Negatif Tidak Selalu Buruk

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Negatif Tidak Selalu Buruk

Rachmat Hidayat - detikEdu
Kamis, 22 Sep 2022 08:00 WIB
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat adalah grand mentor di Ngajimatematika. Seorang guru matematika yang sekarang diamanahi menjadi kepala sekolah di SMP AL FURQAN MQ TEBUIRENG. Pemerhati pendidikan matematika di Indonesia
Negatif tidak selalu buruk
Foto: Getty Images/iStockphoto/Blankstock
Jakarta -

Dalam beberapa kesempatan pelatihan matematika untuk guru-guru, saya sering membuat pertanyaan seperti 7 ditambah berapa yang sama dengan 5. Selalu ada jeda antara lima sampai sepuluh detik sebelum akhirnya guru-guru menyadari bahwa jawabannya adalah negatif dua (-2). Jeda ini seolah menandakan bahwa ada detik-detik dimana mereka seolah tidak menemukan jawabannya.

Kita mungkin heran mengapa bahkan guru sekali pun tidak segera menyadari bilangan negatif. Tapi sebenarnya hal itu wajar bagi kita semua. Sebab otak kita terbiasa bekerja dengan bilangan asli (1,2,3 dst). Selain itu otak kita juga sering mengasosiasikan penjumlahan selalu menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Jadi pertanyaan 7 ditambah berapa yang sama dengan 5 (di mana 5 lebih kecil dari 7) seakan menjadi sedikit tidak masuk akal.

Sejarah Bilangan Negatif

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukti sejarah juga mendukung bagaimana otak kita memang tidak terbiasa dengan bilangan negatif. Manusia sudah sejak lama menemukan bilangan asli. Mereka menggunakannya untuk berbagai macam keperluan mulai dari barter, jual beli sampai pengukuran. Puluhan ribu tahun berlalu sejak bilangan digunakan, manusia masih tidak memahami berapa hasil dari 5 dikurangi 7. Beberapa orang menganggap bahwa operasi tersebut tidak masuk akal. Misalkan, tidak mungkin mengambil 7 jeruk dari piring yang hanya berisi 5 jeruk. Oleh sebab itu butuh waktu lama sekali sampai bilangan negatif disadari keberadaannya oleh manusia.

Lantas mengapa negatif pada akhirnya ditemukan? Sebab semakin kompleksnya perhitungan yang manusia gunakan. Dalam jual beli, misalkan ada dua penjual tomat. Kedua penjual bermodal 10.000. Penjual pertama berhasil menjual tomat seharga 12.000. Sedangkan penjual kedua hanya berhasil menjual tomat seharga 8.000. Kita tahu bahwa ada selisih 2.000 pada kedua penjual. Masalahnya penjual pertama mengalami keuntungan sedangkan penjual kedua mengalami kerugian. Sehingga dalam pembukuannya tidak mungkin keduanya sekadar ditulis 2000. Nah, di sini lah bangsa Cina menemukan solusinya. Keuntungan penjual pertama 2.000 ditulis dengan warna merah, sedangkan kerugian penjual kedua sebesar 2000 ditulis dengan warna hitam. Mengapa? Sebab mereka percaya warna merah berarti keberuntungan (positif), sedangkan hitam berarti sial (negatif). Itu lah bagaimana bilangan negatif mulai digunakan.

ADVERTISEMENT

Sejak saat itu manusia semakin sering mengasosiasikan bilangan negatif dengan berbagai hal buruk lainnya. Selain untuk menunjukkan kerugian, negatif juga menandakan utang, nilai jelek, ruang bawah tanah, dan lain-lain. Tidak ada orang yang suka ketika saldo di kasnya menunjukkan tanda negatif. Tidak ada satupun tim sepakbola yang senang ketika goal difference (goal yang dimasukkan - goal yang diterima) bernilai negatif. Nomor ruang-ruang bawah tanah yang gelap dan anyir seringkali ditandai dengan tanda negatif.

Klik halaman selanjutnya

Negatif dalam Matematika

Saya sering menemukan siswa saya menjadi ragu dengan hasil pekerjaan matematika mereka ketika hasil akhirnya menunjukkan bilangan negatif. Seringkali mereka akan melakukan pengecekan ulang untuk memastikan mereka tidak salah hitung. Mereka juga sering dengan ragu bertanya apakah tidak masalah jika hasil akhir perhitungan mereka itu bernilai negatif. Seolah negatif itu bukan bagian dari bilangan yang mereka cari.

Sejatinya tidak ada baik atau buruk dalam bilangan. Baik negatif atau positif sama-sama bilangan yang berada pada garis bilangan. Bilangan positif tidak berarti lebih baik dari bilangan negatif. Otak kita lah yang memberikan persepsi demikian. Padahal sejatinya karena ada bilangan negatif operasi seperti 5 dikurangi 7 menjadi masuk akal dan jelas. Karena bilangan negatif pula pembukuan di kas kita menjadi lebih jelas antara untung dan ruginya. Sebab negatif pula pengukuran untuk suhu dan ketinggian permukaan tanah lebih mudah dipahami.

Negatif dalam Emosi Manusia

Sayangnya kita membawa kesan buruk tentang negatif ke dalam kehidupan kita. Perilaku-perilaku buruk dianggap sebagai negatif. Emosi yang sering kali tidak diinginkan biasa disebut emosi negatif. Saat kita marah, sedih atau kecewa, atau mengalami emosi negatif lainnya orang menganggap kita sebagai orang yang negatif atau buruk. Padahal sejatinya emosi-emosi negatif kita, sebagaimana bilangan negatif dalam matematika, tidak selalu berarti buruk, justru seringkali malah bermanfaat.

Kita semua pasti mendambakan setiap hari yang kita lalui dipenuhi dengan banyak emosi yang positif. Tersenyum bahagia, merasa puas, bahkan sampai jatuh cinta. Padahal dalam hidup manusia butuh pelajaran. Di situ lah emosi negatif banyak mengambil peran. Emosi negatif seperti ketakutan sering kali merupakan mekanisme kita untuk dalam perlindungan diri. Sudah jamak kita sadari manusia semakin berhati-hati ketika ia mengalami ketakutan. Sedangkan kemarahan di satu sisi adalah cara otak untuk memaksa kita menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi. Saat kita merasa sedih seringkali kita menjadi lebih memahami diri sendiri dan orang yang kita cintai.

Pada akhirnya, sebagaimana dalam sebuah garis bilangan, bilangan positif terus merentang ke sisi kanan sampai tak hingga dan bilangan negatif merentang ke arah sebaliknya. Keduanya, baik bilangan positif dan bilangan negatif bersama-sama melengkapi garis bilangan menjadi seutuhnya. Begitu pula emosi negatif dan positif dalam diri kita. Kita tak akan mampu menjadi orang yang terus-menerus tersenyum bahagia. Emosi negatif hadir dan mengisi bagian hati kita agar kita terus bertambah dewasa. Percayalah, hanya karena kita memiliki emosi negatif tidak serta merta menjadikan kita sebagai manusia negatif pula.


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads