Bhinneka Tunggal Ika, semboyan pamungkas untuk menggambarkan apa itu Indonesia. Namun rentang wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke, rasanya tak cukup jika dibahas hanya sepintas. Keberagaman Indonesia, mulai dari bahasa, demografi, geografis, hingga sosial budaya menyimpan harta berharga lebih dari sekadar sumber daya, tapi ada maha data di dalamnya.
Ya, maha data atau big data menjadi harta yang kian dicari. Siapa yang menguasai data, dia akan menguasai dunia. Data hanyalah data, jika tersimpan begitu saja. Layaknya harta yang pembaca miliki, jika tidak dimanfaatkan, akan mengendap begitu saja. Di sinilah, pentingnya peran kecerdasan buatan.
Sejatinya, kecerdasan buatan atau dikenal dengan artificial intelligence (AI) sudah menjadi alat (tools) untuk memudahkan kehidupan umat manusia. Pegiat AI pastinya punya misi baik, bagaimana sistem buatan ini memudahkan manusia dalam memahami data, menganalisisnya, membuat keputusan, hingga mengeksekusi keputusan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, sudahkah AI benar-benar membantu kita? Belum usai tanda tanya, berganti resah, apakah AI yang justru akan menggantikan peran manusia sesungguhnya? Penting untuk diingat, basisnya AI adalah big data. Tanpa itu, AI bukanlah apa-apa.
Kembali ke cerita soal Indonesia. Heterogenitas membuat negeri ini berpotensi menjadi 'lumbung data'. Apa yang tidak ada di Indonesia?
Pertanyaan kemudian muncul, sudahkah potensi ini kita maknai sebagai harta karun masa depan? Lagi-lagi, AI hanyalah alat, bukan tujuan. Manusia tetap penggunanya. Dibutuhkan strategi yang jelas, agar AI dapat dikuasai dan dimanfaatkan di Indonesia sesuai peruntukannya.
Strategi Nasional
Indonesia sedang merancang Strategi Nasional (Stranas) Kecerdasan Artifisial untuk mendorong terciptanya visi Indonesia 2045. Stranas yang tertuang dalam rancangan Peraturan Presiden ini memiliki lima bidang prioritas, yaitu pelayanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, keamanan pangan, dan mobilitas dan kota pintar.
Sektor pangan misalnya. Seorang periset yang ingin menemukan varietas baru, dapat melihat data molekuler yang ada di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lembaga pemerintah di bidang riset dan inovasi ini mengembangkan AI berbasis data biodiversitas darat dan laut Indonesia.
Data omic mencakup data genomic terkait informasi genom, data proteomic terkait informasi protein, dan metabolomik untuk senyawa, dan seterusnya.
Begitu pula dengan sektor kesehatan. Pandemi memberikan banyak pelajaran, betapa AI sangat dibutuhkan dalam membantu tenaga kesehatan mendiagnosis secara tepat kondisi pasien. Beragam penyakit yang sudah lama eksis pun perlu dicegah dengan tindakan preventif, bukan kuratif.
Pengembangan rapid test kit yang dikembangkan oleh para periset negeri ini, untuk mengetahui lebih dini potensi kanker serviks, TB, malaria, dan seterusnya, patut kita dukung penuh. Hal ini dapat menekan biaya kesehatan nasional.
SDM dan Aktivitas Riset
Jangan sangka jika AI dapat berdiri sendiri. Geliat AI tidak semata-mata memperbanyak sumber daya manusia (SDM) sektor teknologi informasi. Penguatan SDM juga diperlukan pada sektor science, technology, engineering and math (STEM).
Kolaborasi melalui aktivitas riset dari berbagai bidang keilmuan sangat diperlukan. Data terkait kesehatan misalnya, hanya bisa dipahami oleh seorang dokter yang juga memahami AI. Begitu pula untuk memahami data genomik, hanya terbaca sebagai data biasa, jika bukan seorang ahli yang dapat memahaminya. Dibutuhkan SDM yang memang berkecimpung di bidang bioteknologi.
Penguatan SDM menjadi satu dari empat fokus dalam Stranas AI. Fokus lainnya terletak pada penguatan infrastruktur dan repositori data itu sendiri. Layanan komputasi berkinerja tinggi atau High Perfomance Computing (HPC) BRIN mengusung konsep platform terbuka. Siapapun dapat mengajukan permohonan akses melalui e-layanan sains BRIN, tidak dikenakan biaya, selama digunakan untuk tujuan penelitian.
Di sisi lain, mengakuisisi data yang sangat besar di Indonesia penting dilakukan. Butuh konsistensi untuk memastikan data tersebut terus dikembangkan dan tersimpan dengan baik. Data penduduk berbasis e-KTP, data terkait kebencanaan, pertanian pintar (smart farming), dan zona tangkap ikan berbasis data sensor darat dan citra satelit penginderaan jauh, merupakan big
data yang potensi pemanfaatannya sangat luar biasa.
Namun, dari potensi itu semua, ada sisi kehati-hatian yang harus kita pahami. Mendulang data juga berarti ada celah untuk permisif dengan privasi, karena AI mengambil data tanpa diskriminasi. Edukasi ke masyarakat dalam memahami AI menjadi fokus lainnya dalam Stranas AI.
Butuh kesadaran dari kita semua, bahwa menyelami AI ibarat sama dengan menggunakan pisau. Jika dimanfaatkan dengan bijak, tentu AI sangat mempermudah kita semua. Pun, jika tidak berhati-hati, justru AI akan menjadi bumerang kehidupan. AI hanyalah bagian dari tonggak pencapaian perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Akan ada era baru sebagai loncatan perbaikan dari teknologi masa kini.
*Yustantiana adalah Pranata Humas Ahli Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
(nwy/nwy)