Belajar dari Pakar

Belajar dari Bayt Al-Hikmah: Refleksi Historis Lembaga Riset Terkemuka Dunia

- detikEdu
Rabu, 08 Jun 2022 08:30 WIB
Roni Tabroni
Penulis adalah doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Padjadjaran dan penerima BUDI-DN LPDP. Saat ini penulis bekerja sebagai peneliti di Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setelah sebelumnya menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramayu sejak tahun 2013 sampai tahun 2021. Fokus kajian penulis adalah sejarah Islam di Indonesia. Beberapa karya yang telah diterbitkan adalah: 1) From Tarekat to Arab Community: the Islamization Process in Indramayu, 2) Islam and Local Wisdom: Integration of the Arab Community in Indramayu, Indonesia, 3) Ma”had Al-Zaytun Indramayu Movement: A Historical Inquiry dan lain-lain. Selain penelitian yang berwujud artikel ilmiah, penulis juga menulis buku di antaranya, “Islam di Karisidenan Cirebon (Bunga Rampai)”.
Lembaga riset Bayt Al-Hikmah melahirkan sejumlah ilmuwan terkemuka termasuk Ibnu Sina (Foto: Wikipedia Commons/Ilustrasi: Mindra Purnomo)
Jakarta -

Pada pertengahan abad ke-17, sekelompok kecil pria di Inggris, alih-alih ikut serta dalam gelapnya panggung politik, mereka kemudian lebih memilih mencurahkan perhatiannya pada penelitian-penelitian ilmiah yang kemudian disebut dengan "experimental philoshopy". Mereka bertemu setiap minggunya untuk berdiskusi, berdebat, bekerjasama membahas tantangan-tantangan penelitian ilmiah dan melakukan eksperimen untuk mencari kebenaran.

Pertemuan-pertemuan tersebut kemudian melahirkan sebuah lembaga riset terkemuka dunia bernama Royal Society of London for Improving Natural Knowledge atau dikenal dengan Royal Society. Lembaga riset ini kemudian melahirkan ilmuan-ilmuan penting berbagai bidang ilmu. Mulai dari Robert Boyle, Isaac Newton, Charles Darwin, Albert Einsten, Stephen Hawking, sampai Tim Berners-Lee, sang penemu World Wide Web.

Kisah serupa muncul di belahan bumi yang lain, di Baghdad tepatnya, sekitar 9 abad sebelumnya. Kisahnya dimulai dari sebuah forum debat intelektual antara para sarjana dan ilmuan yang difasilitasi oleh Harun Ar-Rashid, sang khalifah kedua Dinasti Abbasiyah. Forum debat tersebut kemudian diinstitusikan dengan memperluas aktivitasnya menjadi sebuah kombinasi dari forum debat, perpustakaan, lembaga riset/akademi riset, dan biro penerjemahan oleh Khalifah Ma'mun pada tahun 830 M (Hitti, 2002).

Lembaga tersebut kemudian dikenal dengan Bayt Al-Hikmah. Sebuah lembaga yang kemudian melahirkan ilmuwan-ilmuwan terkemuka seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Hunayn ibnu Ishaq, sampai Bapak Aljabar, al-Khawarizmi. Perjalanan Bayt Al-Hikmah kemudian diisi dengan kisah-kisah para peneliti dan hasil penelitian mereka yang luar biasa. Keterlibatan Khalifah Harun Ar-Rasyid hingga Khalifah Al-Ma'mun menandai hubungan yang harmonis antara penguasa dan lembaga penelitian.

Suatu hubungan yang kemudian menjadi salah satu strategi penting akan panjang dan heroiknya kisah lembaga riset ini. Pertanyaan besar yang kemudian mengemuka adalah selain hubungan harmonis dengan penguasa, faktor apa yang kemudian muncul dalam panjang dan heroiknya kisah perjalanan mereka?

Menengok ke Belakang untuk Melihat ke Depan >>>



Simak Video "RSUD Ibnu Sina Ungkap Hasil Visum Penadah HP yang Diisukan Dianiaya Polisi"


(pal/pal)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork