Tantangan MyPertamina dan Subsidi Tepat Sasaran

Opini

Tantangan MyPertamina dan Subsidi Tepat Sasaran

M. Ridzki Wibowo, Imaduddin Abdullah - detikEdu
Kamis, 05 Jan 2023 21:50 WIB
Para pelanggan mendapat petunjuk penggunaan aplikasi My Pertamina di SPBU Rasuna Said, Kuningan Jakarta, Senin (3/9/2018). Aplikasi tersebut sedang memberi undian khusus untuk BBM non subsidi dengan hadiah utama 61 paket umroh ke tanah suci.
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Pemerintah di tiap negara selalu dihadapkan kepada dilema menjaga stabilitas fiskal namun di saat yang bersamaan menjamin kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Dilema ini semakin berat terutama di negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan ruang fiskal (fiscal space) sehingga kemampuan fiskal dalam mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan juga terbatas.

Kenaikan harga energi di pasar komoditas global pada beberapa bulan terakhir berpengaruh besar terhadap tingkat inflasi. Pada bulan Oktober 2022 misalnya, kenaikan harga jual BBM memberikan dampak terhadap kenaikan inflasi menjadi 5.7 persen. Inflasi pada bulan November juga masih berada di level 5.4 persen. Di sini-lah dilema pemerintah diuji. Di satu sisi pemerintah sudah menetapkan tahun 2023 sebagai tahun konsolidasi fiskal di mana defisit APBN diarahkan dapat turun di bawah 3 persen. Tapi di sisi lain, ada tuntutan untuk menggunakan instrumen fiskal untuk meredam spillover negatif dari gejolak global terhadap perekonomian nasional.

Kata kunci dari menjaga keseimbangan dua target utama pemerintah -menjaga keseimbangan fiskal dan meredam spillover negatif dari gejolak global, adalah dengan melakukan reformasi subsidi BBM. Hal ini mengingat subsidi BBM masih dihadapkan masalah klasik: tidak tepat sasarannya subsidi BBM.

Studi yang dilakukan oleh TNP2K pada tahun 2022 menemukan bahwa desil 7 hingga 10 kelompok rumah tangga mengonsumsi sekitar 45% dan 35% dari total konsumsi elpiji dan pertalite. Sedangkan kelompok desil 1 hingga 3, yaitu kelompok golongan kurang mampu, hanya mengonsumsi 23% dan 26% dari total konsumsi elpiji dan pertalite nasional. Dari studi tersebut dapat dikatakan dengan model subsidi terbuka dari elpiji dan BBM (pertalite) yang berlaku saat ini, maka subsidi dari kedua komoditas energi ini lebih banyak dinikmati kelompok menengah atas.

Penguatan Regulasi Energi

Landasan hukum penyaluran subsidi energi di Indonesia adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Landasan hukum penyaluran subsidi energi ini terbukti belum mampu membendung penyalahgunaan subsidi BBM. Data dari BPH Migas menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terjadi peningkatan kasus penyalahgunaan subsidi BBM dibandingkan tahun 2021. Volume barang bukti pada tahun 2022 mencapai 1.409.175 liter atau setara Rp 11,65 miliar -jauh lebih tinggi dibandingkan data tahun 2021 yang hanya sebesar 728.970 liter atau setara Rp 5,11 miliar.

Maraknya penyalahgunaan subsidi BBM dapat dimaknai beberapa hal. Pertama, masih belum optimalnya komunikasi publik pemerintah bahwa subsidi BBM hanya ditujukan untuk kelompok kurang mampu. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan Perpres No 191 tahun 2014 yang membuka keran terjadinya moral hazard. Salah satu permasalahan utama dari Perpres ini adalah belum jelasnya kelompok penerima subsidi BBM.

Melihat masih maraknya penyalahgunaan subsidi BBM maka diperlukan revisi Perpres agar subsidi BBM dapat tepat sasaran. Salah satu poin utama dari revisi Perpres ini adalah mengubah model subsidi BBM dan elpiji dari subsidi terbuka menjadi subsidi tertutup atau tertarget. Subsidi model ini sudah dilakukan untuk jenis energi lainnya seperti subsidi listrik yang memudahkan pemerintah untuk memastikan subsidi listrik tepat sasaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa listrik memang menjadi jenis energi yang paling siap untuk diterapkan model subsidi tertutup karena pengguna listrik sudah dikelompokkan berdasarkan kemampuan pelanggan -mulai dari pelanggan tegangan rendah (TR) atau 450 VA-RTM hingga pelanggan tegangan tinggi (PTT) dengan daya 30.000 kVA ke atas.

Pemanfaatan Teknologi untuk Reformasi Subsidi BBM

Perkembangan teknologi sebenarnya membuat model subsidi tertutup dapat diaplikasikan untuk subsidi BBM. Dalam hal ini, Pertamina melalui aplikasi MyPertamina telah memanfaatkan konsep teknologi digital untuk mengontrol kelompok masyarakat yang dapat mengakses BBM bersubsidi. Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai permasalahan teknis yang membuat implementasi MyPertamina belum dapat berjalan secara optimal, pengawasan subsidi BBM berbasis teknologi melalui MyPertamina sudah menjadi titik awal penerapan subsidi tertutup untuk BBM dan elpiji.

Uji coba pembatasan subsidi BBM menggunakan aplikasi MyPertamina berlangsung di 11 Kota / Kabupaten per 1 Desember 2022 yang lalu. Pembatasan subsidi ini dikhususkan untuk BBM subsidi berjenis solar, mengacu pada aturan pengendalian volume penyaluran subsidi solar SK BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 mengenai pengendalian penyaluran jenis BBM tertentu. Namun, untuk kualifikasi jenis kendaraan yang boleh mengisi BBM subsidi solar masih belum dapat ditentukan, hal ini karena belum ada payung hukum yang secara jelas mendefinisikan penerima subsidi BBM. Sementara untuk pertalite, pembatasan belum dapat dilakukan karena BBM tersebut merupakan BBM JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan) yang aturan pembatasan volume pembeliannya masih belum diputuskan pemerintah. Oleh karena itu, reformasi subsidi BBM dengan penggunaan MyPertamina masih belum dapat berjalan optimal tanpa adanya payung hukum yang mengatur secara jelas.

Teknologi adalah Alat

Pengawasan subsidi BBM berbasis teknologi juga sudah diterapkan sejumlah negara di dunia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Gelb dan Mukherjee (2019) menganalisis empat kasus negara yang memanfaatkan teknologi untuk pengawasan reformasi subsidi BBM yaitu: Bolivia, Nigeria, India, dan Iran. Dari keempat negara tersebut, studi yang dilakukan oleh Gelb dan Mukherjee menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi bermanfaat dalam penyaluran subsidi BBM, namun bukan merupakan solusi tunggal reformasi subsidi BBM. Yang lebih utama adalah penguatan regulasi.

Penerapan teknologi seharusnya dilihat sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Dalam hal ini, penerapan teknologi tidak dapat menggantikan peran utama pemerintah yang berfungsi mengeluarkan kebijakan yang dapat mendorong reformasi subsidi BBM. Tanpa adanya kebijakan yang secara jelas mengatur pembatasan BBM dan penerima manfaat subsidi BBM maka reformasi subsidi BBM tidak akan dapat berjalan secara efektif.

*Imaduddin Abdullah
Mahasiswa Program Doktor di King's College London
Peneliti INDEF

* M. Ridzki Wibowo
Peneliti INDEF

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)



Simak Video "Penjualan UMKM Lokal di Kota dengan Inisiatif Hyperlocal Tokopedia Meningkat 147%"
[Gambas:Video 20detik]
(erd/erd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia