Penyebab Kekacauan Ekonomi pada Awal Kemerdekaan RI dan Cara Mengatasinya

Penyebab Kekacauan Ekonomi pada Awal Kemerdekaan RI dan Cara Mengatasinya

Novia Aisyah - detikEdu
Rabu, 19 Okt 2022 10:00 WIB
Proklamasi kemerdekaan
Ilustrasi penyebab kekacauan ekonomi setelah kemerdekaan Indonesia. Foto: IPPHOS via Perpustakaan Nasional
Jakarta -

Pada awal kemerdekaan, Republik Indonesia mewarisi kondisi ekonomi yang amat memprihatinkan. Sebetulnya, sejak awal kemerdekaan pemerintah pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk keluar dari himpitan ekonomi.

Kendati demikian, menangani berbagai masalah ekonomi yang ada tidaklah semudah membalik telapak tangan. Ada berbagai faktor penyebab kekacauan perekonomian bangsa Indonesia pada waktu itu.

Kenapa Perekonomian Indonesia Kacau pada Awal Kemerdekaan?

Faktor penyebab kekacauan ekonomi pada awal kemerdekaan ada beberapa, di antaranya adalah pendudukan Jepang yang memeras sumber daya alam, romusha, perubahan dan perusakan lahan demi kepentingan perang, taktik bumi hangus, dan inflasi yang hebat.

Mengutip dari IPS Terpadu SMP Kelas IX oleh Anwar Kurnia, inflasi ini diakibatkan oleh mata uang Jepang yang beredar secara tidak terkendali. Pada waktu itu, pemerintah belum dapat menyatakan bahwa uang Jepang sudah tidak berlaku karena belum punya uang sendiri untuk menggantikannya.

Pemerintah RI pun mengakui tiga macam uang untuk sementara waktu, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang Jepang, dan mata uang pemerintah Hindia Belanda.

Cara Pemerintah Atasi Kekacauan Ekonomi pada Awal Kemerdekaan

Kondisi ekonomi waktu itu diperparah dengan blokade laut yang dilakukan Belanda sejak kedatangannya kembali ke Indonesia bersama Sekutu. Tujuan blokadenya pun jelas, yakni menghancurkan Indonesia melalui jalan perekonomian.

Oleh sebab itu, Menteri Keuangan saat itu, Ir. Soerachman mengeluarkan kebijakan pinjaman nasional yang disetujui BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat). Pinjaman ini direncanakan mencapai Rp 1 miliar dan dibagi ke dalam dua tahap.

Pinjaman tersebut direncanakan dikembalikan maksimal dalam waktu 40 tahun. Rupanya, rakyat menyambut baik kebijakan itu. Pemerintah berhasil mengumpulkan Rp 500 juta dari uang yang disetor rakyat melalui Bank Tabungan Pos dan pegadaian-pegadaian.

Namun, pada 6 Maret 1946 Belanda mengumumkan pemberlakuan uang NICA. Hal ini dimaksudkan untuk mengganti mata uang Jepang yang nilainya amat menurun.

Mengatasi akal-akalan Belanda itu, pemerintah mengingatkan rakyat bahwa hanya berlaku tiga mata uang di RI, sebagaimana sudah diumumkan pada 1 Oktober 1945.

Sebagai langkah lanjutan, pemerintah mengeluarkan uang kertas baru yang dinamakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Sejak itu, maka dilakukan penukaran mata uang Jepang dengan ORI.

Setiap 1.000 mata uang Jepang bisa ditukar dengan Rp 1 mata uang ORI. Kebijakan ini cukup memperbaiki situasi ekonomi, meski belum sepenuhnya.

Di samping mengeluarkan ORI, pemerintah juga membentuk BNI (Bank Negara Indonesia) pada 5 Juli 1946 dan kemudian mendirikan Banking and Trading Corporation (BTC).

BTC berhasil melakukan kesepakatan perdagangan dengan perusahaan swasta Amerika Serikat, Isbrantsen Inc. Mereka membeli barang-barang ekspor Indonesia. Sebaliknya, BTC juga memesan barang-barang Amerika Serikat.

Selanjutnya, pada Februari 1946, pemerintah berusaha mengatasi masalah ekonomi secara konseptual melalui Konferensi Ekonomi pertama. Kemudian, Konferensi Ekonomi kedua berlangsung pada 6 Mei 1946 yang diadakan di Solo.

Beberapa kebijakan Konferensi Ekonomi adalah mendirikan Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM) yang menjadi cikal bakal Bulog dan pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Tak hanya itu, Menteri Kemakmuran A.K. Gani juga membentuk Planning Board atau Badan Perancang Ekonomi pada 19 Januari 1947.



Simak Video "Jokowi Minta Masyarakat Belanja Sebanyak-banyaknya!"
[Gambas:Video 20detik]
(nah/rah)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia