Kata Sambodo sedang menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini. Namun yang dimaksud Sambodo dalam tulisan ini yakni Sambodo atau SAve TuMBuhan Obat InDOnesia.
Beragam seminar dan konferensi tentang tumbuhan obat Indonesia telah banyak dilakukan dan beragam pernyataan pun telah disampaikan oleh banyak pakar dan atau lembaga terkait, dengan menyebut data jumlah tumbuhan obat Indonesia yang berbeda-beda. Namun sayangnya data kekayaan tumbuhan obat Indonesia ini jarang sekali atau bahkan tidak disertai dengan data-data yang valid.
Banyak pakar dan pemerhati tumbuhan obat menyebutkan angka jumlah tumbuhan obat yang fantastis bahkan di luar logika. Hal ini kemungkinan bersumber dari ucapan orang lain atau dari suatu lembaga yang entah darimana diperoleh angka tersebut. Lantas mau dibawa ke manakah tumbuhan obat Indonesia dengan data yang beragam ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai suatu negara dengan wilayah yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, potensi sumber data tumbuhan yang ada merupakan suatu aset dengan nilai keunggulan komparatif dan sebagai suatu modal dasar dalam upaya pemanfaatan dan pengembangannya untuk menjadi komoditi yang kompetitif di dunia. Tidak mudah untuk negara seperti Indonesia mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan terkait angka atau jumlah kekayaaan hayati seperti tumbuhan obat Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai info, data potensi tumbuhan obat Indonesia sangat beragam, ada yang menyatakan berjumlah 3.500 spesies, 6.000 spesies, 7.000 spesies, 7.500 spesies, 9.000 spesies, dan terakhir 9.600 spesies. Mungkin saja angka-angka tersebut benar mengingat negara kita begitu kaya akan biodiversitas termasuk di antaranya 35.000 spesies tumbuhan yang ada di belantara Indonesia Namun sampai saat ini belum ditemukan data pendukung yang lengkap mengenai kepastian jumlah spesies tumbuhan obat yang sebenarnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan pengumpulan data penulis yang dihimpun dari 28 etnis sampling yang mewakili 7 region di Indonesia, tidak diperoleh ribuan spesies tumbuhan obat namun hanya beberapa ratus spesies saja. Jumlah spesies tumbuhan obat di masing-masing bioregion adalah sebagai berikut: di Sumatera tercatat 126 spesies, di Jawa 223 spesies, di Kalimantan 119 spesies, di Sulawesi 126 spesies, di Bali-Nusa Tenggara 242 spesies, di Maluku 100 spesies, dan di Papua 105 spesies. Hasil rekapitulasi secara total adalah 608 spesies.
Baca juga: Mengenal Teknologi Pemijahan Ikan Gabus |
Sebagian besar tumbuhan obat adalah tumbuhan liar yaitu 460 spesies (76%) dan yang budidaya hanya 148 spesies (24%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Permanasari (2001) yang memperoleh 574 spesies dari 48 etnis, sedangkan hasil metaanalisis terhadap tumbuhan obat di 30 desa di Indonesia oleh Pratiwi (2017), diperoleh jumlah tertinggi hanya 187 spesies.
Kebun Raya Bogor yang memiliki koleksi tumbuhan non anggrek sekitar 3.500 spesies, berdasarkan catatan penulis hanya terdapat 764 spesies yang bermanfaat sebagai obat.Terdapat 41 spesies yang termasuk dalam kategori IUCN red list dimana 13 di antaranya termasuk dalam kategori terancam kepunahan (CR-kritis, En-genting, dan Vu-rawan) seperti spesies gaharu (Aquilaria spp), kayu kamper (Dryobalanops aromatica), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), kayu besi (Intsia bijuga), angsana (Pterocarpus indicus) dan cendana (Santalum album). Demikian halnya data yang dirilis oleh Kemenkes baru-baru ini, berdasarkan hasil Ristoja Tahun 2012 hanya tercatat 874 spesies; tahun 2015 tercatat 837 spesies; dan tahun 2017 tercatat 545 spesies, data ini diperoleh dari sekitar 375 etnis yang tersebar dari Aceh sampai Papua.
Jika demikian, manakah yang benar datanya? Siapakah yang berhak mengeluarkan data jumlah tumbuhan obat Indonesia? Data yang tidak seragam ini tentu akan merugikan Indonesia dalam mempromosikan keunggulan kekayaan tumbuhan obat Indonesia di dunia. Sementara negara lain telah mengklaim beberapa nama spesies sebagai kekayaannya dan bahkan menjadi ikon mereka. Namun di negeri yang kaya dan berlimpah biodiversitas ini masih terkendala dengan penyatuan dan penyamaan data.
Sementara itu dari ribuan spesies yang dideklarasikan sebagai tumbuhan obat ternyata setelah sekian tahun Indonesia merdeka, saat ini berdasarkan data dari BPOM, baru menghasilkan 35 jenis fitofarmaka, dan 99 obat herbal terstandar (OHT), serta ribuan jenis jamu. Sungguh suatu data yang ironis dan menyedihkan. Di tengah kayanya ribuan tumbuhan obat ternyata kita jauh tertinggal oleh negara-negara yang bahkan tidak memiliki kekayaan tumbuhan obat sebanyak negara kita, seperti negara-negara Eropa.
Sepertinya apa yang telah dilakukan oleh Bapak Presiden Jokowi terhadap pelarangan ekspor bahan-bahan mentah dari tambang kita, perlu diikuti terhadap kekayaan tumbuhan obat kita yang masih disinyalir lebih banyak ekspor bahan mentah dibandingkan bahan jadi atau bahkan setengah jadi. Berdasarkan dokumen CITES terdapat 365 spesies tumbuhan obat di dunia yang termasuk ke dalam daftar appendiks CITES di antaranya adalah gaharu (Aquilaria spp), pule pandak (Rauvolfia spp) dan paku simpai (Cibotium barometz) yang banyak tumbuh di hutan Indonesia.
Data komprehensif pengetahuan lokal pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Indonesia harus segera diselamatkan dan tentu akan sangat berguna bagi upaya pelestarian tumbuhan obat Indonesia. Mari kita sinergikan data tumbuhan obat kita sehingga menjadi data tumbuhan obat Indonesia yang memiliki posisi tawar tinggi ke pasar dunia.
Informasi yang lengkap terkait tumbuhan obat dan keberadaannya yang pasti haruslah melalui penelitian berbagai aspek secara holistik seperti disarankan oleh Alcorn tahun 1995. What good is this plant? Adalah sebuah pertanyaan sederhana yang dapat mengarahkan pada identifikasi berbagai masalah suatu spesies tumbuhan dan menghubungkan spesies tumbuhan tersebut ke berbagai cabang penelitian sehingga menjadi tumbuhan yang berhasil dikonservasi dan memberikan dampak ekonomi yang tinggi terhadap negara.
Sepertinya perlu segera ditunjuk 'Justice collaborator' atau auditor 'LHKTON' (Laporan Harta Kekayan Tumbuhan Obat Negara) sehingga didapatkan data yang pasti untuk tumbuhan obat Indonesia.
*Syamsul Hidayat adalah peneliti BRIN. Artikel ini merupakan kerja sama detikEdu dengan BRIN.
(nwy/nwy)