Kisah Masa Lalu Danau Toba: Pernah Nyaris Musnahkan Ozon & Manusia di Bumi

ADVERTISEMENT

Kisah Masa Lalu Danau Toba: Pernah Nyaris Musnahkan Ozon & Manusia di Bumi

Zefanya Septiani - detikEdu
Selasa, 07 Mar 2023 11:30 WIB
Bukit Tele di Danau Toba
Foto: (Bonauli/detikcom)
Jakarta -

Danau Toba dulunya adalah supervolcano alias gunung purba besar. Letusannya pernah nyaris memusnahkan manusia hingga ozon di Bumi.

Letusan Danau Toba yang saat itu masih menjadi gunung purba besar alias supervolcano terjadi pada 74 ribu tahun lalu. Tingkat ozon turun setengahnya akibat letusan gunung berapi Toba di Sumatera, demikian temuan para ahli dari Institut Kimia Max Planck Jerman, seperti dilansir dalam jurnal Communications Earth & Environment Nature yang berjudul "The Toba supervolcano eruption caused severe tropical stratospheric ozone depletion" yang diterbitkan April 2021 lalu, seperti dilansir Daily Mail, 2 Juni 2021 lalu.

Imbas penurunan ozon yang hampir separuhnya di daerah sekitar tropis pada 74 ribuan tahun lalu ini menyebabkan populasi manusia nyaris tidak bertambah. Letusan supervolcano purba ini memicu musim dingin selama 6-10 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gagasan bahwa letusan supervolcano Toba yang harus disalahkan karena memperlambat pertumbuhan populasi manusia pertama kali dikemukakan penulis sains Ann Gibbons pada tahun 1993.

"Toba telah lama dianggap sebagai penyebab perlambatan pertumbuhan (populasi manusia)," jelas penulis makalah dan ahli kimia atmosfer Sergey Osipov dari Institut Kimia Max Planck di Mainz, Jerman.

ADVERTISEMENT

Namun, Osipov menambahkan, 'penyelidikan awal ke dalam variabel iklim suhu dan curah hujan tidak memberikan bukti nyata dari efek yang menghancurkan umat manusia'.

"Sekarang, bagaimanapun, hubungan antara supervolcano dan perlambatan pertumbuhan populasi manusia mungkin telah ditetapkan," kata ilmuwan Georgiy Stenchikov dari Universitas Sains dan Teknologi King Abdullah (KAUST) yang juga menulis jurnal itu.

"Kami menunjukkan bahwa, di daerah tropis, radiasi ultraviolet (UV) dekat permukaan merupakan faktor pendorong evolusi," jelasnya.

Stenchikov menambahkan efek iklim, seperti pendinginan yang disebabkan oleh aerosol vulkanik di atmosfer yang menghalangi masuknya sinar Matahari, hanya menjadi lebih relevan 'di daerah yang jauh dari daerah tropis,'

Osipov menambahkan lapisan ozon berfungsi mencegah radiasi UV tingkat tinggi yang berbahaya mencapai permukaan.

"Untuk menghasilkan ozon dari oksigen di atmosfer, foton diperlukan untuk memutus ikatan Oβ‚‚. Ketika gunung berapi melepaskan sulfur dioksida (SOβ‚‚) dalam jumlah besar, gumpalan vulkanik yang dihasilkan menyerap radiasi UV tetapi menghalangi sinar Matahari," urai Osipov.

Mekanisme ini, tambah Osipov, membatasi pembentukan ozon, menciptakan lubang ozon dan mempertinggi kemungkinan tekanan sinar UV dari Matahari.

Dalam studi mereka, para peneliti menjalankan model iklim yang dikembangkan NASA pada superkomputer berbasis KAUST untuk mensimulasikan dampak berbagai ukuran letusan pada tingkat radiasi ultraviolet global.

Pemodelan mereka menemukan bahwa bahkan skenario letusan supervolcano yang relatif kecil menghasilkan efek yang signifikan pada ozon atmosfer, dan perkiraan emisi sulfur dioksida dari Toba kemungkinan menghabiskan tingkat ozon global hingga 50 persen.

Drop-nya tingkat ozon di Bumi hingga 50 persen ini akan menyebabkan tingkat radiasi UV yang lebih tinggi mencapai permukaan Bumi, meningkatkan bahaya bagi kesehatan manusia dan berdampak negatif pada tingkat kelangsungan hidup.

"Efek tekanan sinar ultraviolet ini bisa mirip dengan setelah perang nuklir," imbuhnya.

Osipov juga menguraikan dampak dari tingginya radiasi UV yang diterima Bumi karena jatuhnya kadar ozon bisa menurunkan hasil panen dan produktivitas hewan di lautan.

"Pergi ke luar tanpa perlindungan UV akan menyebabkan kerusakan mata dan sengatan Matahari dalam waktu kurang dari 15 menit. Seiring waktu, kanker kulit dan kerusakan DNA secara umum akan menyebabkan penurunan populasi," demikian Osipov menyimpulkan.

Legenda Danau Toba

Dilansir dari buku Cerita Rakyat Asli Indonesia yang ditulis Monika Cri Maharani, menurut cerita rakyat yang dipercaya, Danau Toba berawal dari cerita seorang lelaki yang bernama Toba yang hidup sendiri dan memiliki pekerjaan mencari ikan setiap harinya. Pada suatu hari Toba menangkap seekor ikan emas yang sangat besar.

Kemudian Toba terkejut karena ikan yang ditangkapnya meneteskan air mata dan memohon untuk tidak ditangkap. Rasa iba Toba muncul dan melepaskan ikan tersebut dan kembali ke rumah dengan tangan kosong.

Keesokan harinya Toba mendapati seorang gadis dengan paras yang sangat cantik sedang menata makanan di rumahnya. Gadis tersebut ternyata merupakan ikan yang Toba lepaskan dan putri dari Dewa Sungai. Guna membalas kebaikan Toba maka gadis tersebut memasakkan makanan enak setiap harinya untuk Toba.

Toba memutuskan untuk melamar gadis ikan tersebut dan ternyata gadis ikan menerima lamarannya. Namun ia mengajukan syarat jika ketika mereka memiliki anak, sang anak tidak boleh mengetahui bahwa ibunya merupakan seekor ikan.

Toba kemudian menikah dengan gadis ikan tersebut dan hidup dengan sederhana. Mereka kemudian dikaruniai seorang anak laki-laki yang melengkapi kebahagiaan mereka. Namun, anak tersebut sangat suka makan dan selalu merasa lapar.

Pada suatu hari sang ibu menyuruh anak tersebut untuk mengantarkan makan ayahnya yang sedang memancing. Namun sang anak merasa sangat lapar dan memakan bekal untuk ayahnya.

Sang ayah merasa sangat marah mengetahui hanya rantang kosong yang dibawakan kemudian memaki anaknya dengan sebutan anak ikan, sang anak kemudian pulang dan mengadu pada ibunya.

Ketika ibu mendengar cerita tersebut ia mengetahui bahwa waktunya di dunia manusia sudah tidak lama lagi. Kemudian sisik keemasan mulai menutupi tubuhnya dan hal tersebut terjadi juga kepada sang anak.

Saat Toba kembali, ia terkejut melihat perubahan yang dialami oleh istri dan anaknya. Ia memohon ampun dan meminta mereka kembali menjadi manusia namun namun semuanya sudah terlambat.

Tetesan air mata sang suami mengalir sangat deras. Hal ini menyebabkan tanah tempat tinggal mereka berubah menjadi sebuah danau yang berwarna kebiruan dan diberi nama Danau Toba. Istri dan anaknya yang kembali menjadi ikan menghilang pada danau ini.

Kemudian Toba yang terus menangisi keluarganya diduga menjelma menjadi sebuah pulau yang berada di tengah danau tersebut. Pulau ini kita kenal dengan nama Pulau Samosir.

Danau Toba dalam Angka

Danau Toba merupakan danau kaldera terbesar dunia. UNESCO sendiri telah menetapkan kaldera Toba sebagai Global Geopark atau menjadi warisan dunia. Dalam laman Indonesia Baik yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), berikut Danau Toba dalam angka:

Panjang: 87 km

Lebar: 27 km

Luas: Lebih dari 1.145 kilometer persegi

Kedalaman: 508 meter

Ketinggian di Atas Permukaan Laut: 904 meter dpl

Letusan: Ada 3 letusan Supervolcano Toba yang membentuk Danau Toba. Letusan pertama menghasilkan kaldera di sisi selatan, letusan kedua membentuk kaldera di sisi utara, letusan ketiga yang terbesar mengubah Gunung Toba menjadi Danau Toba.

Pulau: Ada 5 pulau vulkanik di dalam Danau Toba yakni Pulau Samosir, Pulau Sibandang, Pulau Tao, Pulau Tolping dan Pulau Tulas. Ukuran Pulau Samosir seluas 630 kmΒ², yakni hampir seukuran dengan Singapura yang seluas 728 kmΒ².

Danau: Ada 2 danau dalam Danau Toba. Kedua danau ini terletak di Pulau Samosir yang dinamakan Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang.

Kabupaten: Danau Toba dikelilingi oleh tujuh kabupaten, yaitu Simalungun, Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Samosir, dan Kabupaten Toba Samosir.

Jarak dari Medan: Kota Parapat di mana Danau Toba berada, terletak sekitar 185 kilometer dari ibu kota Sumatera Utara yaitu Medan.




(nwk/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads