Pecahnya perang Rusia-Ukraina menarik perhatian para ilmuwan tanah dunia. Prof. Budiman Minasny, ahli tanah dari University of Sydney, Australia, menyebut Rusia berupaya menaklukkan Ukraina karena tak ingin 'emas hitam' yang dulu pernah menjadi wilayahnya dikuasai Eropa. Emas hitam adalah julukan untuk tanah hitam alias black soil. Ia tanah super yang paling subur dan produktif di dunia.
Rusia merupakan negara tempat lahirnya peletak dasar ilmu tanah dunia, Vasily Vasilievich Dokuchaev (1846-1903). Ahli geografi itu memberi nama tanah hitam yang tersebar di Ukraina dengan sebutan Chernozem. Kata itu diambil dari Bahasa Rusia yaitu chorniy yang bermakna hitam dan zemlya yang artinya tanah atau bumi.
Menurut VV Dokuchaev, setiap tanah adalah unik, yang dibentuk oleh kombinasi iklim, organisme hidup, bahan induk, dan bentuk topografi yang prosesnya berjalan seiring waktu. Dokuchaev yang memimpin Sekolah Tinggi Ilmu Tanah di Rusia sejak 1887 terus mempopulerkan konsep baru tentang proses pembentukan tanah ke segala penjuru dunia. Konsep yang diperkenalkan Dokuchaev membuatnya diakui sebagai Bapak Ilmu Tanah Dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Chernozem di Rusia akhirnya diadopsi oleh Food Agriculture Organization (FAO) yang menciptakan sistem klasifikasi sendiri yang berlaku secara global. Amerika Serikat (AS) yang tidak mengadopsi nomenklatur klasifikasi tanah Rusia kemudian menyebut Chernozem sebagai Mollisols. Mollisols berasal dari bahasa Latin mollis yang berarti lunak dan sol yang bermakna tanah.
Penopang pertanian
Tanah hitam tersebut menjadi penopang pertanian di Rusia, Amerika, dan Eropa. Produktivitas jagung, kedelai, dan gandum mereka tinggi tanpa memerlukan banyak input pupuk dan kapur karena komoditas tersebut tumbuh di atas tanah hitam. Harga pangan dari negara-negara yang memiliki tanah hitam yang luas menjadi murah karena biaya produksi rendah. Produk pangan yang tumbuh di atas tanah hitam mampu bersaing di pasar dunia sehingga menguasai pasar ekspor.
Tanah hitam seperti namanya berwarna hitam. Warna itu ekspresi dari kandungan bahan organik yang tinggi yang lazim disebut humus. Paling tidak sebuah tanah disebut tanah hitam jika memiliki ketebalan bahan organik minimal 25 cm. Di Ukraina, ketebalan tanah hitam dapat mencapai beberapa meter. Umumnya tanah hitam diselimuti vegetasi padang rumput tebal di atasnya.
Humus merupakan molekul kompleks yang mengandung asam organik. Ia terbentuk setelah dekomposisi bagian tanaman dan dicerna oleh organisme tanah. Humus mampu menahan air dengan baik sehingga menjaga kelembapan tanah. Humus juga mampu memegang nutrisi seperti kalsium, magnesium, kalium, nitrogen, fosfor, belerang, besi, mangan, seng, dan tembaga sehingga nutrisi tersebut tidak mudah tercuci oleh air hujan. Tanah yang kaya humus dapat menjaga tanah tetap produktif di musim kemarau. Tanah hitam tidak membutuhkan banyak pupuk tambahan atau kondisioner tanah sehingga dapat menghasilkan panen yang baik sepanjang dikelola secara berkelanjutan.
Seperempat Chernozem di dunia berada di Ukraina, dan 68% wilayah Ukraina termasuk tanah hitam. Chernozem membentang di dua sabuk tanah hitam utama di dunia, di stepa Eurasia dari Ukraina ke Rusia, dan di padang rumput Great Plains di Amerika Utara. Tanah serupa juga terbentang di wilayah yang luas di pampas Argentina.
Baca juga: Riset dan Birokrasi Kita |
Tanah Hitam di Indonesia
Indonesia juga memiliki tanah hitam, yang luasnya sekitar 6,3 juta hektar. Tanah hitam tersebar dari Aceh, Jatim, NTB, NTT, Sulsel, Sultra, Sulteng, Gorontalo, Sulut, Maluku, Malut, hingga Papua.
Selama ini tanah hitam di Indonesia menjadi penopang utama pertanian rakyat di daerahnya masing-masing yang memang minim pemupukan. Berkat bertani di tanah hitam, mereka tetap mampu berproduksi dengan baik meskipun tidak dapat mengakses pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah. Di Indonesia tanah hitam menjadi areal lahan sawah, lahan tegalan, serta kebun. Petani mampu mendapatkan hasil panen tinggi dan tambahan pendapatan meskipun bertani tanpa input dari luar yang tinggi.
Mitigasi Iklim
Sejak 2017 kesadaran masyarakat dunia terhadap pentingnya menjaga tanah hitam semakin tinggi. Tanah hitam bukan hanya memasok pangan dunia, tetapi juga penting dalam upaya dunia beradaptasi dan mitigasi perubahan iklim karena kandungan bahan organik yang tinggi. Beberapa negara-termasuk Indonesia sebagai salah satu pendiri-membentuk International Network of Black Soils (INBS) di bawah koordinasi FAO. Pada Juni 2022 bahkan terbentuk International Research Institution of Black Soils.
INBS melalui para ilmuwan tanah di setiap negara melakukan pemetaan tanah hitam di dunia, mengidentifikasi pemanfaatan tanah hitam di dunia serta menggali pengalaman lokal pengelolaan teknologi yang berkelanjutan. Setiap negara saling berbagi informasi untuk mengetahui kesenjangan hasil yang mungkin saja terjadi pada setiap komoditi yang dikembangkan di tanah hitam.
Mengingat pentingnya peran tanah hitam, teknologi pengelolaan lahan yang baik dibutuhkan agar kelestarian tanah terjaga. Tentunya formulasi teknologi ini diawali dengan re-identifikasi, re-karakterisasi tanah hitam. Pengelolaan lahan berkelanjutan adalah kunci penting untuk mensinergikan produktifitas yang tinggi, kelestarian tanah dan lahan, serta peningkatan pendapatan petani.
Saat ini, isu tanah hitam di Indonesia masih belum banyak yang menyadari bahkan publikasi hasil riset pun masih sangat sedikit. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanah hitam perlu digencarkan. Selain itu, sinergi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan diperlukan untuk memanfaatkan secara bijak dan melindungi tanah hitam dari kepunahan yang mungkin saja terjadi.
Hilangnya Chernozem
Tanah hitam perlu dijaga karena tragedi hilangnya tanah hitam pernah terjadi di dunia yang disebut dust bowl. Ketika itu pada 1930 terjadi bencana besar di Great Plains Amerika Serikat dan Kanada yang menghilangkan Chernozem sehingga terjadi kelaparan berkepanjangan. Hal tersebut bermula dari pembukaan hutan serta padang rumput yang di bawahnya berupa tanah hitam. Pembajakan tanah tanpa penutupan lahan memicu terjadinya aeolian, yaitu erosi oleh tenaga angin. Aeolian terjadi pada musim kering menimbulkan badai debu parah yang berkepanjangan sehingga penduduk terpaksa meninggalkan lahan.
Angin meniup lapisan atas tanah terbaik di dunia itu menjadi debu berbahaya. Awan debu menggelapkan langit hingga ribuan mil jauhnya. Mirip dengan debu yang berasal dari letusan gunung berapi ketika terjadi letusan. Ratusan ribu petani meninggalkan ladang mereka dan pindah ke California dan Oregon untuk memulai hidup baru. Buku pemenang Hadiah Pulitzer John Steinbeck, The Grapes of Wrath, menggambarkan peristiwa tersebut. Banyak film juga dibuat tentang karena tragedi tersebut.
Bencana seperti dust bowl atau bencana antropogenis lain seperti perang jangan sampai menghilangkan tanah terbaik di dunia. Mari kita jaga tanah hitam agar mampu melayani jasa lingkungan seperti menyediakan pangan sehat, air bersih, udara bersih, dan sumber daya terbarukan lain yang berkelanjutan.***
*** Destika Cahyana, M.Sc turut berkontribusi dalam artikel ini
(pal/pal)