Pengamat pariwisata menilai rencana pemerintah yang akan menerbitkan Golden Visa tidak efektif. Apalagi, kalau tujuannya hanya untuk mendorong turis asing yang berkualitas dari kalangan menengah atas, untuk menghabiskan uang mereka di Bali.
"Untuk apa menarik turis supaya tinggal lama-lama kalau tujuannya uang," kata Pengamat Pariwisata Universitas Udayana I Komang Gde Bendesa kepada detikBali, Rabu (31/5/2023).
Selain tidak efektif, turis asing yang berlama-lama di Bali justru akan menimbulkan gesekan dengan masyarakat lokal karena perbedaan budaya. Turis asing juga berisiko mengalami kebosanan jika berlama-lama di Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tinggal pendek-pendek tapi spending (pengeluarannya) besar lebih bagus. Karena kemungkinan konflik budaya bisa dikurangi dan kejenuhan bisa dihindari. Sehingga mereka akan datang berulang-ulang," kata Bendesa.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah soal ketersediaan lahan. Menurutnya, turis asing yang tinggal di Bali dengan durasi lima hingga 10 tahun tidak akan mungkin tinggal di hotel.
Artinya, akan butuh konversi lahan pertanian atau kosong ke pariwisata, seperti hotel atau restoran. "Apakah dampak seperti ini sudah diantisipasi. Juga persaingan bisnis antara turis dengan penduduk lokal pasti terjadi," tuturnya.
Untuk itu, Bendesa lebih menyarankan agar pemerintah lebih berkonsentrasi membangun infrastruktur di Bali. Dia menilai bahwa infrastruktur di Bali secara umum masih buruk. Karena buruknya infrastruktur itulah justru turis asing tidak perlu berlama-lama di Bali.
Dikonfirmasi terpisah, KanwilKemenkumham BaliAnggiatNapitupulu mengaku tidak dapat berkomentar apa-apa terkait Golden Visa. Sebab, penerbitan visa bukan ranahKemenparekraf.
"Saya nggak bisa komen kalau Pak Menparekraf yang bilang Golden Visa. Setahu saya, (penerbitan) visa bukan di Kementerian Pariwisata. Karena, dari Dirjen Imigrasi Kemenkumham belum menyarankan soal ini (Golden Visa)," kata Anggiat.
Soal jenis visa rumah kedua atau second home visa, Anggiat menyebutkan penggunanya masih sedikit. Sejak diaktifkan 26 Desember 2022 lalu hingga kini, turis asing yang mengantongi visa tersebut masih kurang dari 100 orang.
"Masih sedikit sekali. Sampai sekarang itu belum ada 100 orang. Nggak sampai 100 (orang)," katanya.
Dia tidak tahu pasti penyebab kurang seksinya visa rumah kedua di kalangan turis asing. Anggiat menduga kewajiban deposito sebesar Rp 2 miliar itulah yang menjadi penyebab para turis asing enggan mengurus visa itu sebelum pergi ke Bali.
(nor/hsa)