Jika diperhatikan, mulai dari ilustrasi hingga foto asli otak manusia tampaknya organ vital ini memiliki tekstur yang lembek dan kenyal. Nah, pada sebuah studi yang diterbitkan melalui Journal of the Royal Society Interface, para ilmuwan membuktikan bahwa otak manusia ternyata memiliki tingkat kerapuhan yang cukup parah.
Saking rapuhnya, otak manusia disebut lebih mudah rusak ketimbang busa polistiren atau styrofoam. Selama ini, sebagian besar jaringan otak yang diteliti berasal dari organ yang telah dipotong atau diawetkan dalam bahan kimia. Tentunya, hal tersebut mempengaruhi ketahanan jaringan.
Menggunakan Otak Manusia yang Masih Hidup Sebagai Bahan Penelitian
Nicholas Bennion dari Cardiff University bersama rekan-rekannya mengembangkan metode untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat dari sifat fisik otak di dalam tubuh manusia yang masih hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mengetahui karakteristik otak manusia yang sesungguhnya, peneliti menggabungkan algoritma pembelajaran mesin dengan pemindahan MRI orang-orang yang berbaring telungkup dan menghadap ke atas untuk menggeser lokasi otak di tengkorak.
Mengutip dari New Scientist pada Kamis (15/12/2022), para peneliti kemudian menghitung berapa banyak otak yang kempis ketika ditekan dan bagaimana reaksi organ itu saat didorong ke samping, selain itu diketahui juga seberapa kenyal jaringan ikatnya.
"Jika Anda mengambil otak yang belum diawetkan dengan cara apapun, kekakuannya sangat rendah dan mudah pecah. Itu mungkin jauh lebih rapuh daripada yang dibayangkan kebanyakan orang," ungkap Bennion.
Otak Manusia 10 Kali Lebih Rapuh Ketimbang Styrofoam
Hasilnya, tim peneliti menemukan fakta yang mengejutkan. Ternyata, otak manusia lebih rapuh 10 kali lipat ketimbang busa polistiren. Sementara kelenturannya sebanding dengan lempengan gelatin.
Lebih lanjut Bennion memaparkan, algoritma menghitung jaringan yang menghubungkan otak ke tengkorak cukup lunak, mungkin ini dimaksudkan untuk melindungi otak agar tidak bergerak secara tiba-tiba.
Ellen Kuhl dari Stanford University di California mengatakan meski banyak ilmuwan mengetahui terkait fakta otak yang sangat lunak dan rapuh, studi baru ini seharusnya dapat dijadikan informasi prosedur bedah sensitif dengan lebih baik.
Tim peneliti berharap permodelan yang mereka ciptakan dapat digunakan untuk memprediksi pergeseran otak manusia yang akan terjadi saat melakukan operasi untuk setiap pasien berdasarkan pemindaian MRI pra-operasi.
(aeb/nwk)