dunia manusia dan bagaimana manusia berpikir. Orang-orang awam menganggap bahwa ahli bahasa akan mengatakan demikian karena itu membuat mereka lebih percaya namun ide kontroversial ini ada juga di antara para spesialis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun seorang penulis fiksi ilmiah memanfaatkannya. Misalnya, beberapa bahasa ibu membayangkan upaya untuk menciptakan dunia yang lebih setara dan damai dengan mengubah bahasa. Dan seperti dalam film Arrival yang lebih ekstrim karena mengetahui bahasa asing memungkinkan untuk melihat masa depan.

Hanya saja semua orang tidak perlu percaya dengan rumor seperti itu mengingat bahwa bahasa yang sangat berbeda seperti Jerman dan Arab dapat membebani otak dengan cara yang kontras. Sebuah tim di Max Plank Institute for Human Cognitive and Brain Sciences ini melaporkan di jurnal Neurolmage konsekuensi dari mempelajari seseorang lahir terlihat dari cara otak disusun.

ADVERTISEMENT

Penelitian dari Penutur Bahasa Arab dan Jerman

Untuk mempelajari konektivitas otak, para penulis menggunakan tomografi resonansi magnetik dari 47 penutur asli bahasa Jerman berusia 19-34 dan jumlah yang sama dari orang yang belajar bahasa Arab sebagai bahasa pertama mereka. Para peserta berpendidikan tinggi, namun semuanya hanya berbicara satu bahasa. Semua peserta juga tidak kidal untuk mengurangi faktor rancu.

Penulis senior Dr. Alfred Anwander ini menyatakan penutur asli bahasa Arab menggunakan konektivitas yang lebih kuat antara belahan otak kiri dan kanan daripada penutur bahasa Jerman. Selain itu, mereka memiliki lebih banyak jaringan bahasa belahan kiri yang terhubung.

Berdasarkan pengamatan ini, para penulis mengaitkannya dengan tuntutan kombinasi bahasa Arab dari akar kata dan pola kata yang tidak dapat diucapkan secara independen, dan sintaksis kompleks bahasa Jerman, ditempatkan di wilayah otak yang relevan.

Sama seperti bahasa Semit lainnya, bahasa Arab dibaca dari kanan ke kiri yang mana ini mengaktifkan belahan otak kanan sama dengan kiri. Sedangkan bahasa Indo-Eropa seperti bahasa Jerman yang berjalan dari kiri ke kanan jauh lebih terfokus pada belahan otak kiri.

Bagi mereka yang menguasai otak, konektivitas yang lebih kuat dari penutur bahasa Jerman muncul di jaringan bahasa interhemispheric frontal-parietal/-temporal. Selain koneksi yang lebih besar antara belahan, penutur bahasa Arab mendapatkan manfaat dari kabel tambahan dalam jaringan leksikal-semantik temporo-parietal.

Konektivitas Otak Mempengaruhi Penalaran Kognitif Seseorang

Menurut Anwander, konektivitas otak dimodulasi oleh pembelajaran dan lingkungan selama masa kanak-kanak yang mempengaruhi pemrosesan dan penalaran kognitif di otak orang dewasa.

Sebelumnya, ditunjukkan area otak yang berbeda diaktifkan paling banyak tergantung pada bahasa yang sedang diproses. Akibatnya, yaitu tidak heran jika ada warisan jangka panjang sama halnya dengan berolahraga sejak usia dini membangun otot yang dibutuhkan. Namun bagaimanapun, efeknya belum terlihat sebelumnya dengan sampel sebesar ini.

Sambungan ekstra inilah yang akan mempermudah penutur bahasa tertentu untuk mempelajari bahasa lain, tidak harus serupa menggunakan wilayah otak yang sama. Mereka juga membantu untuk mempelajari keterampilan lain yang serupa dengan bidang yang dikembangkan pada paparan awal terhadap bahasa yang bersangkutan.

Para tim tertarik untuk mencari tahu sejauh mana belajar bahasa di kemudian hari dapat mereplika pengaruh pada otak sejak muda. Otak akan berulang kali mengamati konektivitas otak para imigran Arab saat memulai proses belajar bahasa Jerman. Dan pada beberapa penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa bahasa yang dipelajari di masa dewasa atau mungkin bahasa kedua dipelajari sejak kecil itu diproses di berbagai bagian otak dari sistem bahasa asli.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads