Akhir-akhir ini tersiar kabar mengenai imigran etnis Rohingya yang terdampar di pesisir Pantai Desa Ujong Pie, Kecamatan Muara Tiga, Pidie, Aceh.
Mengutip dari detikNews, jumlah pengungsi Rohingya tersebut diperkirakan mencapai puluhan orang yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
Lantas, siapa sebenarnya etnis Rohingya?
Mengenal Etnis Rohingya
Pada laman Britannica, dikatakan bahwa Rohingya merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut komunitas muslim yang berada di wilayah bagian Rakhine (Arakan) di Myanmar Barat, berbatasan langsung dengan Bangladesh.
Rohingya berasal dari kata Rohai atau Roshangee yang artinya penduduk muslim Rohang atau Roshang, sebutan untuk daerah sebelum dinamai Arakan.
Masyarakat Rohingya mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan sejak tahun 1942. Kala itu, terjadi pembantaian muslim Rohingya oleh pasukan pro Inggris.
Setidaknya, 100 ribu muslim Rohingya tewas dan ribuan desa hancur dalam tragedi berdarah tersebut. Sejak itu, muslim Rohingya hidup dalam ketakutan.
Masyarakat Islam di Myanmar tidak tinggal dalam satu kawasan, komunitas mereka berpisah satu sama lain berdasarkan suku bangsa dan keturunan.
Terdapat empat kelompok besar muslim Myanmar, yaitu kelompok Islam keturunan Birma, kelompok Islam keturunan India (Tamil dan Bengal), kelompok Islam keturunan Rohingya atau Arakan dan kelompok Islam keturunan China, seperti dikutip dari buku Sejarah Sosial Muslim Minoritas di Kawasan Asia karya Asep Achmad Hidayat.
Suku Rohingya memiliki karakter fisik tulang pipi yang tidak begitu keras, mata yang tidak begitu sipit, dan hidung yang tidak terlalu pesek. Tubuhnya tinggi dengan kulit berwarna gelap, beberapa di antaranya memiliki kulit kemerahan, namun tidak terlalu kekuningan.
Awal Mula Kemunculan Rohingya
Komunitas muslim mendiami wilayah Arakan pada abad ke-14. Tepatnya pada masa Kerajaan Mrauk U yang dipimpin oleh raja Buddhis bernama Narameikhla atau Min Saw Mun.
Sebelumnya, selama 24 tahun, Narameikhla diasingkan di kesultanan Bengal. Tetapi, atas bantuan Sultan Bengal yang bernama Nasirudin, ia mendapatkan takhta di Arakan.
Kesultanan Bengal merupakan sebuah kerajaan Islam pada abad pertengahan yang didirikan di Bengal pada 1342. Daerah kekuasaan kesultanan ini mencakup wilayah negara Bangladesh saat ini, India bagian Timur, dan bagian Barat Myanmar.
Setelah mendapat takhta di sana, Narameikhla kemudian mengucapkan syahadat dan berganti nama menjadi Ssuleiman Shah. Kemudian, ia membawa orang-orang Bengali untuk membantu administrasi pemerintahannya, hingga terbentuk komunitas muslim pertama di Arakan saat itu.
Lalu, di tahun 1420 arakan memproklamirkan diri sebagai kerajaan Islam yang merdeka di bawah Raja Suleiman Shah. Kekuasaan Arakan yang Islam bertahan selama 350 tahun.
Sayangnya, di tahun 1784, Arakan kembali dikuasai oleh Raja Myanmar. Kemudian, di tahun 1824, Arakan menjadi koloni Inggris. Sejak itulah populasi Islam di kawasan Arakan mulai berkurang secara perlahan.
Situasi Terburuk Etnis Rohingya
Perang Dunia II menjadi situasi buruk bagi umat Islam Rohingya ketika Myanmar masih dijajah oleh Inggris. Pada tahun 1824-1942, Arakan diizinkan memiliki tingkat otonomi daerah sendiri, ketika itu wilayah tersebut relatif aman dan hanya ada sejumlah insiden pemberontakan yang tercatat.
Kemudia, di tahun 1942, pasukan Jepang menyerang Birma dan Inggris mundur, akibatnya terjadi kekosongan besar dalam kekuasaan dan stabilitas.
Nah, saat itulah terjadi kekerasan komunal antara muslim Rahine dan Rohingya. Mereka dibantai besar-besaran hingga memaksa muslim Rohingya untuk melakukan migrasi ke Bengal.
Memiliki Sebutan Manusia Tanpa Negara
Setelah Burma Merdeka pada 1948, ketegangan antara pemerintah dengan muslim Rohingya berlanjut dengan gerakan politik dan bersenjata. Setidaknya sekitar 13.000 orang Rohingya mencari perlindungan di kamp pengungsian India dan Pakistan.
Hal tersebut menyebabkan mereka ditolak hak warga negaranya untuk kembali ke Birma dan terjadilah penolakan terhadap muslim Rohingya. Sejak periode itu, etnis Rohingya menyandang status manusia tanpa negara.
Sejak Birma merdeka, muslim Rohingya mengalami banyak pengucilan dalam hal pembangunan bangsa. Pada 1962, Jenderal Ne Win mensistematiskan penindasan terhadap Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial mereka.
Pasukan pemerintah Birma mengusir ribuan muslim Rohingya secara brutal, ini dapat dilihat dengan pembakaran pemukiman, pembunuhan, hingga pemerkosaan. Hingga 1978, tercatat lebih dari 200 ribu muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Upaya pengusiran muslim Rohingya di Arakan terus dilakukan pemerintah Birma yang kini berubah menjadi Myanmar. Ribuan muslim Rohingya mengungsi ke sejumlah negara, sayangnya tak semua negara mau menerima mereka.
Kondisi Pendidikan di Arakan
Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII tulisan Drs Imam Subchi MA dijelaskan bahwa kondisi pendidikan di Myanmar mengalami diskriminasi etnis, khususnya Rohingya.
Tingkat pendidikan yang buruk diperparah dengan kekurangan guru di pedesaan dan kualitas pengajaran yang buruk. Guru-guru Rohingya yang ditolak kewarganegaraannya tidak dapat dipekerjakan sebagai pegawai negeri. Bahkan, mereka tidak diperbolehkan di sekolahan pemerintahan.
Simak Video "Momen Ratusan Pengungsi Rohingya Kembali Tiba di Aceh"
[Gambas:Video 20detik]
(aeb/faz)