Otak Jadi Lebih Tua Setelah Dilanda Pandemi? Ini Bukti Studinya

ADVERTISEMENT

Otak Jadi Lebih Tua Setelah Dilanda Pandemi? Ini Bukti Studinya

Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 25 Feb 2023 11:00 WIB
x-ray of brain showing tumor. Computer generated images with correct male anatomy, showing brain with a glowing tumor inside.
Ilustrasi otak Foto: iStockphoto/Firstsignal
Jakarta -

Sebuah studi dari Stanford University menunjukkan bahwa pemicu stres terkait pandemi telah mengubah otak remaja secara fisik.

Studi yang dipublikasikan dalam Biological Psychiatry: Global Open Science, menyebutkan bahwa struktur otak remaja tampak beberapa tahun lebih tua daripada otak rekan sebayanya sebelum pandemi.

Temuan baru ini menunjukkan bahwa efek kesehatan saraf dan mental dari pandemi pada remaja mungkin lebih buruk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sudah tahu dari penelitian global bahwa pandemi telah berdampak buruk pada kesehatan mental di kalangan remaja, tetapi kami tidak tahu apa, jika ada, pengaruhnya secara fisik pada otak mereka," kata Ian Gotlib, Profesor Psikologi Marjorie Mhoon Fair di School of Humanities & Sciences, dikutip dari situs resmi Stanford University.

Perubahan Struktur Otak

Gotlib mencatat, perubahan struktur otak memang terjadi secara alami seiring bertambahnya usia.

ADVERTISEMENT

Selama masa pubertas dan awal masa remaja, tubuh anak-anak mengalami peningkatan pertumbuhan di hippocampus dan amigdala, area otak yang masing-masing mengontrol akses ke ingatan tertentu dan membantu memodulasi emosi.

Pada saat yang sama, jaringan di korteks, area yang terlibat dalam fungsi eksekutif, menjadi lebih tipis.

Namun, perubahan terlihat berbeda dengan kondisi setelah adanya pandemi.

Dengan membandingkan pemindaian MRI dari kohort 163 anak yang diambil sebelum dan selama pandemi, penelitian Gotlib menunjukkan bahwa proses perkembangan ini dipercepat pada remaja saat mereka mengalami lockdown akibat COVID-19.

"Hingga saat ini, perubahan yang dipercepat dalam "usia otak" semacam ini hanya muncul pada anak-anak yang mengalami kesulitan kronis, baik dari kekerasan, pengabaian, disfungsi keluarga, atau kombinasi dari berbagai faktor," terangnya.

Apakah Perubahan Otak yang Cepat Bisa Permanen?

Meski kondisi ini terkait dengan hasil kesehatan mental yang buruk, namun tidak jelas apakah perubahan struktur otak yang diamati oleh tim Stanford terkait dengan perubahan kesehatan mental.

"Juga tidak jelas apakah perubahan itu permanen. Akankah usia kronologis mereka pada akhirnya mengejar 'usia otak' mereka? Jika otak mereka secara permanen lebih tua dari usia kronologisnya, tidak jelas apa hasilnya di masa depan," kata Gotlib, yang juga direktur Stanford Neurodevelopment, Affect, and Psychopathology (SNAP) Laboratory di Stanford University.

Gotlib berpendapat, temuan ini dapat memiliki implikasi besar untuk studi longitudinal lainnya yang telah berlangsung selama pandemi.

Sebab, jika anak-anak yang mengalami pandemi menunjukkan percepatan perkembangan di otak mereka, para ilmuwan harus memperhitungkan tingkat pertumbuhan yang tidak normal itu dalam penelitian apa pun di masa depan yang melibatkan generasi ini.

"Pandemi adalah fenomena global, tidak ada orang yang tidak mengalaminya," kata Gotlib.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads