Salah satu bangunan bersejarah di ibu kota Jakarta adalah gedung DPR/MPR. Sebuah gedung dengan kubah warna hijau yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Senayan.
Selama ini kubah tersebut selalu diasosiasikan dengan tempurung kura-kura. Maka jangan heran kalau bangunan ini ada yang menyebut dengan "Gedung Kura-kura". Nah, benarkah kubah itu berbentuk kura-kura?
Seperti diketahui, gedung DPR/MPR merupakan saksi beragam peristiwa sejarah bangsa ini. Salah satunya peristiwa yang tak pernah dilupakan oleh masyarakat Indonesia peristiwa reformasi pada tahun 1998.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ribuan mahasiswa berunjuk rasa dan menduduki atap gedung DPR/MPR menuntut dilengserkannya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan dan menjadi saksi berakhirnya masa pemerintahan orde baru.
Lalu bagaimana awal mula berdirinya Gedung DPR/MPR RI yang sudah berjalan selama 57 tahun? Berikut simak penjelasan lengkapnya.
Sejarah Gedung DPR/MPR RI
Penjelasan sejarah mengenai didirikannya gedung DPR/MPR RI mengutip dari buku Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia oleh Sejarah, Realita dan Dinamika (2006) terbitan Setjen MPR RI.
Penggagas berdirinya Gedung DPR/MPR RI datang dari Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden No. 48 pada tahun 1965.
Pada masa itu Presiden Soekarno menugaskan Menteri Pekerja Umum Dan Tenaga, Soeprajogi untuk melakukan pembangunan gedung yang akan digunakan sebagai tempat diselenggarakan Conference of The New Emerging Forces (Conefo) pada 1966.
Conefo merupakan konferensi internasional yang mendukung gagasan pembentukan tatanan dunia baru. Selain itu, pembentukan Conefo yang diselenggarakan oleh Bung Karno ini, akan bersaing dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Beberapa negara yang keikutsertaan menghadiri Conefo ini diantaranya negara-negara di Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara sosialis, negara komunis serta kekuatan progresif kapitalis.
Presiden Soekarno meminta proyek pembangunan gedung memiliki kepribadian khas Indonesia. Bangunan juga harus menjawab datangnya tantangan zaman selama beberapa tahun ke depan dan menampilkan kemegahan.
Sebelumnya dimulainya proyek pembangunan Conefo, pemerintah membuka sayembara rancangan bangunan sesuai dengan permintaan Soekarno.
Proyek dikerjakan oleh pemenang sayembara, Sujudi Wirjoatmodjo yang mengetuai tim Departemen Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik. Ia merupakan arsitek lulusan Technische Universitat Berlin Barat.
Pemasangan tiang pertama pada 19 April 1965. Tanggal 17 Agustus 1966 merupakan batas akhir penyelesaian pembangunan. Namun, pembangunan terhenti karena pecahnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan penyelenggaraan Conefo dibatalkan.
Pembangunan yang mangkrak pada masa pemerintahan Soekarno kembali dilanjutkan pada masa pemerintahan Soeharto. Perlunya memiliki sebuah gedung permanen yang digunakan secara layak, sebagai tempat persidangan para wakil rakyat.
Melewati proses pembangunan yang cukup panjang, akhirnya pembangunan Gedung MPR/DPR RI berhasil rampung pada 1 Februari 1983. Gedung ini mempunyai kompleks seluas sekitar 80.000 meter persegi.
Gedung-gedung dalam komplek parlemen pada mulanya dinamai menggunakan bahasa Sanskerta
Kubah Berbentuk Kura-kura?
Lantas bagaimana dengan bentuk kubah berwarna hijau di Gedung Nusantara yang merupakan gedung utama dalam kompleks MPR/DPR/DPD? Menurut kamu apakah benar serupa dengan hewan kura-kura?
Rupanya kubah dengan bentuk setengah lingkaran itu bukan melambangkan kura-kura. Namun, kepakan sayap burung yang akan lepas landas.
Dikutip dari buku Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia: Sejarah, Realita, dan Dinamika (2006), gedung DPR/MPR memiliki struktur dan konstruksi khas.
Struktur atap gedung DPR/MPR yang menyerupai kepakan sayap burung garuda merupakan penggabungan dua bagian kubah. Bentuk atap itu disebut muncul secara tidak sengaja dan waktu itu belum pernah diciptakan di seluruh dunia.
Pembangunan kubah hijau tanpa pilar-pilar penyangga di bawahnya juga melibatkan Ir. Sutami.
Selanjutnya, Pengecoran Kubah Melibatkan 27 Ribu Orang