Mengenal Sosok Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Cuma Ada 3

Anisa Rizki - detikEdu
Kamis, 06 Okt 2022 07:30 WIB
Foto: Dok. Buku Jenderal Tanpa Pasukan Politisi Tanpa Partai (grafitipers)/Mengenal Sosok Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Cuma Ada 3
Jakarta -

Di Indonesia, pangkat Jenderal Besar Bintang Lima menjadi pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pangkat tersebut tidak dapat diperoleh oleh sembarang Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Mereka yang memiliki pangkat Jenderal Bintang Lima merupakan Perwira Tinggi yang berjasa terhadap bangsa dan negara. Hal ini tersemat dalam Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997, berikut bunyinya.

"Pangkat Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia, Laksamana Besar Tentara Nasional, dan Marsekal Besar Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan kepada Perwira Tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya dan Tentara Nasional pada khususnya."

Dalam pasal tersebut dijelaskan juga bahwa pemberian pangkat diberikan oleh Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kini menjadi TNI.

Adapun mengenai jasa yang disebut dalam ketentuan yang memperoleh pangkat, yaitu:

Perwira Tinggi terbaik yang tidak pernah mengenal berhenti dalam perjuangannya dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.

Perwira Tinggi terbaik yang pernah memimpin perang besar dan berhasil dalam pelaksanaan tugasnya.

Perwira Tinggi terbaik yang telah meletakkan dasar-dasar perjuangan ABRI.

Sejak tahun 1997 hingga saat ini, pangkat Jenderal Besar di Indonesia baru diberikan kepada 3 Perwira Tinggi, yaitu Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Jenderal Besar Soeharto, dan Jenderal Besar Sudirman.

Lantas, bagaimana profil dari ketiga Jenderal Bintang Lima itu? Berikut ulasannya.

1. Jenderal Abdul Haris Nasution

AH Nasution dianugerahi pangkat kehormatan menjadi Jenderal Besar TNI sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 46/ABRI/1997, pada 30 September 1997.

Berdasarkan laman resmi Pusat Sejarah TNI, AH Nasution lahir di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada 3 Desember 1918. Ia merupakan putra kedua dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.

Menilik riwayat pendidikannya, AH Nasution menyelesaikan studi di Hollandsche Inlandsche School (HIS) pada tahun 1932. Setelahnya ia melanjutkan studi ke Sekolah Raja Hoofden School atau sekolah pamong praja di Bukit Tinggi.

Lalu, di tahun 1935 Nasution melanjutkan pendidikannya di Hollandsche Inlandsche Kweekschool (HIK), yaitu Sekolah Guru Menengah di Bandung. Selanjutnya, ia mengikuti ujian Algemene Middlebaare School B (AMS) di Jakarta, dan pada 1938 ia mendapat dua ijazah sekaligus.

Setelah menyelesaikan studinya, Nasution lalu menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Sayangnya, profesi tersebut kurang cocok untuknya, sehingga ia mulai tertarik berkecimpung di bidang militer dengan mengikuti rangkaian pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada 1940-1942.

Seusai menjalani studi militernya, Nasution diangkat menjadi vaandrig atau pembantu letnan calon perwira dan ditempatkan di Batalion 3 Surabaya, Kebalen. Saat Perang Dunia II, Batalion 3 ditugasi untuk mempertahankan pelabuhan Tanjung Perak.

Pasca kemerdekaan Indonesia, pemerintah membentuk Tentara Keamanan Rakyat atau TKR. Nasution lantas diangkat menjadi kepala staf komandemen TKR I/Jawa Barat. Ia bertugas menyusun organisasi dan administrasi.

Lalu, di tahun 1948 dirinya menjabat sebagai Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), kariernya kian melejit hingga menjadi Jenderal Mayor dan menjabat Panglima Divisi III/TKR Priangan yang juga dikenal menjadi Divisi I/Siliwangi.

Pada 10 Desember 1949, Nasution diangkat menjadi kepala staf angkatan darat (KSAD). Ia sempat dinonaktifkan akibat konflik antara Angkatan Darat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena dianggap terlalu jauh mencampuri masalah internal Angkatan Darat.

Selama berkiprah di militer, Nasution memiliki sejumlah peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Ia merupakan sebagai peletak dasar perang gerilya melawan Belanda saat memimpin pasukan Siliwangi pada masa Agresi Militer I Belanda.

Selain itu, Nasution juga menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada 1965 dan menjadi salah satu target peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S PKI). Meski selamat, anak bungsunya yakni Ade Irma Suryani menjadi korban dari tragedi berdarah tersebut.

AH Nasution wafat pada 6 September 2000 akibat menderita stroke dan berujung koma. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Klik halaman berikutnya


(nwy/nwy)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork