Proyek pembangunan terminal Liquid Natural Gas (LNG) di Sidakarya, Denpasar Selatan terus menuai polemik. Gubernur Bali Wayan Koster ngotot ingin melanjutkan proyek tersebut. Padahal, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan sudah mengeluarkan rekomendasi agar proyek itu dihentikan.
Namun, Koster tetap membela mati-matian dan 'merayu' Luhut lewat surat yang dikirimkan beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali pun melawan. Walhi mendesak Koster menuruti arahan Luhut. Menurut Walhi Bali, Koster harusnya menghentikan segala upaya untuk memuluskan atau memaksakan pembangunan proyek LNG.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekomendasi Luhut
Rekomendasi Menko Luhut disampaikan dalam surat pada 16 Maret 2023 dengan Nomor B-1212/MENKO/PC.01.00/III/2023 perihal Tindak Lanjut Proses Pembangunan Terminal LNG dan Jaringan Pipa Gas Bersih oleh PT Dewata Energi Bersih.
Pada 29 Maret 2023, Koster mengirimkan surat kepada Menko Luhut agar mempertimbangkan kembali surat rekomendasinya. Sekaligus menindaklanjuti agar proses pembangunan terminal LNG di Bali dapat segera terlaksana.
"Saya pikir Gubernur Bali harus tunduk terkait surat yang sudah dikeluarkan Menko Marves mengenai kebijakan pembangunan terminal LNG di kawasan Mangrove dan pesisir Sanur. Surat ini sudah jelas mengatakan pembangunan LNG tidak direkomendasikan," kata Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata, Rabu (12/4/2023).
Menurut Krisna, dasar surat dari Menko Luhut telah jelas, di mana pada 2022 Presiden Jokowi meluncurkan Garis Besar Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali Menuju Bali Era Baru yang Hijau, Tangguh, dan Sejahtera.
"Konsepsi ini memiliki dua makna yang sangat tersirat. Pertama, transisi mass tourism ke quality tourism. Kami tahu selama ini mass tourism benar-benar menghancurkan, bahkan mendegradasi lingkungan Bali karena mazhabnya melakukan pembangunan infrastruktur akomodasi pariwisata," jelasnya.
"Menyambung hal tersebut, menurut peraturan kawasan kepariwisataan nasional Sanur ditetapkan pengembangan kawasan pariwisata bahari. Analisa dan kajian ini sama seperti yang kami tuntut dulu, yang mana dalam lampiran petanya dikatakan daerah itu diprioritaskan sebagai pengembangan kawasan pariwisata bahari, termasuk Sanur," katanya.
Dampak Proyek LNG
Apabila pembangunan terminal LNG dipaksakan, sambung Krisna, tentunya akan mendegradasi kualitas lingkungan hidup di sana. Sebab, pariwisata bahari adalah pariwisata yang memang bergantung pada kelestarian lingkungan.
"Kami mendapati ada kurang lebih 5,2 hektare mangrove yang akan terdampak langsung pengerukan guna membuat alur kapal untuk LNG. Posisi terumbu karang menurut masyarakat sekitar diyakini sebagai penyangga pesisir dari hantaman gelombang menuju daratan. Bayangkan jika itu hilang," jelasnya.
"Terlebih trennya sekarang bagaimana kita bersama-sama memitigasi perubahan iklim yang sangat drastis, dan mangrove punya fungsi vital. Bahkan, mangrove jadi salah satu showcase waktu event besar G-20. Ini juga salah satu komitmen Presiden Jokowi karena beliau punya misi merestorasi mangrove," terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Krisna menilai PT Dewata Energi Bersih dan Pemerintah Provinsi Bali sangat tertutup terkait dokumen dan informasi pembangunan LNG."Kami sampai melakukan sengketa informasi sebanyak tiga kali," ungkap Krisna.
"Pertama bersama UPTD Tahura, kedua bersama Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Bali, dan ketiga bersama PT Dewata Energi Bersih untuk mendapatkan informasi terkait pembangunan LNG," bebernya.
Ia menerangkan sengketa bersama Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Bali terkait studi pemipaan di bawah mangrove yang dikatakan memiliki kedalaman 10-15 meter. Walhi Bali meminta kajian keamanan pemipaan tersebut. Namun, hingga saat ini dinas belum membuka data tersebut.
"Kami sebagai organisasi pemerhati lingkungan hidup dan concern pada isu ini tidak pernah dilibatkan dalam dialog-dialog atau konsultasi publik, terutama terkait dengan perizinan. Padahal kami ini bagian atau anggota komisi penilai Amdal Bali yang setiap ada pembangunan atau proyek-proyek biasanya dilibatkan," katanya.
Ia pun berharap surat Menko Luhut tetap konsisten tidak merekomendasikan LNG Sidakarya. Walhi Bali juga meminta klarifikasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena dari humas PT Dewata Energi Bersih yang mengatakan sudah memegang izin resmi dari KLHK. "Perizinan apa yang sudah dikeluarkan?" tutupnya.
DPRD Akan Temui Koster
DPRD Provinsi Bali akan menemui Koster untuk menanyakan perihal proyek pembangunan Terminal LNG di Sidakarya, Denpasar. Wakil Ketua DPRD Nyoman Sugawa Korry mengatakan pertemuan itu untuk berkonsultasi soal progres perizinan proyek gas alam cair.
"Ketua DPRD dan saya, selaku Wakil Ketua segera menindaklanjuti untuk berkonsultasi dengan Gubernur," kata Korry saat dihubungi detikBali, Rabu (12/4/2023).
Saat ditanya kapan rencana pertemuan itu diagendakan, Korry hanya mengatakan saat ini masih dikoordinasikan dengan Ketua DPRD Bali. "Pak ketua masih koordinasi," singkatnya.
Korry mengungkapkan beberapa tokoh adat Sidakarya dan Serangan sudah menemui DPRD Bali untuk menyampaikan aspirasi terkait tindak lanjut pembangunan LNG itu.
"Pagi tadi Bendesa, Prajuru Desa Adat Sidakarya dan Serangan didampingi Kepala Desa Sidakarya menyampaikan aspirasi hasil keputusan harmonisasi kesepakatan antara desa adat terhadap pembangunan terminal LNG di kawasan Desa Adat Sidakarya, Serangan, dan Sanur " jelas Korry.
Ia berharap kesepakatan memberikan akses untuk beberapa kegiatan keagamaan, seperti pelaksanaan melasti, upacara keagamaan di pantai bisa juga ditindaklanjuti.
Terkait penolakan pemerintah pusat yang menentang proyek pembangunan LNG, Korry mengaku, akan berkomunikasi mengenai proses izin Amdal.
"Apabila dipandang perlu untuk berkonsultasi kepada instansi terkait di pusat," tandasnya.
Koster Surati Luhut
Koster mengirimkan surat kepada Luhut tertanggal 29 Maret 2023. Dalam surat tersebut Koster meminta Luhut mempertimbangkan kembali surat rekomendasinya, sekaligus juga memberikan dukungan pembangunan terminal khusus LNG di Bali agar segera terlaksana.
Surat itu juga berisi kajian aspek keamanan, keselamatan operasi, dan pelayaran dalam pembangunan terminal khusus LNG yang dilakukan oleh berbagai lembaga yang menegaskan tidak ada isu lingkungan yang muncul.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali I Made Teja mengaku tidak tahu-menahu surat Koster ke Luhut.
Teja hanya mengatakan masih akan berkomunikasi dengan Koster terkait hal itu. "Saya sama sekali belum tahu perkembangan intinya. Saya belum dapat (surat) itu," ungkapnya kepada detikBali, Selasa (11/4/2023).
"Kami harus lihat dulu itu suratnya dari mana? Apakah dari ESDM atau dari siapa? Saya juga belum dapat arahan," kata Teja.
Yang pasti, ia melanjutkan, proses LNG Sidakarya saat ini dalam tahapan perizinan lingkungan oleh kementerian terkait. Lalu, menunggu keputusan ketua komisi pusat.
"Yang saya tahu ini kan masih diproses oleh kementerian terkait dengan izin lingkungan. Nah, sekarang itu keputusannya ada di ketua komisi pusat," ujarnya.
Seumpamanya proyek pembangunan LNG Sidakarya disebut layak, sambung Teja, maka akan ditindaklanjuti dengan apa-apa saja yang menjadi kewajiban mereka. "Kalau memang tidak layak, ya tidak layak," terang dia.
(hsa/hsa)