Tarif Rp 3,75 Juta ke TN Komodo Dinilai Bentuk Monopoli Bisnis Pariwisata

Tarif Rp 3,75 Juta ke TN Komodo Dinilai Bentuk Monopoli Bisnis Pariwisata

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Rabu, 20 Jul 2022 01:15 WIB
Merebaknya virus Corona menyebabkan kunjungan wisatawan berkurang signifikan. Bagaimana nasib Taman Nasional Pulau Komodo?
Foto: Taman Nasional Pulau Komodo (Trio Hamdani)
Bali -

Kebijakan tarif sebesar Rp 3,75 juta untuk berkunjung ke Taman Nasional (TN) Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata. Hal itu dikemukakan oleh Peneliti Sunspirit for Justice and Peace, Venan Haryanto.

"Intinya bahwa kita melihat kebijakan pemerintah ini yang secara dominannya itu adalah kebijakan dari Pemerintah Provinsi NTT, menaikkan tiket ke kawasan TNK menjadi Rp 3,75 juta ini, kita melihatnya sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata di dalam kawasan TNK," kata Venan saat dihubungi detikBali, Selasa (19/7/2022).

Venan mengatakan, pihaknya menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata karena akan mematikan keran pendapatan ke berbagai pelaku pariwisata lokal, utamanya pelaku wisata menengah ke bawah. Padahal, selama ini mereka hidup dengan pendapatan dari pariwisata yang terjangkau dalam kawasan TN Komodo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga ketika ini diberlakukan maka ini akan mematikan aliran pendapatan ke pelaku pariwisata lokal yang berusaha skala kecil," terang Venan.

Kemudian pada saat yang sama, Pemprov NTT melalui PT Flobamor akan mengelola tiket ke TN Komodo sehingga sudah dipastikan aliran pendapatan akan masuk ke perusahaan tersebut. Sebab mereka yang akan menguasai hulu dan hilir dari pariwisata di TN Komodo.

ADVERTISEMENT

"Mungkin ya bisa saja mereka mempunyai calon pengunjung sih yang bisa memenuhi tiket seperti itu kan, kita tidak tahu. Intinya bahwa BUMD Provinsi NTT ini yang akan menjadi pengelola tinggal dan akan memonopoli pengelolaan pariwisata eksklusif ini," ujar Venan.

Pada di bagian lain, sudah ada perusahaan swasta yang sudah mengantongi izin konsesi untuk berinvestasi di kawasan TN Komodo, khususnya di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Menurut Venan, berbagai perusahaan ini nantinya akan menjadi satu paket kebijakan dari pengelola pariwisata eksklusif tersebut.

"Sehingga ketika mereka bilang ini demi konservasi lantas perusahaan-perusahaan yang sudah mengantongi izin dan akan membangun resort-resort ini, apakah itu tidak akan lebih dahsyat lagi menghancurkan konservasi kan," tanya Venan.

Menurut Venan, ada berbagai perusahaan yang sudah mengantongi izin konsesi di TN Komodo. Beberapa di antaranya seperti PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) hingga PT Synergindo Niagatama dan sebagainya. Walaupun pemerintah tidak secara terang benderang menjelaskan keberadaan perusahaan swasta ini, tetapi bagi Venan, data di lapangan sudah menunjukkan bahwa akan menjadi suatu paket kebijakan.

"Sehingga ketika mereka bilang bahwa ini ada dalih konservasi, kita bilang ini hoax. Memang kenyataannya penghancuran konservasi yang akan ada dan penyingkiran masyarakat lokal dengan model bisnis yang seperti ini," terangnya.

Venan pun terus menyuarakan tuntutan yang pihaknya dengungkan sejak 2018, yakni meminta agar tidak ada privatisasi oleh berbagai perusahaan swasta dalam pengelolaan TN Komodo. Ia mengusulkan izin yang diberikan ke berbagai perusahaan swasta agar dicabut.

Kemudian jika memang pemerintah ingin mendorong kesejahteraan masyarakat, Venan meminta agar dilakukan dengan pariwisata berbasis komunitas yang sejalan dengan prinsip konservasi. Warga juga harus didorong menjadi pelaku aktif konservasi dan negara harus mengalokasikan lebih banyak lagi untuk urusan konservasi.

"Ini kan peristiwa kebakaran yang pernah terjadi saja sepertinya tidak ada mitigasi. Itu kan berarti alokasi anggaran untuk konservasi memang sangat rendah. Bagaimana mungkin kita berbicara tentang konservasi," tegasnya.

"Ini memang tuntutan yang memang sudah sering kita dengungkan setiap kali aksi unjuk rasa dari September 2018 sampai sekarang tapi tidak pernah diindahkan oleh pemerintah," imbuh Venan.

Venan juga menegaskan agar tidak boleh ada investasi di dalam kawasan TN Komodo. Baginya, berbagai perusahaan dan model yang sedang dikembangkan melalui tarif Rp 3,75 juta merupakan konsep investasi.

"Biarkan pariwisata itu berbasis konservasi dan berbasis usaha masyarakat lokal, berbasis komunitas," pintanya.




(kws/kws)

Hide Ads