Apakah detikers pernah mendengar tentang tari kiamat? Meski memiliki nama yang terkesan seram, tarian ini sebetulnya mempunyai makna yang baik.
Tari kiamat adalah tarian asal Lampung. Produk kesenian tersebut merupakan Warisan Budaya Takbenda.
Tari kiamat adalah tarian penutup syukuran tujuh hari tujuh malam perkawinan Keratuan Darah Putih yang disebut sebagai Nuhot. Dikutip dari unggahan media sosial Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Tari kiamat menggambarkan perlunya kerja sama yang baik, dengan yang muda menghormati pemimpin. Sementara, pemimpin mengayomi bawahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tari kiamat juga menganduk makna hendaknya segala hal diakhiri dengan sukacita dan penting untuk bisa saling memaafkan antarsesama manusia.
Sejarah Tari Kiamat
Tari kiamat diperkirakan dibuat tahun 1938. Menurut laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia, kesenian tersebut tercatat sudah ditampilkan beberapa kali.
Pada 1938, tari kiamat digelar saat pernikahan Muhammad Yakub Gelar Dalom Kesuma Ratu Gusti Raden Inten III. Pada 1968 ditampilkan pada pernikahan Muhammad Hasan Basri Gelar Khatu Batin Raden Inten IV. Kemudian pada 1998 dipertontonkan pada pernikahan Erwin Syahrial SSos Gelar Dalom Kesuma Ratu Raden Inten IV.
Tarian ini hanya ditampilkan maksimal 30 tahun sekali karena ditujukan untuk pernikahan di Keratuan Darah Putih.
Tari kiamat dibawakan lima orang penari putri dengan gerak dan kostum yang sama. Pada tarian ini, hanya ratu saja yang memakai nampan sebagai lapisan kaki mereka sebagai lambang perwakilan marga ratu. Dahulu, nampan dipegang dua orang pria.
Asal Bahasa Tari Kiamat
Menurut sebuah tugas akhir yang ditulis oleh Marisa dari ISI Yogyakarta berjudul "Makna dan Simbol Tari Kiamat Pada Masyarakat Keratuan Darah Putih di Kabupaten Lampung Selatan", tari kiamat adalah tarian yang hidup dan berkembang di masyarakat adat Keratuan Darah Putih di Desa Kuripan, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan.
Tari kiamat secara harfiah diserap dari bahasa Arab yaum al qiyamah yang jika dijabarkan menjadi yaum (hari, masa, periode), qiyam (tegak, bangkit, berdiri), dan ummah (umat, bangsa, kaum).
Dari kata ini, yaum al qiyamah secara denotatif berarti hari kebangkitan umat. Sehingga, pengertian kiamat dalam nama tarian bukan berarti hari kiamat. Maka, tari kiamat pada masyarakat Keratuan Darah Putih bukanlah tari yang bermakna kehancuran alam semesta beserta segala isinya. Sebaliknya, tarian ini bermakna keikhlasan dan kebaikan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan.
Seiring perkembangan zaman, tari kiamat disebut mengalami pergeseran. Pada masa lalu, tarian hanya boleh dibawakan keturunan Keratuan Darah Putih. Namun, kini pihak luar boleh menarikannya dengan syarat ada izin dari pihak keluarga Keratuan.
(nah/pal)