Selain mendapatkan gelar Pemimpin Besar Revolusi dan Penyambung Lidah Rakyat, sepertinya Bung Karno sangat pantas bila digelari juga Bapak Ilmu Pengetahuan. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat percaya bahwa ilmu pengetahuan adalah fondasi kemajuan. Pesan-pesan yang disampaikannya melalui pidato dan tulisan banyak mengingatkan kita tentang pentingnya ilmu pengetahuan untuk kemajuan pribadi dan bangsa.
Bung Karno memiliki jiwa high-modernist yang menurut James C. Scott (1998) memiliki keyakinan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk melakukan perubahan. Kualitas seseorang ditentukan oleh akumulasi pengetahuan yang dimilikinya dan kualitas sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kapasitas pengetahuan para pemimpin dan penduduknya.
Baca juga: Tentang Angka 1 |
Dalam sejarah ada beberapa tokoh dunia yang berasal dari masyarakat kelas bawah kemudian naik tahta menjadi kepala negara dengan berbekal pengetahuan seperti Stalin, Hitler, Gandhi, dan Mao. Para founding father seperti Sukarno, Hatta, dan Tan Malaka Berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Bahkan Tan Malaka baru bisa melunasi utang bekas studinya ke Belanda setelah beberapa tahun lulus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semasa SMA Sukarno sudah membaca karya para ideolog besar termasuk Das Kapital karya Karl Marx yang tebalnya 2000 halaman dilalap habis. Padahal buku yang dianggap "kitab suci" oleh orang komunis ini jarang sekali yang mampu menamatkannya termasuk senior partai komunis internasional sekali pun.
Keluasan ilmu pengetahuan Bung Karno salah satunya bisa dibuktikan dalam Indonesia Menggugat. Pledoi setebal 143 halaman yang beliau sampaikan di pengadilan Belanda, merujuk tidak kurang dari 70 referensi dalam tujuh bahasa. (Belanda, Inggris, Jerman,Perancis, Indonesia, Sunda, dan Jawa). Ada 118 nama, yang terdiri dari pengarang, tokoh, dan pejabat yang memiliki otoritas dalam bidangnya masing-masing yang pendapatnya dia kutip. Catatan kaki sebanyak 195 yang sebagian besar berisi rujukan pada data bibliografis.
Sukarno bukan pembelajar yang dogmatis, akan tetapi pembelajar yang merdeka, tidak the book thinking akan tetapi out of the book bahkan out of the box. Dari hasil membaca inilah Bung Karno membangun pengetahuan yang kelak akan dijadikan modal utamanya dalam berkiprah di dunia politik.
Bung Karno memiliki kepiawaian menulis yang luar biasa, menulis tidak kurang dari 500 karangan (sebagian terdokumentasi dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi). Sebagian besar ditulis dalam tajuk rencana. Dalam 15 menit ia dapat menyelesaikan sebuah artikel yang terdiri dari 1000 kata. Koran yang memuat tulisan Sukarno di antaranya, Suluh Indonesia Muda, Persatuan Indonesia, Banteng Priangan, Bintang Timoer, Bendera Islam, Oetoesan Hindia, Fadjar Asia, Sinar Hindia, dan Fikiran Rakjat.
Sukarno menulis dengan gaya bahasa agitasi yang garang berapi-api, bagaikan badai yang mengamuk disertai dengan gemuruh petir. Tentu saja dengan tujuan untuk membangunkan kesadaran masyarakat yang kemudian mendorongnya untuk bergerak.
Mayoritas masyarakat mengenal Bung Karno karena pidatonya sehingga dijuluki singa podium, apabila berpidato selalu memukau. Bung Karno sangat pandai menguasai jiwa massa, bukan hanya menguasai teknik retorika akan tetapi juga karena isinya yang bernas dan berbobot. Tentu saja itu semua hasil dari pengetahuannya yang luas dan mendalam.
Bung Karno berkata dengan hati dan pikirannya yang juga diterima oleh hadirin dengan pikiran dan hati. Jiwanya larut dalam kata-kata yang diucapkannya sehingga menggetarkan dan mengharu biru. Kata-katanya bagaikan sihir yang menggetarkan kesadaran para pendengar. Suaranya adalah pancaran dari kekuatan kepribadiannya. Bung Karno memiliki karisma yang terbentuk dari gabungan antara wibawa dan pesona, ilmu dan karakter, pikiran dan tekad.
Selain memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam Bung Karno juga memiliki keyakinan yang kuat tentang masa depan Indonesia. Keyakinan yang didasarkan pada perpaduan antara kekuatan spiritual dan daya analisis yang tajam berbasis pada berbagai macam fakta dan data tentang dinamika politik global, terutama tentang perang Asia-Pasifik. Sukarno sangat meyakini sekutu akan mengalahkan Jepang dan di situlah Indonesia bisa menyatakan kemerdekaannya.
Kegilaan Sukarno pada ilmu pengetahuan terpicu pada saat bertemu dengan HOS Tjokroaminoto-yang dijuluki Raja Tanpa Mahkota oleh Belanda-yang menurutnya seorang tokoh yang mempunyai daya cipta tinggi dan seorang pejuang yang mencintai tumpah darahnya. "Aku adalah muridnya" kata Sukarno.
Tjokro memberikan buku-bukunya-miliknya yang paling berharga-kepada Sukarno supaya dibaca dan dipelajari. Akumulasi pengetahuan tentang kehidupan ideal dari buku-buku yang dipelajarinya mulai berbenturan dengan kenyataan pahit yang dihadapi oleh bangsanya, maka fajar kesadaran mulai menyingsing dalam jiwanya. Oleh karena itu Sukarno mulai mundur dari gelanggang kehidupan, karena merasa bahwa kenyataan-kenyataan yang dilihatnya seolah-olah hanyalah kehampaan dan kemelaratan.
Ia akhirnya memasuki "dunia pemikiran"dan menjadikan buku-buku sebagai teman sejatinya. Dalam dunia kerohanian dan dunia yang lebih kekal inilah ia menemukan kenyamanannya, "Buku-buku menjadi temanku," katanya. Bung Karno membaca dan menguasai karya-karya orang besar atau tokoh dunia pada waktu itu seperti Thomas Jefferson, George Washington, Paul Revere, Abraham Lincoln, Gladstone dari Inggris yang ditambah dengan pemikiran Sidney dan Beatrice Webb yang mendirikan Gerakan Buruh Inggris.
Dia pun berdialog secara imajiner dengan Mazzini, Cavour dan Garibaldi dari Italia. Dia juga membaca karya Otto Bauer dan Adler dari Austria. Ia juga melahap karya Karl Marx, Friedrich Engels dan Lenin dari Rusia. Dia membaca karya Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand dan Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis. "Sebagai pemuda aku mula-mula menghisap kata-kata yang tertulis dari negarawan-negarawan besar di dunia, kemudian kuminum ucapan-ucapan dari para pemimpin besar dari bangsa kami, lalu menggodok semua ini dengan falsafah dasar yang digali dari hati rakyat Marhaen."
Sukarno memperlihatkan penguasaan dan penghayatan yang luar biasa terhadap buku-buku yang berisi pemikiran-pemikiran besar seperti di atas, bahkan Sukarno sampai bisa mengkritisi pemikiran Karl Marx dengan mengatakan bahwa, "Marx sendiri tidak bisa menemukan bagian terbesar dari teori-teori itu. Marx juga tidak bisa menerjemahkan teori-teorinya ke dalam suatu bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat."
Pengetahuan Sukarno tidak hanya berisi pemikiran orang-orang besar seperti disebut di atas, akan tetapi ia pun sangat hafal dan memahami kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana yang memuat kisah-kisah Hindu klasik.
. Akan tetapi Bung Karno juga mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan bukanlah untuk ilmu pengetahuan belaka, tetapi "Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada praktek hidup manusia, atau prakteknya bangsa, atau praktek hidupnya dunia kemanusiaan."(Pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa di UGM, 19 September 1951).
* Suherman, Analis Data Ilmiah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
(pal/pal)