Tidak semua orang pandai dalam bidang matematika. Bahkan, tak jarang kita menemui orang yang mengaku kesulitan dalam memahami konsep atau menyelesaikan soal matematika.
Biasanya, hal semacam ini pada kasus anak sekolah diselesaikan dengan penegasan pemahaman materi. Namun, rupanya tidak semua kesulitan matematika bisa diselesaikan dengan hal tersebut. Sebab, ada kondisi medis khusus yang dinamakan diskalkulia.
Salah satu orang yang mengalaminya adalah seorang perempuan asal Malaysia bernama Raja Fija.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bilangan Paling Misterius |
"Saya sudah mengalami situasi ini sejak sekolah dasar. Ini adalah suatu kondisi dan bukan penyakit, baik secara sadar maupun tidak sadar," ujar Fija, dikutip dari mStar.
Kebanyakan orang mungkin lebih familiar dengan disleksia ketimbang diskalkulia. Seperti apakah gangguan tersebut?
Mengenali Diskalkulia
Diskalkulia adalah gangguan belajar yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami informasi berbasis angka dan matematika. Dikutip dari Cleveland Clinic, penderita diskalkulia akan kepayahan dengan angka dan matematika karena otak mereka tak memproses konsep yang berhubungan dengan matematika, sebagaimana orang yang tak memiliki gangguan ini.
Walau demikian, perlu dicatat bahwa penderita diskalkulia tidak berarti kurang cerdas. Gejalanya biasa muncul saat masih anak-anak, utamanya saat belajar matematika dasar. Namun, banyak orang dewasa yang menderitanya juga tidak mengetahui akan kondisinya ini.
Gejala Diskalkulia
Gejala diskalkulia bergantung pada proses apa yang paling sulit dihadapinya. Selain itu, usia dan situasi yang paling kerap ditemui juga berpengaruh.
Jika dibagi berdasarkan usia, maka seperti ini kira-kira gejala kesulitannya:
1. Anak-anak (sebelum TK dan saat TK):
β’ Menghitung ke atas
β’ Menghubungkan suatu bilangan dengan benda yang banyak, contohnya menghubungkan bilangan 5 dengan banyak kelereng di depannya
β’ Mengenal angka dan simbol matematika
β’ Mengorganisir angka, seperti terbesar ke terkecil atau pertama sampai terakhir
β’ Mengenal dan menggunakan garis bilangan
β’ Belajar memakai uang
2. Anak usia SD:
β’ Menghitung jari dengan angka kecil
β’ Mengidentifikasi item dalam jumlah kecil hanya dengan melihat
β’ Melakukan penghitungan sederhana dengan memori
β’ Menghafal tabel perkalian
β’ Mengenali masalah matematika yang sama saat urutan angka atau simbol berubah
β’ Memahami masalah kata atau simbol lebih dari dan kurang dari
β’ Mengatur angka berdasarkan skala
3. Remaja dan dewasa:
β’ Menghitung mundur
β’ Memecahkan masalah kata
β’ Mengukur item
β’ Mengukur jumlah
β’ Menggunakan uang, memberi kembalian, dan menukar uang
β’ Memahami dan mengubah pecahan
Selain itu, seorang penderita diskalkulia juga bisa memperlihatkan gejala emosional saat berhadapan dengan situasi yang berkaitan dengan matematika, contohnya:
β’ Kecemasan
β’ Agitasi, marah, sikap agresif
β’ Ketakutan, termasuk takut pergi ke sekolah
β’ Gejala fisik seperti mual, muntah, sakit perut, dan lainnya.
Baca juga: Menikmati Matematika dan Secangkir Kopi |
Penyebab Diskalkulia
Pada kebanyakan kasus, terutama anak-anak, para ahli tidak benar-benar memahami kenapa diskalkulia dapat terjadi. Namun, ada bukti bahwa hal ini bisa diturunkan dalam keluarga, meski penelitian lebih lanjut dibutuhkan.
Para pakar juga memahami bahwa orang dengan diskalkulia cenderung punya perbedaan tertentu di beberapa bagian otak mereka. Perbedaan tersebut menunjukkan perkembangan dan koneksi lebih sedikit pada sel-sel otak di area yang berkaitan dengan angka dan kalkulasi. Meski begitu, para ahli belum mengetahui pasti kenapa perbedaan ini terjadi dan bagaimana hal tersebut menghasilkan gejala yang sedemikian rupa.
(nah/twu)