Penetrasi NU di Dunia Islam (1)

ADVERTISEMENT

Jelang Satu Abad NU

Penetrasi NU di Dunia Islam (1)

Ishaq Zubaedi Raqib - detikEdu
Sabtu, 14 Mei 2022 09:50 WIB
Foto dokumentasi PBNU
Foto: Foto dokumentasi PBNU
Jakarta -

Surat itu dikirim pada tanggal 12 April 2022 atau 11 Ramadan 1443 H lalu. Ditandatangani Dr Sheikh Mohamad bin Abdul Karim Al Issa, Sekretaris Jenderal Rabithah 'Alam Islami--World Muslim League. Bagi nahdliyin dan sejumlah kalangan luar yang biasa mencermati diskursus platform pemikiran KH Yahya Cholil Staquf, udangan dari Rabithah itu, merupakan afirmasi dunia menjelang satu abad NU membangun peradaban manusia.

Sebulan setelah kedatangan surat di kantor PBNU, Gus Yahya--sapaan akrab Ketua Umum PBNU, datang ke Riyadh, ibukota Kerajaan Arab Saudi. Ia jadi pembicara pada "Forum on Common Values among Religious Followers" yang dihadiri lebih dari 150 pemimpin agama dunia. Salain Gus Yahya, dari Indonesia ada Dr Hidayat Nurwahid jadi peserta. Tahun 1960-an, sejumlah tokoh Masyumi juga hadir di awal-awal lahirnya Rabithah.

"Bagi saya, ini adalah harapan pribadi yang secara kebetulan dipenuhi oleh Yang Mulia Sheikh Al Issa. Tahun lalu (2021) saya juga sudah berpidato di "International Religious Freedom Summit" di Washington, DC, Amerika Serikat. Forum itu berbicara soal pentingnya kita melakukan semua ikhtiar untuk mengidentifikasi apa saja nilai-nilai yang sudah kita pedomani, lalu kita jadikan landasan untuk berdialog dan kerjasama antaragama," kata Gus Yahya mengawali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Transformasi pola pikir

"Dan hari ini, kita berkumpul untuk keperluan itu," tegas Gus Yahya. Ia mengkonstatasi bahwa nilai-nilai yang berhasil disepakati sebagai pedoman berdialog dan kerjasama antaragama, hanya akan menjadi dokumen kosong tanpa disertai terobosan nyata dalam mentransformasikan pola pikir umat. "Masih banyak, dari kalangan umat beragama yang melihat hubungan antaragama tak lebih dari kompetisi politik," katanya mengingatkan.

ADVERTISEMENT

Trauma sejarah masa lalu, akan memastikan hubungan antarumat beragama ke depan, tidak lagi tergelincir ke alam pikiran sempit sehingga terjebak pada pola lama. Pola yang rentan dan sangat potensial memicu konflik horizontal. Pola ekspansionis yang menginfiltrasi komunitas-komunitas umat. Gus Yahya mengajak para ulama seagama dan antaragama untuk membangun strategi besar atas dasar nilai-nilai yang disepakati.

Strategi yang membuat nyaman umat beragama membangun harmoni sosial. Strategi yang bercabang dari akar tunjang "ketuhanan" pada semua keyakinan. "Agama jangan (lagi) diperalat sebagai senjata politik untuk merebut kekuasaan. Pola pikir ini harus diubah karena akan merusak harmoni sosial di antara kelompok agama berbeda dan memustahilkan kelompok yang berbeda bisa hidup berdampingan secara damai," ujarnya.

Foto dokumentasi PBNUFoto dokumentasi PBNU Foto: Foto dokumentasi PBNU

Landasan berpikir ini merupakan implementasi visi utama pendirian NU. Visi ini mengalami adaptasi dan modernisasi di muktamar Situbondo. Muktamar di masa Orde Baru yang melahirkan duet legendaris ; KH Achmad Sidiq dan KH Abdurrahman Wahid. Di era keduanya, Pancasila diterima menjadi asas semua jam'iyah sosial, politik, maupun keagamaan. Sebuah filosofi hidup bernegara, yang secara terbuka, dikagumi dan dibanggakan oleh Sheikh Al Issa.

Dalam sambutan pembukaan, Sekjen Rabithah 'Alam Islami menegaskan, forum itu bertujuan membangun visi berkeadaban untuk mengkonsolidasi nilai-nilai moderasi di tengah-tengah umat. Visi yang dapat menditeksi secara dini dan menangkal ancaman pemikiran ekstrem antarkelompok. Visi yang akan mengubah konflik antaragama dan lingkungan budaya yang berbeda, menjadi kesepahaman, kerjasama dan solidaritas dunia.

Mendukung NU

Indikasi terjadinya penetrasi visi dan misi NU ke jantung dunia Islam, antara lain, dapat dilihat dari hasil pertemuan pribadi Gus Yahya dan Al Issa. Sheikh menegaskan ; NU adalah pemegang hak milik Rabithah. Karena itu, Rabithah berkomitmen mendukung, membantu dan memenuhi segala kebutuhan NU dalam melaksanakan agenda-agenda internasionalnya. "Nahdlatul Ulama adalah jam'iyah yang pantas menjadi model dan teladan bagi organisasi Islam lain di seluruh dunia", katanya.

Merespon Sheikh Al Issa, Gus Yahya mengakui bahwa agenda apa pun menyangkut Dunia Islam, akan sulit berjalan baik, tanpa melibatkan Arab Saudi. Terlebih, kerajaan tersebut memegang kedaulatan atas dua kota suci, Mekkah dan Madinah ; pusat peribadatan umat Islam di seluruh dunia. Pada konteks itu, kerjasama NU dengan Rabithah dan Kerajaan Arab Saudi dalam banyak aktivisme internasional, merupakan keniscayaan.

Sheikh Al Issa menyambut penuh senangat ajakan kerja sama itu. Ia yakin, semua gagasan dan agenda NU dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk membangun dan menebarkan kemaslahatan. "Sejujurnya, saya sudah berkeliling ke seluruh dunia dan bertemu banyak orang. Tidak pernah saya mendengar pembicaraan tentang Nahdlatul Ulama dan Anda pribadi -menunjuk Ketua Umum PBNU, kecuali hal-hal baik dan pujian saja," ujarnya.

Kedua pihak bersepakat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi dalam langkah-langkah strategis menghadapi dinamika internasional yang rumit dewasa ini. "Apa pun bentuk dukungan yang Anda butuhkan dalam upaya-upaya internasional Anda, jangan segan-segan menghubungi kami. Karena Rabithah 'Alam Islami ini adalah milik Nahdlatul Ulama juga," tambah Sheikh Al Issa kepada Ketua Umum PBNU.

Ajakan Rabithah kepada NU dan penegasan bahwa NU merupakan pemegang hak milik atas liga muslim dunia itu, adalah perkembangan menarik dan menjanjikan. Mengingat, sejumlah terobosan revolusioner yang digagas putera mahkota Kerajaan Saudi Arabia,Muhammad bin Salman (MBS), beririsan dengan agenda-agenda besar NU. Gebrakannya menyedot atensi dunia, khususnya kalangan Islam. Terlebih Indonesia.

Glasnost dan Perestroika

Secara spesifik, MBS menyebut Wahabiyahsebagai salah satu faktor determinan terjadinya degradasi sosial dan keagamaan Arab Saudi. Jika jalannya mulus menuju singgasana, maka Wahabiyah akan "dirapikan" di tangan suksesor Raja Salman ini. Seperti glasnost Mikhail Gorbachev, MBS berjanji mengganti wahabiyah dengan mazhab Islam garis tengah dan lebih terbuka. Ia mencabut larangan wanita mengemudi dan menarik polisi syariah dari ruang-ruang publik.

Resonansi gebrakan MBS, langsung terasa di Tanah Air. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, bagaimanapun, Indonesia sempat "disibukkan" infiltrasi paham Wahabi. Perestroika versi BMS memengaruhi konfigurasi subsekte keagamaan, pola dan gerakan Islam di Indonesia. Harus diakui selain karena merupakan kiblat bagi umat Islam, posisi Arab Saudi vitalbagi perjalanan, pergerakan, dan perkembangan Islam di Indonesia.

Wacana keagamaan, yang dalam sejumlah kasus kadang berujung anarkisme, sulit dilepaskan dari isu salafi dan wahabi, Palestina dan Israel, Sunni dan Syiah. Semua itu berasal dari Arab Saudi dan Timur Tengah. Salah satu yang khas Arab Saudi adalah salafiyah-wahabiyah. Diktum ini deras masuk ke Indonesia, sejak permulaan tahun 1980-an. Awal era reformasi, paham transnasional bergelombang masuk Indonesia. (Bersambung)


Ishaq Zubaedi Raqib

Penulis adalah Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads