Pada zaman penjajahan Belanda, pemerintah kolonial menganut politik pintu terbuka. Dijelaskan dalam Sejarah SMP Kelas VII karya Moh. Suryana, politik pintu terbuka adalah kebijakan untuk membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pengusaha swasta asing supaya bisa menanamkan modalnya di wilayah Hindia-Belanda.
Politik pembangunan tersebut mengizinkan modal dan barang produksi negara asing untuk masuk dengan syarat-syarat yang sama seperti modal dan barang produksi pemerintah kolonial Belanda sendiri. Demikian diterangkan dalam Budaya Visual Indonesia oleh Agus Sachari.
Dampak Politik Pintu Terbuka
Politik pintu terbuka yang diterapkan sejak 1870-an mengakibatkan perkembangan ekonomi kolonial yang pesat dan menimbulkan perluasan jabatan besar-besaran di jajaran pemerintah penjajah Belanda. Bersamaan dengan hal ini, pembangunan di luar Pulau Jawa pun telah dimulai, sehingga konsep Pax Neerlandica bisa segera diwujudkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, kebijakan itu mendapat banyak tentangan dari para politikus Belanda karena membuka peluang bagi negara-negara lain, utamanya Jepang, untuk menanamkan modal di Nusantara.
Pada awal abad 20, beberapa dekade pasca diberlakukannya politik pintu terbuka, perkebunan dan pertambangan besar yang dijalankan teknologi dan sistem organisasi kerja lebih maju mulai bermunculan. Produk-produk yang dihasilkan lebih ditargetkan untuk tujuan ekspor dan dikendalikan pengusaha yang berkedudukan di negeri Belanda.
Dampak dari perkembangan ini adalah tumbuhnya industri perkapalan, pembangunan pelabuhan, pembuatan jalan aspal yang bagus, perluasan jaringan kereta api, pertumbuhan kantor perdagangan, juga berbagai unsur pendukungnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Fruin (1946), perkembangan tersebut juga memicu timbulnya kebutuhan pegawai yang terdidik, sehingga dibutuhkan pembangunan sarana pendidikan yang lebih besar.
Itulah dampak politik pintu terbuka bagi penjajah Belanda. Menambahkan dari Seri IPS Sejarah SMP Kelas VIII tulisan Prawoto, modal asing yang didapat dari konsep ini digunakan dalam bidang pertambangan, perhubungan, dan perkebunan.
(nah/lus)