Bank Dunia mengumumkan adanya risiko resesi global pada 2023. Berdasarkan penyebab dan risikonya, apa yang akan terjadi pada resesi 2023?
Pada dasarnya, resesi ekonomi adalah kondisi saat perekonomian negara tengah memburuk. Dikutip dari situs Otoritas Jasa Keuangan, resesi terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, hingga pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Penyebab Resesi 2023
Bank Dunia mencatat, resesi 2023 dipicu keadaan saat bank-bank sentral seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inflasi adalah proses meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus. Ada beragam pemicu inflasi, contohnya seperti pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina yang menyulitkan rantai pasokan komoditas yang diperlukan berbagai negara.
Investor dunia mengharapkan bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan moneter global hingga hampir 4 persen hingga 2023. Kenaikan ini mencapai lebih dari 2 poin persentase di atas rata-rata 2021.
Studi Bank Dunia mendapati, kenaikan suku bunga tersebut dapat membuat tingkat inflasi inti global, tidak termasuk energi, mencapai sekitar 5 persen pada tahun 2023, kecuali gangguan pasokan dan tekanan pasar tenaga kerja bisa mereda. Angka ini hampir dua kali lipat rata-rata inflasi lima tahun sebelum pandemi.
Sementara itu, untuk memotong inflasi global ke tingkat yang konsisten dengan target mereka, bank sentral diperkirakan perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase.
Jika penaikan suku bunga tersebut disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023. Artinya, ada kontraksi 0,4 persen per kapita. Nah, kondisi inilah yang secara teknis dimaksud dengan resesi global.
Di samping naiknya suku bunga, krisis keuangan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang disebut dapat memicu resesi 2023 bertahan lama.
Apa Risiko yang Dapat Terjadi saat Resesi 2023?
World Bank Group President David Malpass menuturkan, resesi 2023 berisiko membuat pertumbuhan global melambat.
Sejumlah dampak resesi yang berisiko dialami masyarakat di antaranya yakni kenaikan harga kebutuhan sehari-hari termasuk makanan, pemutusan kerja, kenaikan harga pasokan energi, dan naiknya angka kemiskinan.
"Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi," kata Malpass, dikutip dari laman World Bank.
Baca juga: 4 Resesi Ekonomi Global dari Masa ke Masa |
Ia menuturkan, pada resesi 2023, ada upaya yang dapat terjadi untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi.
"Untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah, stabilitas mata uang dan pertumbuhan yang lebih cepat, para pembuat kebijakan dapat mengalihkan fokus mereka dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi," katanya.
"Kebijakan harus berusaha untuk menghasilkan investasi tambahan dan meningkatkan produktivitas dan alokasi modal, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan," sambung Malpass.
World Bank Acting Vice President for Equitable Growth, Finance, and Institutions Ayhan Kose lebih lanjut menjelaskan, pengetatan kebijakan moneter dan fiskal belakangan telah membantu mengurangi inflasi.
Namun, kondisi yang terhubung di seluruh negara dapat saling memperparah dalam memperketat kondisi keuangan dan mempertajam perlambatan pertumbuhan global. Untuk itu, perlu komunikasi antarnegara sambil menjaga independensi masing-masing.
Ia menjelaskan, mengantisipasi resesi 2023, para pembuat kebijakan antara lain perlu memperkuat cadangan devisa, memberi bantuan pada rumah tangga yang rentan, menfasilitasi realokasi pekerja yang diputus kerja.
Di samping itu, sambungnya, perlu juga percepatan transisi ke sumber energi rendah karbon, pengenalan langkah konsumsi energi, dan penguatan jaringan perdagangan global agar tidak terhambat.
(twu/erd)