Viral Fenomena Fajar Sad Boy, Begini Kata Dosen Sosiologi Unesa

ADVERTISEMENT

Viral Fenomena Fajar Sad Boy, Begini Kata Dosen Sosiologi Unesa

Anisa Rizki Febriani - detikEdu
Jumat, 20 Jan 2023 09:30 WIB
Fajar Sad Boy
Fajar Sad Boy (Foto: YouTube/Trans TV Official)
Jakarta -

Detikers pasti kenal dengan remaja bernama Fajar Labatjo yang dijuluki sebagai sad boy. Bagaimana tidak, Fajar jadi sorotan di media sosial usai menceritakan kisah cinta monyetnya yang naas.

Selain itu, Fajar juga pandai menyusun kata-kata indah atau biasa disebut dengan quotes yang umumnya banyak muncul di media sosial.

Nah, berkaitan dengan fenomena Fajar sad boy, dosen Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ali Imron turut memberikan tanggapan. Ia menilai, sosok Fajar menjadi hal yang lumrah terjadi di usia remaja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fase tersebut dikatakan sebagai masa seorang remaja ketika mencari jati diri dalam membangun identitas diri, salah satunya dengan ketertarikan kepada lawan jenis.

"Tertarik pada lawan jenis itu salah satu cara remaja mengkonstruksi identitasnya. Masa remaja merupakan masa labil seseorang yang mudah sekali menerima informasi atau pengaruh dari luar tanpa ada pemikiran lebih lanjut atau pertimbangan lebih jauh," urainya dikutip dari laman resmi Unesa pada Kamis (19/1/2023).

ADVERTISEMENT

Fenomena Fajar dan Kaitannya dengan Secondary Socialization

Banyak yang menyebut remaja berusia 15 tahun itu terlalu cepat dewasa. Padahal, menurut Ali hal tersebut tidak dapat disalahkan karena fenomena Fajar terjadi karena pengaruh perkembangan teknologi dan informasi yang membuat seseorang mencari jati diri secara secondary socialization atau sosialisasi sekunder.

Berbagai komentar muncul melihat adanya fenomena Fajar sad boy. Ada yang menganggap penyebutan sad boy identik dengan mudah terbawa perasaan atau baper istilah bekennya, namun ada juga yang bersimpati dengan kisah cinta monyet Fajar.

Dengan demikian, fenomena sad boy jadi makin merebak di dunia maya. Tidak heran, banyak YouTuber yang menjadikan kisah Fajar sebagai konten mereka.

Ali menuturkan, hal tersebut wajar terjadi, namun akan menjadi tidak baik apabila terlalu berlebihan. Ia menilai peran orang tua diperlukan agar anak melalui masa remaja dengan baik menuju dewasa.

"Fase ini memang sangat riskan. Peran orang tua menjadi kunci termasuk membekali anak sebelum memasuki dunia cinta monyet. Jangan sampai anak mendapat bekal justru dari tayangan YouTube, film, atau yang lainnya. Karena gampang sekali memasuki pemikiran remaja, apalagi ditambah lingkungan pergaulan yang tidak mendukung," papar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) itu.

Peran Media Massa Terhadap Fenomena Fajar

Naiknya nama Fajar tidak terlepas dari pengaruh media sosial dan media massa. Fenomena ini menjadi daya tarik tersendiri bagi media.

Di era disrupsi ini banyak media yang menangkap sebuah peristiwa yang berpeluang trending lalu mereproduksi dengan kemasan tertentu untuk dikonsumsi publik.

Melihat dari perspektif Sosiologi, peran media dalam konteks ini dinamakan komodifikasi. Fajar sebagai suatu komoditas yang dikelola media sehingga bernilai jual di pasar publik.

Dampak yang dirasakan oleh Fajar tentu dalam jangka pendek mengalami culture shock yang membuatnya bingung menempatkan diri pada kondisi tertentu.




(aeb/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads