Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945 hingga 1949. Belanda pun menggunakan cara blokade ekonomi di laut Indonesia dengan harapan menguasai kembali Indonesia.
Blokade ekonomi adalah upaya penutupan aktivitas ekonomi seperti masuk-keluarnya hasil produksi perkebunan, pertanian, dan barang lainnya antardaerah maupun antarnegara dengan pengepungan oleh tentara hingga kapal untuk mengusir atau menyulitkan pemerintah dalam hal perekonomian.
Lebih lanjut, tujuan Belanda melangsungkan blokade ekonomi terhadap Indonesia adalah untuk mencegah masuknya senjata dan peraaan militer ke Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Blokade Belanda pun mempersulit hubungan Indonesia dengan dunia luar. Komunikasi dilakukan lewat kawat diplomatik dan komunikasi radio, juga berita perjuangan untuk pers luar negeri dan dalam negeri.
Sejumlah upaya pemerintah dalam rangka menghadapi blokade laut oleh Belanda. Apa saja?
Upaya Menembus Blokade Belanda di Awal Kemerdekaan Indonesia
Diplomasi Beras
Sutan Sjahrir sebagai perwakilan pemerintah RI merespons kelaparan di India dengan menyatakan kesediaan Indonesia untuk membantu pemerintah India. Sjahrir menyatakan, Indonesia akan mengirimkan 500.000 ton beras. Sebagai imbalannya, India akan mengirimkan obat-obatan dan bahan tekstil yang sangat dibutuhkan rakyat Indonesia.
Sebelumnya, kabar kelaparan di India sampai di kancah internasional. Perwakilan India pun meminta di forum Perserikatan Bangsa-bangsa agar negara yang berpunya dapat memberikan sedikit bantuan makanan di tengah kelaparan India yang menimbulkan korban jiwa.
Panen beras di Indonesia tahun 1946 diperkirakan akan mencapai surplus 200.000-400.000 ton beras, seperti dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik oleh Marwati Djoenoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
Namun, transportasi dari pelosok Indonesia dan rusaknya jalanan pascaperang menyulitkan proses pengangkutan ke India. Inggris sebagai penjajah India saat itu juga tidak yakin Indonesia punya pasokan beras sebanyak itu, sebagaimana Burma (Myanmar).
Alhasil, kesepakatan dicapai dengan India di antaranya menyediakan transportasi kapal pengangkut. Belanda juga memastikan India tidak menyatakan pengakuan atas Indonesia menjadi negara republik merdeka.
Lewat diplomasi beras ini, Indonesia berupaya memperlihatkan bahwa terlepas dari upaya Belanda menyebarkan pengaruh tidak mengakui kemerdekaan RI, Indonesia merupakan negara merdeka yang ikut memperjuangkan masalah internasional, memupuk persatuan, dan mengupayakan persaudaraan dengan negara tetangga. Dengan demikian, India juga turut menjadi negara yang membantu Indonesia menembus ekonomi Belanda.
Hubungan Dagang Langsung
Pemerintah Indonesia juga mengadakan hubungan perdagangan langsung antar negara, dirintis lewat Banking and Trading Corporation (BTC), seperti dikutip dari Buku Penunjang Mata Pelajaran IPS Kelas IX oleh Drs. Dg. Mapata, M.M.
BTC adalah badan perdagangan semi pemerintah yang dipimpin Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die.
BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat yang kelak bersedia memberi barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, hingga teh.
Kapal Martin Behrnmern dari Isbrantsen Inc., contohnya, mengangkut barang-barang pesan BTC dan akan memuat barang ekspor RI. Namun, kapal tersebut dicegat Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priok, lalu muatannya disita.
Gunakan Perahu Layar dan Kapal Motor Cepat
Upaya menembus blokade Belanda untuk tujuan jarak relatif dekat seperti ke Singapura dan Malaya (Malaysia sebelum merdeka) dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat dari Sumatra. Upaya ini dilakukan secara sistematis oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor hingga akhir Perang Kemerdekaan (1949).
Tokoh kemerdekaan pelaksana penembusan blokade ini antara lain John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh, dan Chris Tampenawas. Dalam tugasnya, mereka berkucing-kucingan dengan patroli laut Belanda.
Badan Perwakilan di Negara Tetangga sebagai Perantara
Pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura bernama Indonesia Office. Badan perwakilan ini dipimpin Mr. Oetojo Ramela dengan staf Soerjono Daresman, Mr. Zairin Zain, Thaharudin Ahmad, Dr. Soeroso dan Dr. Tamtomo.
Badan hukum ini pada dasarnya merupakan perpanjangan RI terkait kepentingan politik di luar negeri. Namun, Indonesia Office juga diam-diam menjadi usaha pengendali blokade ekonomi Belanda dengan usaha perdagangan barter.
Indonesia Office bertindak sebagai perantara dengan para pedagang Singapura. Badan ini juga memperlancar aktivitas ekspor ke negara-negara Asia Tenggara lewat usaha penyediaan kapal.
(twu/erd)