Untuk itu, kompromi sering dijadikan sebagai opsi terakhir ketika permasalahan sudah berada di ujung tanduk. Dalam hal ini, kompromi menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan kepentingan dari setiap pihak.
Mengutip buku Vernacular Accounting oleh Habermas, kompromi dapat membantu setiap pihak untuk menemukan solusi yang dianggap dapat menguntungkan atau tidak ada satu pun pihak yang merasa dirugikan. Dengan tujuan meminimalisir konflik, tindakan kompromi perlu diambil dengan penuh tanggung jawab.
Sifat-sifat Kompromi
Meski dianggap sebagai jalan tengah, menurut Elizabeth Doty dalam buku Cara Cerdas Berkompromi, kompromi dapat bersifat sehat dan tidak sehat. Kompromi yang sehat terjadi karena tindakan tersebut merupakan bagian dari rencana yang telah dimatangkan sekaligus menuntut seseorang untuk beradaptasi terhadap tekanan apa pun.
Sebaliknya, kompromi yang tidak sehat biasanya akan menimbulkan kegelisahan dan juga rasa kecewa, bahkan penyesalan. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran yang muncul akan adanya kerugian bagi diri sendiri.
Sejatinya, kompromi yang tidak sehat berasal perasaan yang hadir ketika seseorang melanggar komitmennya sendiri. Sebab itu, diperlukan akal pikiran yang jernih dan menghilangkan segala emosi dalam diri.
Baca juga: 3 Macam Demokrasi, Apa Saja? |
Tindakan kompromi perlu diambil dengan penuh tanggung jawab. Baik kompromi yang sehat maupun tidak sehat, keduanya memiliki tujuan untuk meminimalisir konflik.
Daripada berselisih secara tidak sehat, kompromi dapat dijadikan sebagai jalan keluar dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dalam bernegosiasi.
(rah/rah)