Keberadaan profesi guru di Indonesia sudah ada sejak zaman sebelum agama masuk ke Indonesia. Akan tetapi, saat itu sistem pengajaran dan apa yang diajarkan masih lebih sederhana.
Dalam buku Guru Sebagai Profesi tulisan Khusnul Wardan, ketika zaman di mana agama belum masuk ke Indonesia, seseorang yang ingin belajar haruslah mengunjungi seorang petapa. Petapa adalah orang yang bisa saja pergi meninggalkan takhta kerajaan karena dia sudah tua dan ingin memperdalam kerohanian.
Pada era tersebut, petapa disebut sebagai guru oleh para murid-muridnya. Para murid tersebut juga menggarap ladang si petapa untuk keperluan hidup.
Ketika agama mulai masuk ke Nusantara, sosok guru pun mengalami perkembangan. Demikian juga dalam hal pengajaran dan tempat mengajarnya.
Guru di Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Dilansir dari buku Pengantar Pendidikan Era Globalisasi tulisan Hamid Darmadi, di awal perkembangan Hindu-Buddha, sistem pengajaran seluruhnya memuat pendidikan keagamaan dan dilakukan di padepokan atau biara.
Dalam buku Guru Sebagai Profesi, guru yang mengajar saat periode awal Hindu-Buddha adalah biksu. Para biksu mengajari baca tulis huruf Sansekerta.
Kembali pada buku Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, saat periode kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, pendidikan sudah banyak berkembang. Pendidikan kala itu tidak hanya mengajarkan ilmu agama.
Pada zaman kerajaan Hindu-Buddha, yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran adalah kaum Brahmana. Pelajaran yang diberikan adalah teologi, bahasa, sastra, ilmu kemasyarakatan, ilmu eksakta seperti perbintangan, perhitungan waktu, seni rupa, seni bangunan, ilmu pasti, dan sebagainya. Perlu dicatat juga, sistem kasta di Indonesia waktu itu tidak seketat di India.
Kemudian, jelang akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha, pengajaran tidak lagi dilakukan secara kolosal atau dihadiri banyak orang. Para guru kala itu mulai mengajar di padepokan-padepokan dengan jumlah murid yang cukup terbatas.
(nah/lus)