Hotel Puncak Indah Bedugul di Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, menjadi perhatian warga yang sedang melintas di lokasi. Saking lamanya tidak beroperasi, hotel yang berdiri di lahan seluas 5,3 hektar lekat dengan julukan Istana Hantu.
Kepala Desa atau Perbekel Batunya, I Made Riasa, tidak memungkiri adanya cerita atau mitos horor itu. Sebabnya, hotel dan restoran di pinggir jalan jurusan Denpasar-Singaraja itu sudah berpuluh-puluh tahun mangkrak.
"Soal mitos itu percaya tidak percaya. Cerita (horor) yang berkembang di masyarakat memang seperti itu," kata Made Riasa, Rabu (29/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seingat Riasa, proses pembangunan hotel yang kini bernama Taman Rekreasi Hotel & Resort sudah dimulai sejak awal 1990-an. Selama itu, ada banyak mitos horor yang berkembang di masyarakat terkait keberadaan hotel yang mangkrak itu.
Namun ia menyebutkan, warga sekitar merasa nyaman-nyaman saja. "Kami nyaman-nyaman saja. Justru kalau itu beroperasi tentu akan lebih baik lagi. Bisa meningkatkan sektor pariwisata dan menyerap tenaga kerja," sambungnya.
Ia juga tidak bisa menyalahkan mitos horor yang berkembang terhadap keberadaan hotel itu, karena kondisinya memang tidak terawat dengan baik. Apalagi dalam kepercayaan yang berkembang di Bali, sebuah bangunan yang lama tidak ditempati tentu memiliki aura yang tidak baik.
Riasa mengaku sudah dua kali sempat masuk ke dalam bangunan hotel itu. Saat ke dalam memang merasakan aura yang horor dari bangunan atau areal di sekelilingnya.
"Dulu saya pernah masuk ke sana, bulu kuduk merinding. Bukannya karena cerita-cerita. Pas masuk bulu kuduk merinding," ujarnya.
Kesempatan Riasa masuk ke hotel itu terjadi pada 1999 dan saat dirinya masih bertugas sebagai Kepala Wilayah Batunya. "Waktu masih muda. Sekitar 1999. Saya sempat masuk dengan teman saya dari Singaraja. Rasanya ada yang mengikuti di belakang padahal siang. Mohon maaf saya tidak bisa melihat. Tapi mudah-mudahan tidak melihat. Nanti kaget," ungkapnya.
Kesempatan kedua saat ia menjabat sebagai kepala wilayah. Apalagi dengan tugas yang diemban, dirinya mesti mengetahui seluruh wilayah yang menjadi tanggungjawabnya.
"Selaku Kawil ya wajib tahu wilayah. Ya, bener juga auranya begitu. Tidak ada yang mengurus. Atapnya bocor. Kamar-kamar sudah tidak terurus. Jadi terkesan angker," sebut Riasa.
Padahal, sambungnya, ia sudah izin saat memasuki bangunan itu di kesempatan pertama pada 1999 silam. "Pas masuk saya dan teman saya dari Singaraja sudah permisi, tapi belum tentu diterima," akunya.
Saat masuk ke bangunan, ia merasa ada yang membuntuti. Padahal waktu itu masih siang hari. "Waktu itu saya masih muda. Masih kerja jadi house keeping di Bungalow di Candikuning," sambung Riasa.
Pengalaman yang dirasakan saat itu, ia seolah dibuntuti orang. Ia dan temannya saat itu naik ke lantai tiga.
"Kursi yang tadinya ada dekat pintu, pas kami turun sudah bergeser sekitar satu setengah meter," tuturnya.
Sejak itu, ia tidak terlalu tertarik masuk lagi. Terkecuali saat ia menjabat sebagai kepala wilayah.
"Waktu itu siang. Kalau malam hari saya tidak berani masuk," tukasnya.
Tapi di luar kondisinya yang mangkrak, tentu harapan agar hotel itu bisa beroperasi jelas ada."Karena akan mendukung perkembangan sektor pariwisata. Menyerap tenaga kerja. Kami lihatnya dari situ," pungkasnya.
(kws/kws)