Kesulitan belajar atau learning disability (LD) pada anak seringkali dianggap remeh dan tidak terdiagnosis dengan baik. Padahal, bila tidak mendapatkan perhatian khusus anak akan mengalami kesulitan saat memahami materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
Dikutip dari laman Ruangguru, learning disability adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima, mengolah, atau menyimpan informasi sehingga menghambat perkembangan akademik anak.
Gangguan ini dialami oleh 5 sampai 10% anak di dunia. Namun sayangnya, kesadaran mengenai learning disability masih amat minim di Indonesia. Imbasnya, anak-anak yang menunjukkan gejala LD, seperti terbata-bata saat menulis/membaca sering dicap malas atau kurang pintar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, LD tidak berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan atau potensi si anak. Bahkan, anak dengan IQ tinggi pun masih dapat mengidap gangguan ini.
Sebagai contoh, tes IQ anak bisa saja di atas rata-rata, namun kemampuan akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung justru di bawah rata-rata. Ini karena LD mempengaruhi kemampuan akademik meliputi gangguan dalam mengeja, berbicara, membaca, menulis, berhitung, atau hingga menjawab pertanyaan. Anak dengan LD bukan berarti memiliki IQ yang rendah, yang membedakan hanya kemampuan otaknya dalam menerima dan memproses informasi.
Karena itu, orang tua dan guru perlu mengenali tanda-tanda gangguan belajar pada anak dan menerapkan metode penanganan yang tepat untuk mengatasinya.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi terlebih dahulu gangguan belajar seperti apa yang dialami anak, apakah itu disleksia (gangguan membaca), disgrafia (gangguan menulis), diskalkulia (gangguan berhitung), atau dispraksia (gangguan motorik).
Selanjutnya, tentukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing agar anak dengan LD tetap dapat belajar secara optimal. Orang tua dan guru bisa menggunakan pembelajaran multisensori, yaitu proses pembelajaran yang melibatkan seluruh indera seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lain sebagainya.
Metode lain yang dapat diterapkan adalah dengan memanfaatkan alat bantu dan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak dengan gangguan belajar kurang mampu memahami instruksi/penjelasan yang bersifat abstrak, sehingga penggunaan media gambar, video, suara, serta alat peraga lain dapat membantu mereka memahami konsep abstrak tersebut. Pendekatan inilah yang sekarang mulai diterapkan oleh banyak platform bimbel online.
Salah satunya Ruangbelajar dari Ruangguru, platform bimbel online mandiri yang dilengkapi dengan video belajar full animasi, latihan soal, pembahasan, serta rangkuman materi pelajaran yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun secara fleksibel.
Di Ruangbelajar, ada lebih dari 26.500 video pembahasan soal yang dijelaskan oleh Master Teacher/tutor kompeten. Video pembelajaran di Ruangbelajar menerapkan metode problem-based learning, yaitu pembelajaran yang menekankan penerapan solusi dari masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari agar lebih mudah untuk dipahami anak.
Selain itu, terdapat pula transkrip dan subtitle video yang memudahkan anak belajar. Fitur ini menunjukkan kalimat atau kata kunci yang disampaikan Master Teacher dengan lebih jelas serta membantu pengguna meng-highlight bagian-bagian yang dianggap penting.
Ruangbelajar turut menyediakan rangkuman dalam tampilan infografis yang full color untuk semua mata pelajaran dan topik yang bisa di-download. Sehingga, memudahkan siswa untuk memperoleh rangkuman dari hasil belajarnya tanpa perlu mencatat secara manual.
(fhs/ega)