Prediksi China Gantikan AS Jadi Negara Adikuasa, Bagaimana Pandangan Pakar Unair?

ADVERTISEMENT

Prediksi China Gantikan AS Jadi Negara Adikuasa, Bagaimana Pandangan Pakar Unair?

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 28 Jun 2021 10:34 WIB
tembok china
Foto: (Wahyu/detikTravel)
Jakarta -

Tahu enggak kalau di tengah pandemi COVID-19, China masih menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia?

Selama pandemi, China masih mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 3%, ketika pertumbuhan ekonomi global mengalami minus 4%. Karena itu, potensi China untuk menggantikan Amerika Serikat menjadi negara superpower atau adikuasa disebut amat kuat.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Airlangga (Unair) Agastya Wardhana menuturkan, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor paling penting yang berkontribusi pada kekuatan sebuah negara. Makin kuat ekonominya, makin banyak yang bisa dilakukan sebuah negara untuk memperkuat kekuatan nasionalnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini menunjukkan seberapa kuat ekonomi China sesungguhnya. China kuat dalam mengorganisir perekonomiannya, sehingga saat krisis, bisa bangkit dari keterpurukan," jelas Agastya dalam webinar BEM Unair, Sabtu (12/6/2021), dikutip dari laman Unair.

Agastya mengatakan, dengan potensi tersebut, International Monetary Fund (IMF) memprediksikan bahwa kekuatan ekonomi China akan mengalahkan kekuatan ekonomi Amerika Serikat pada 2026 atau 2028.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, salah satu kapabilitas kuantitatif China yang turut memengaruhi potensinya yaitu populasi penduduk China merupakan yang terbesar di dunia. Di samping itu, China juga merupakan negara penerima investasi terbesar di dunia dan penyedia investasi terbesar ketiga di dunia. "Dan masih banyak lagi kapabilitas kuantitatif China lainnya," jelas Agastya.

Menurut Agastya, potensi hegemoni China terhadap negara-negara lain terlihat dari bagaimana China tidak terkalahkan dalam berbagai aspek. Di sisi lain, ia mengatakan, China's 2019 National Defense Paper menyatakan bahwa negara tersebut tidak ingin menjadi sebuah hegemoni dan ancaman bagi negara lain.

Ia menggarisbawahi, diketahui Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan G20 mengatakan bahwa negaranya ingin berkontribusi dalam perdamaian dunia . Ia menambahkan, adapun G20 adalah pertemuan kekuatan perekonomian terbesar di dunia.

Sementara itu, lanjutnya, pidato Xi Jinping pada 2021 World Economic Forum menuturkan bahwa China meminta negara-negara di dunia untuk menyelamatkan manusianya dari krisis yang tengah dialami, dan menyelesaikan berbagai masalah yang ada.

"Narasi ini susah dimengerti, tapi ingat niatannya, apa yang mereka inginkan. Menurut Xi Jinping, China ingin berkontribusi pada perkembangan di dunia, meningkatkan kedamaian global, dan lain-lain. Terlepas dari berbagi kritik dan saran yang muncul terkait narasinya, inilah yang mereka (China) mau," jelas Managing Director Cakra Studi Global Strategies (CSGS) ini.

Respons Indonesia

Agastya menuturkan, China sangat membantu negara-negara lain dari aspek ekonomi, termasuk Indonesia.

Namun menurutnya, Indonesia harus berhati-hati. Menurut Agastya, Indonesia dapat melakukan sebuah persetujuan dengan China selama akuntabilitas dan transparansinya jelas.

"Ada beberapa hal di masa lalu yang dapat dipelajari oleh Indonesia, bahwa kita dapat memiliki hubungan baik dengan China, namun Indonesia harus berhati-hati. Kita harus transparan, dan harus memiliki akuntabilitas yang baik, sebab kita haru belajar dari Bangladesh, Sri Lanka, dan Kamboja. Jika sebuah persetujuan tidak transparan, maka bisa berujung pada hubungan subversif," jelas Agastya.

Dosen Hubungan Internasional Unair ini mengatakan, Bung Hatta menyusun aturan pada 1953 bahwa Indonesia harus menganut kebijakan luar negeri bebas aktif. Dalam hal ini, bebas berarti Indonesia bebas untuk memilih pihak luar mana untuk bekerja sama, namun tidak bergantung pada pihak tersebut. Ia menambahkan, Indonesia harus melihat prioritasnya, yaitu membawa keuntungan untuk negara sesuai kebutuhannya.

"Hubungan Indonesia dan China berbasis kebutuhan domestik Indonesia, dan memenuhi kebutuhan domestik adalah kebutuhan mutlak. Sebab, apa poinnya memiliki kebijakan luar negeri jika tidak bisa digunakan untuk menjadi alat yang bisa memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia," kata Agastya.






(lus/lus)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads