Kebiasaan mengolah beras jadi nasi dan makanan lain jamak ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Rupanya, kebiasaan mengonsumsi bahan pangan beras sudah ada setidaknya sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno.
"Jadi, sebenarnya sejak awal dulu (beras) dianggap sebagai bahan pangan utama. Kalau sekarang orang membayangkan semua pangan tertuju kepada beras, itu ada kaitannya dengan sejarah ini," terang Mochtar Lutfi, MHum, dikutip dari laman Universitas Airlangga (Unair), Rabu (2/11/2022).
Ia menuturkan, lombok atau cabai juga jadi bahan pangan yang dipentingkan masyarakat Nusantara. Karena itu, cabai juga tercantum di Babad Lombok; Babad Palawija kaliyan Palowase.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lutfi menjelaskan, dalam Babad Lombok juga disebutkan terdapat beberapa jenis cabai yang menjadi komoditas masyarakat zaman dahulu. Beberapa di antaranya yakni lombok jrolang, lombok rolega, lombok cangak, lombok rawit, dan lombok saka.
"Berarti, memang lombok itu sesuatu yang unik, sesuatu yang dipentingkan oleh masyarakat sampai dibuat tulisan tersendiri tentang lombok," tutur Dosen Prodi Bahasa dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya Unair ini dalam webinar Ketahanan Pangan dalam Perspektif Global dan Lokal yang digelar prodinya.
Ketahanan pangan adalah kondisi tersedianya pangan yang cukup, mudah diperoleh, aman dikonsumsi, dan dengan harga pangan yang terjangkau bagi tiap masyarakat. Perihal ketahanan pangan tercantum dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Salah satu komponen ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan yang mudah diperoleh warga atau rumah tangga. Seperti apa ketersediaan pangan di zaman kerajaan di Nusantara? Apa saja yang jadi bahan makanan orang zaman dulu?
Orang Indonesia Zaman Kerajaan Makan Apa?
Lutfi mencatat, teks Ramayana dari Kerajaan Mataram Kuno menyebutkan bahwa banyak sekali sumber pangan yang dapat dimanfaatkan di Nusantara. Di antaranya yakni labu, jagung, ubi kayu, serta berbagai jenis buah dan sayur.
Sumber protein hewani juga dikonsumsi penduduk Nusantara zaman dulu. Salah satu yang diceritakan dalam syair yaitu komoditas hewan air.
Lutfi mengatakan, berdasarkan Syair Nasihat, Syair Tambra, dan Syair Ikan Terubuk, penduduk di zaman Kerajaan Melayu makan berbagai jenis ikan, baik ikan laut, air tawar, maupun air payau.
Sementara itu, berdasarkan naskah dari Cirebon, penduduk zaman kerajaan juga makan daging binatang darat seperti kijang hingga bangau.
"Dalam naskah Cariyos Walangsungsang dari Cirebon, yang menarik ada sumber pangan dari binatang darat. Ada daging ayam, daging burung bangau, daging kijang, dan daging bebek," pungkasnya.
(twu/nwk)