Perjanjian Bongaya adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin sebagai wakil dari Kesultanan Gowa, atas kemenangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada 18 November 1667 yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Perjanjian ini menjadi simbol perdamaian. Sultan Hasanuddin juga kemudian diberi julukan "Ayam Jantan dari Timur" oleh Speelman.
Hal ini dikutip dari buku Sejarah dengan penerbit Yudhistira.
Latar belakang
Mengutip buku Awal Mula Muslim di Bali oleh H. Bagenda Ali, Perjanjian Bongaya terjadi karena sebelumnya terjadi peperangan yang besar antara kerajaan Gowa melawan VOC. Dalam bahasa Belanda, perjanjian ini disebut dengan Het Bongaais Verdrag. Perlawanan oleh kerajaan Gowa melawan Belanda tersebut, mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin.
Selain melawan Belanda, Sultan Hasanuddin juga harus menghadapi Aru Palakka dari Soppeng-Bone pada 1660 M. Namun, Laksamana Cornelis Speelman berhasil membuat Sultan Hasanuddin bertekuk lutut di daerah Makassar. Karena pasukan kerajaan Gowa sudah tidak mampu menghadapi pasukan Belanda yang persenjataannya lengkap dan lebih mutakhir.
Sultan Hasanuddin dalam upayanya yang keras untuk mempersiapkan pasukan dan strategi perang, akhirnya dengan terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667 M di daerah Bongaya.
Isi Perjanjian Bongaya
Masih berdasarkan referensi yang sama di atas, inti dari perjanjian ini adalah bahwa Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa, harus mengakui pemerintahan dan kekuasaan Belanda (VOC) di Makassar. Kemudian, ia juga harus menyerahkan Benteng Ujung Pandang (yang kemudian menjadi Fort Rotterdam) kepada Belanda.
Dalam buku Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya oleh Yayasan Obor Indonesia, benteng Fort Rotterdam ini lalu menjadi simbol hegemoni VOC di wilayah Sulawesi Selatan, dan menjadi satu-satunya benteng yang dibangun di Makassar pada abad ke 17-18.
Adapun isi selengkapnya dari Perjanjian Bongaya, dikutip dari buku H. Bagenda Ali di atas adalah:
1. Makassar harus mengakui monopoli VOC.
2. Wilayah Makassar dipersempit, hingga tinggal Gowa saja.
3. Makassar harus membayar ganti rugi akibat perang.
4. Sultan Hasanuddin harus mengakui Aru Palaka sebagai Raja dari Kerajaan Bone.
5. Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC.
6. Benteng yang ada harus dihancurkan, kecuali benteng Rotterdam.
Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena Sultan Hasanuddin kembali memimpin rakyatnya dan mengadakan perang lagi dengan Belanda. Namun dengan senjatanya yang lebih mutakhir, Belanda kembali menang dan menjatuhkan Benteng Sumpa Opu ke tangan mereka. Sultan Hasanuddin akhirnya menyerahkan kekuasaannya pada putranya, Sultan Muhammad Ali, sebagai Raja Gowa XVII.
Itulah penjelasan mengenai Perjanjian Bongaya yang dapat diketahui. Semoga bermanfaat detikers!
Simak Video "Rekaman CCTV Bus Tabrak Toll Gate Bandara Hasanuddin Makassar"
[Gambas:Video 20detik]
(nwy/nwy)