Gundukan Tebing Pasir yang Bikin Beda Wajah Pantai Kuta

Gundukan Tebing Pasir yang Bikin Beda Wajah Pantai Kuta

Aryo Mahendro - detikBali
Minggu, 12 Okt 2025 09:52 WIB
Para wisatawan sedang menikmati sore di depan kios pedagang di atas tebing pasir bekas abrasi, Sabtu (11/10/2025).
Foto: Para wisatawan sedang menikmati sore di depan kios pedagang di atas tebing pasir bekas abrasi, Sabtu (11/10/2025). (Aryo Mahendro/detikBali)
Badung -

Pemandangan sedikit berbeda di areal sisi utara Shelter Kebencanaan Baruna di garis Pantai Kuta. Ada gundukan seperti tebing bekas abrasi di garis pantai sepanjang puluhan meter itu.

"(Bekas) abrasi sejak 2021 itu. Ini di sisi utara Shelter Kebencanaan Baruna," kata penjaga pantai (lifeguard), Wayan Mogi, ditemui detikBali di Pantai Kuta, Sabtu (11/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pantauan detikBali, tebing pasir yang nampak seperti bekas abrasi air laut itu dimulai dari sisi utara bangunan Shelter Kebencanaan Baruna yang mengarah ke Pantai Legian.

Meski hanya beberapa puluh meter, tebing pasir bekas abrasi itu nampak jelas. Tingginya, sekitar 3 meter. Di atasnya, berderet meja dan kursi plastik yang ditempati para turis asing, saat menikmati minumannya.

ADVERTISEMENT

Hanya, suasana di bibir pantainya cukup kontras jika dibandingkan dengan garis pantai yang mengarah ke Pantai Legian. Keramaian terlihat di sepanjang bibir pantai dari utara ke selatan, menuju Shelter Kebencanaan Baruna.

Tebing pasir bekas abrasi di sisi utara shelter kebencanaan Baruna di Pantai Kuta, Sabtu (11/10/2025). (Aryo Mahendro/detikBali).Tebing pasir bekas abrasi di sisi utara shelter kebencanaan Baruna di Pantai Kuta, Sabtu (11/10/2025). (Aryo Mahendro/detikBali)

Namun, keramaian wisatawan yang bersantai di bibir pantai agak jarang di titik di mana tebing pasir itu berada. Hanya ada segelintir wisatawan yang bermain atau asik merekam suasana sore di Pantai Kuta dengan kameranya.

"Kalau tamu (wisatawan) masih ada.Tapi kesannya nggak seperti dulu, masih bisa duduk di pasir dan bawa tikar. Kalau sekarang nggak aman karena ada ombak besar dan air pasangnya itu," kata Mogi.

Dia menjelaskan ombak tinggi dan eempasan gelombang yang menjorok hingga menutup hampir seluruh lebar garis pantai selalu terjadi saat musim hujan. Setidaknya, setiap 15 hari saat purnama tilem atau bulan mati.

Saat itulah, gelombang air menghempas hingga ke area pedagang makanan dan minuman di pinggir bibir pantai. Apalagi, tidak ada bebatuan pencegah abrasi di areal bibir pantai itu.

"Jadi, kesannya seperti air rob. Setiap 15 hari itu ombaknya besar sampai ke pinggir area pedagang," katanya.

Mogi mengaku tidak dapat berbuat banyak. Dia hanya dapat berharap wisatawan menyadari bahaya abrasi yang semakin menggerus bibir pantai di areal itu.

"Perlu dipublikasikan supaya (wisatawan) tahu. Apalagi sekarang musim angin barat, musim sampah, musim hujan. Ombaknya besar, lebih berbahaya," katanya.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads