Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan, turut menyorot kasus konten prank lapor Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan pasangan artis Baim Wong dan Paula Verhoeven. Menurutnya, KDRT merupakan urusan serius dan bukan candaan yang dapat dinormalisasi.
"Selain tidak punya empati pada korban, menjadikan kasus KDRT sebagai candaan juga berpotensi melanggengkan budaya kekerasan," kata dia, dikutip dari laman kampus, Selasa (4/10/2022).
Radius menjelaskan, walaupun pada awalnya konten yang dibuat bertujuan menciptakan situasi supaya tidak panik di tengah viralnya kasus KDRT yang menimpa figur publik, tetapi konten tersebut akan terasa menjengkelkan saat semua yang diucapkan tidak benar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dosen UM Surabaya ini menyatakan, menjadikan pelaporan KDRT sebagai sebuah konten prank tak hanya memperlihatkan kenihilan empati dan ketiadaan rasa menghargai korban, tetapi juga menghadirkan potensi adanya victim blaming atau sikap menyalahkan korban.
Sebelumnya, Baim Wong dan Paula Verhoeven membuat video prank polisi seakan-akan hendak melaporkan KDRT. Keduanya pun menuai kecaman, dilaporkan ke polisi oleh ormas Sahabat Polisi Indonesia, dan berujung mencabut konten serta minta maaf kepada pihak kepolisian.
Bahaya Normalisasi KDRT
Radius menerangkan, hal yang paling ditakutkan ketika KDRT dinormalisasi adalah, apabila ada seseorang yang melaporkan dan memang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, yang bersangkutan bisa jadi tidak dipercaya. Hal ini merupakan akibat dari KDRT yang terlalu kerap dipakai sebagai bahan candaan.
Akademisi tersebut berpesan untuk tidak menjadikan KDRT sebagai bahan candaan. Dia juga menilai pemerintah dan masyarakat sudah waktunya untuk bersama-sama menegaskan zero tolerance atau tidak ada toleransi terhadap kekerasan.
"Artinya tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap tindakan kekerasan terhadap perempuan, baik dalam keluarga masyarakat dan negara," pungkas dosen UM Surabaya tersebut.
(nah/rah)