Mengenal Toxodon dan Asal-usul Ide Teori Darwin

ADVERTISEMENT

Mengenal Toxodon dan Asal-usul Ide Teori Darwin

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 23 Nov 2021 11:30 WIB
Lukisan Toxodon oleh seniman Robert Bruce Horsfall. Toxodon menjadi inspirasi lahirnya teori Darwin.
Lukisan Toxodon oleh seniman Robert Bruce Horsfall. Toxodon menjadi inspirasi lahirnya teori Darwin. Foto: Wikimedia Commons/Robert Bruce Horsfall
Jakarta -

Pada 27 Desember 1831, Charles Darwin berlayar dengan kapal HMS Beagle. Tujuannya semula adalah Amerika Selatan. Perjalanan tersebut kelam menjadi salah satu perjalanan penting dalam asal-usul ide teori Darwin. Bagaimana ceritanya?

Teori evolusi Darwin dirangkum dalam bukunya, On the Origin of Species pada 1859. Teori ini berpendapat bahwa organise berevolusi dari generasi ke generasi melalui pewarisan ciri fisik atau perilaku.

Menurut Darwin, landasannya adalah keberadaan variasi di ciri-ciri atau karakter tersebut. Variasi tersebut mengalami perubahan seiring adaptasi dengan lingkungan hidupnya. Yang tidak beradaptasi, rentan pada kepunahan. Contohnya yakni seperti bentuk paruh burung finch yang ditemukan Darwin di Kepulauan Galapagos. Sebagai informasi, burung finch satu genus dengan burung pipit, seperti dikutip dari Encyclopaedia Britannica.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan Darwin di Amerika Selatan sebelum mencapai Kepulauan Galapagos mendapati banyak fosil mamalia dan non mamalia. Beberapa di antaranya yaitu sloth darat raksasa, gomphothere atau gajah Amerika Utara yang sudah punah, dan tulang-belulang kuda yang sudah punah.

Asal-usul Teori Darwin

Spesimen dari Amerika

Darwin menemukan fosil-fosil tersebut selama pelayaran lima tahun keling dunia dengan HMS Beagle, sekitar tahun 1831-1836. Perjalanan tersebut bermula dari Inggris ke pesisir Amerika Selatan dengan kapten Robert Fitzroy, seperti dikutip dari laman Natural History Museum, London.

ADVERTISEMENT

Darwin muda saat itu dipekerjakan sebagai naturalist atau ahli alam. Meskipun kebanyakan ekspedisinya banyak dikerjakan di laut, ia juga melakukan ekskursi di daratan. Di sana, ia mengumpulkan spesimen sambil mengamati tumbuhan dan binatang Amerika. Koleksi dan catatannya saat itu kelak membantu Darwin mengembangkan pemikiran terkait geologi, kepunahan, dan evolusi.

Tengkorak Toxodon

Koleksi fosil mamalia dari Amerika Selatan yang dikumpulkan Darwin mencakup sekitar 100 tulang dan fragmen. Setelah diteliti, tulang-belulang tersebut diperkirakan berusia 10.000-500.000 tahun.

Saah satu fosil yang menurut Darwin paling aneh adalah tengkorak Toxodon platensis, mamalia raksasa di Amerika Selatan yang sudah punah. Lokasi penemuan tengkorak Toxodon kini terletak di Uruguay, dekat Argentina.

Tengkorak Toxodon tersebut memiliki ukuran mirip tengkorak gajah. Darwin membeli tengkorak tersebut di area sekitar Uruguay seharga satu shilling dan 6 pence, sekitar Β£7.50 atau Rp143 ribu sekarang.

Darwin kemudian mendapati bahwa gigi raksasa mirip hewan pengerat yang ia temukan adalah milik mamalia yang sama. Dari situ, ia sangat senang karena berpikir bahwa hewan tersebut bisa jadi fosil "hewan pengerat sebesar badak". Menurutnya, fosil Taxodon ini merupakan salah satu temuan paling berharga di perjalanannya.

Cikal Bakal Teori Evolusi

Ide teori evolusi bermula dari pertanyaan-pertanyaan awal Darwin atas temuannya. Di samping 'hewan pengerat sebesar badak', Darwin juga menemukan fosil mirip armadillo raksasa dan sloth raksasa.

Temuan tersebut membuat Darwin bertanya, apakah ada hubungan antara makhluk yang sudah lama punah dengan hewan yang masih hidup hingga kini. Lalu, kenapa spesies yang masih hidup tersebut tinggal di habitat yang mirip dengan spesies yang sudah punah.

Darwin juga mendapati pulau penuh dengan bunga daisy dan matahari yang dapat tumbuh setinggi pohon. Di samping itu, di Kepulauan Galapagos, ia mendapati iguana laut yang mirip dengan iguana hutan AMerika Selatan, tetapi terlihat sangat bisa beradaptasi dengan laut dan berenang untuk makan rumput laut.

Di sana, Darwin juga mendapati penguin tropis yang mirip penguin Antartika, tapi lebih kecil dan kadang-kadang menutupi kakinya dengan kedua sayap untuk menghindari sengatan matahari.

Dari situ, Darwin juga mempertanyakan apakah hanya kebetulan jika tanaman dan binatang yang ditemukan di kepulauan mirip dengan yang di daratan benua. Ia juga mempertanyakan apakah hewan-hewan tersebut satu spesies tetapi berbeda variasi, berbeda spesies, atau sedang dalam proses variasi untuk membentuk spesies berbeda.

Ide-ide awal teori evolusi di atas dicatat Charles Darwin dalam jurnal pribadinya. Pada 1837-1839, setelah kembali dari pelajaran, ia meneliti temuan-temuannya sendiri. Baru 20 tahun kemudian, ia mempublikasikan On the Origin of Species pada 1859.

Penelitian modern kelak mendapati bahwa Toxodon platensis tidak berhubungan dengan hewan pengerat. Toxodon rupanya merupakan bagian dari hewan berkuku dari Amerika Selatan yang disebut notoungulates atau notoungulata. Hewan-hewan notoungulata punya bentuk beragam, dari mirip kelinci sampai mirip badak.

Kendati demikian, buku dan teori evolusi Darwin kelak memberi banyak pengaruh bagi masyarakat dan pemikiran Barat. Fosil-fosil, catatan pribadi, dan manuskrip pemikiran Charles Darwin kini tersimpan di berbagai museum.

Fosil Taxodon yang menjadi kunci Darwin menerima teori evolusi kini dapat dilihat di di Natural History Museum, London. Spesimen temuan Darwin yang sudah didigitalisasi, termasuk Taxodon, kini menjadi alat bantu peneliti modern untuk melakukan studi lebih detail.




(twu/lus)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads