Dr. Anna Machin seorang antropolog evolusioner menjelaskan alasan manusia bisa jatuh cinta. Menurutnya, cinta adalah tentang keberlangsungan hidup dilansir melalui laman BBC Science Focus.
Manusia adalah makhluk sosial yang sangat kooperatif. Untuk itu ia perlu bekerja sama untuk bertahan hidup dan juga mendapat pengetahuan untuk melanjutkan keturunan.
Siapa sangka, ternyata cinta juga bisa berevolusi sehingga dapat 'menyogok' manusia untuk memulai dan memelihara hubungan baik. Entah itu dengan kekasih, anak, keluarga, teman dan kerabat lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuan utamanya tentu saja untuk mengabadikan gen keluarga. Dalam bentuk 'sogokan biologis' ternyata alasan manusia bisa jatuh cinta bisa dijabarkan secara ilmiah loh. Begini selengkapnya.
Alasan Manusia Bisa Jatuh Cinta
Dalam penjelasan ilmiah, manusia bisa jatuh cinta karena adanya unsur biologis dalam bentuk empat zat kimia di saraf tubuh. Keempatnya adalah oksitosin, dopamin, serotonin, dan beta-endorphin. Zat tersebut mendukung ketertarikan dan menimbulkan cinta. Berikut penjelasan masing-masing zat.
Zat oksitosin memiliki peran yang sangat penting dalam proses ketertarikan atau pendekatan. Ia bekerja dalam menurunkan hambatan seseorang untuk memulai hubungan baru.
Caranya dengan menenangkan amigdala yang merupakan pusat rasa takut di otak manusia. Dengan demikian, detikers bisa percaya diri mendekati dan berkenalan dengan seseorang yang baru.
Ketika berkenalan tidak hanya zat oksitosin yang dilepaskan, tapi juga dopamin. Dopamin adalah zat kimia di dalam tubuh yang akan hadir setiap manusia melakukan sesuatu yang mereka sukai.
Dalam aksinya, dopamin akan memberikan penghargaan dan rasa percaya diri. Ia juga bekerja sama dengan oksitosin untuk membuat otak bersifat 'plastis' atau mudah dibentuk.
Dengan demikian, manusia mungkin akan mempelajari dan mengingat fakta tentang orang baru yang disukainya. Dopamin juga bertugas sebagai hormon kekuatan yang dapat memotivasi seseorang untuk melakukan pendekatan.
Ketiga ada zat serotonin yang bekerja di area limbik otak atau bawah sadar manusia. Ia mengatur perihal ketertarikan dan nafsu yang pada awalnya menjadi sebuah sensasi yang murni naluriah dan tidak disadari.
Serotonin bertugas melepaskan unsur cinta yang obsesif. Ia akan hadir ketika masa-masa awal hubungan detikers bersama pujaan hati.
Dengan demikian, detikers bisa terus-menerus memikirkan kekasih kapanpun dan dimanapun.
Terakhir ada zat beta-endorphin yang merupakan hormon cinta jangka panjang. Manusia bisa menjalin hubungan selama bertahun-tahun bahkan seumur hidupnya.
Sayangnya, tiga zat sebelumnya terutama oksitosin tak cukup kuat untuk menopang cinta dalam jangka panjang. Ketiganya sebagian besar dilepaskan dalam jumlah yang signifikan dalam situasi yang berkaitan dengan masalah seksual dan reproduktif.
Tetapi beta-endorphin bisa bertindak sebagai heroin yang menghasilkan candu. Zat itu bisa membuat manusia merasa kecanduan sehingga jatuh cinta setiap waktu.
Dengan demikian ketika berpisah rasa rindu yang menggebu-gebu akan tercipta agar ingin bersama dan bertemu. Berbeda dengan dopamin, beta-endorphin memang tentang cinta bukan nafsu. Ia akan bekerja baik di bawah alam sadar atau ketika otak sadar.
Untuk itu kesimpulannya, manusia bisa jatuh cinta karena ada dorongan naluriah atau emosi yang melibatkan nafsu, kemarahan, dan kesenangan. Namun tak hanya itu, ada juga proses sadar yang melibatkan refleksi, kepercayaan, empati, perhatian, dan perencanaan jangka panjang.
Jadi, jangan takut untuk jatuh cinta ya detikers! Karena seperti yang disebutkan oleh Dr. Anna, cinta adalah tentang keberlangsungan hidup manusia.
Prosesnya melibatkan banyak zat kimia yang ternyata ada di dalam tubuh loh. Mereka semua akan bekerja dan mengatur pengalaman tentang cinta yang akan terus diingat manusia sampai tua.
(nwy/nwy)