Setiap manusia pasti memiliki permasalahannya tersendiri. Ketika masalah tersebut hanya dipendam dan tidak diceritakan, maka akan berdampak pada kesehatan mental.
Menurut pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Atika Dian Ariana M Sc M Psi, masalah yang menumpuk jadi penyebab timbulnya rasa jenuh, stres hingga overthinking. Ini dikarenakan kemampuan diri manusia tidak sebanding dengan tekanan yang tengah dialami.
Stres dan Overthinking Berdampak pada Kesehatan hingga Psikis
Dikutip dari laman resmi Unair pada Senin (2/1/2023), Atika menjelaskan bahwa dampak kesehatan dan psikis dapat timbul ketika seseorang tengah mengalami stres karena menahan cerita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, beberapa di antaranya juga berdampak pada daya tahan tubuh, konsentrasi, peningkatan sensitivitas hingga berujung timbulnya rasa sepi dan mudah marah.
"Itu terjadi karena kita menolak berbagi cerita," ungkap Atikah.
Melihat Perspektif Baru Melalui Curhat
Dosen Psikologi Unair itu juga mengatakan masalah berat yang ada di pikiran menjadi momok menakutkan bagi seseorang. Terutama dalam memikirkan jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Biasanya, ketika seseorang curhat maka ia akan mendapat berbagai perspektif baru dari solusi yang dapat dicoba.
"Dengan membagikan cerita, kita akan memiliki perspektif berbeda dari apa yang dialami," jelas Atikah.
Selain itu, curhat membuat kita melihat persoalan lebih objektif. Lain halnya dengan mereka yang memendam, bisa saja pintu solusi akan tertutup karena terpaku pada perspektif yang digunakan.
Curhat juga memberikan rasa lega. Setelah bercerita, maka masalah yang telah lama terpendam akhirnya dapat dikeluarkan dari pikiran.
Bagaimana dengan Mereka yang Alami Trust Issue?
Mungkin beberapa orang memilih tidak bercerita kepada orang lain karena trust issue, di mana mereka mendapat pengalaman kurang menyenangkan dalam berelasi.
Umumnya, seseorang dengan trust issue cenderung menganggap dirinya kurang berharga. Jadi, ketika mendapat respon yang menyakitkan dari orang lain mereka menganggapnya sebagai hal yang wajar.
Pada kasus ini, individu dengan trust issue harus membangun kepercayaan dirinya terlebih dahulu.
"Yang perlu dibangun adalah untuk percaya diri bahwa dirinya cukup layak dan berharga. Sehingga, ia akan memiliki daya untuk membangun rasa percaya pada orang lain secara perlahan," urai Atika.
Caranya ialah bisa melalui afirmasi, evaluasi yang berimbang, serta pemberian kalimat positif bagi diri sendiri.
Pilih Orang yang Tepat untuk Curhat
Apabila seseorang memiliki pengalaman komunikasi yang buruk di masa lalu dengan orang lain, maka ini dapat menjadi media untuk mengevaluasi diri sendiri. Sehingga ia tidak melulu pernah disakiti dan menganggap layak untuk disakiti.
"Sebagai dukungan awal, pasangan perlu tahu sehingga bersama bisa berprogress untuk relasi yang sehat. Sebelum suatu krisis terjadi kita punya pilihan yang nyaman untuk bercerita termasuk keluarga, sahabat, pacar, teman sebaya, maupun teman dekat," papar dosen Fakultas Psikologi Unair tersebut.
Namun, jika tidak memiliki orang yang tepat, kita bisa memanfaatkan berbagai layanan kesehatan mental digital yang dapat diakses melalui perangkat komunikasi.
DI akhir, Atika berharap masyarakat dapat memanfaatkan layanan kesehatan mental yang ada, karena kesehatan mental merupakan tanggung jawab diri sendiri.
(aeb/faz)