Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 2020 lalu sempat mengusulkan computational thinking menjadi kompetensi tambahan dalam pembelajaran.
Pada tahun yang sama, Ketua Bebras Indonesia, Inggriani Liem dalam acara Grow with Google di Perpustakaan Nasional RI (18/2/2020) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan hal ini. Menurutnya, computational thinking adalah kegiatan ekstrakurikuler yang mengedukasi anak supaya memiliki kemampuan problem solving di era digital.
"Karena nantinya kan banyak solusi yang lahir dalam bentuk aplikasi, software, maupun sistem komputer maka dibutuhkan computational thinking," kata dia, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (14/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, ketika seorang anak diperkenalkan dengan sistem komputer atau segala hal tentang platform digital, maka dibutuhkan juga compassion atau melakukan dengan hati nurani.
"Karena kalau semua di komputasi jadi robot tidak punya hati, bukan manusia," ujarnya.
Inggriani menambahkan, agar bisa menciptakan robot, maka yang dibutuhkan adalah kreativitas, inovasi, dan pemahaman tujuan pembuatan robot tersebut.
"Jadi computational thinking cuma platform, sistem computing kan ada manusianya," lanjutnya.
Konsep Computational Thinking
Mengutip dari BBC, computational thinking memungkinkan seseorang mengatasi masalah yang kompleks, memahami apa masalahnya, dan menghasilkan solusi yang memungkinkan.
Ada empat teknik dalam computational thinking, yaitu:
1. Dekomposisi: memecahkan masalah atau sistem yang kompleks menjadi bagian-bagian lebih kecil yang lebih mudah dikelola.
2. Mengenali pola: mencari kesamaan di antara dan di dalam masalah.
3. Abstraksi: fokus pada informasi yang penting saja dan mengabaikan detail yang tidak relevan.
4. Algoritma: mengembangkan solusi langkah demi langkah atau mengembangkan aturan yang harus diikuti untuk memecahkan masalah.
Sementara itu, dijelaskan dalam BCS, The Chartered Institute for IT, computational thinking adalah proses berpikir yang terlibat dalam pemecahan masalah, sehingga solusi yang dihasilkan dapat dijalankan secara efektif seperti yang dilakukan oleh komputer.
Kemampuan computational thinking menjadi sangat krusial pada dunia kerja abad 21 ini karena ada banyak aspek yang berbasis pada data.
Meskipun seseorang tidak bekerja di sektor pemrograman maupun komputer, computational thinking tetap menjadi kompetensi yang vital. Sebab, kemampuan tersebut bermanfaat di berbagai sektor, mulai dari bisnis, energi atau pertambangan, travel, pelayanan kesehatan, edukasi, hukum, dan lainnya.
(nah/kri)