Saksi Tragedi Kanjuruhan: Gate 13 Seperti Kuburan Massal

Ricuh Laga Arema vs Persebaya

Saksi Tragedi Kanjuruhan: Gate 13 Seperti Kuburan Massal

tim detikNews - detikBali
Rabu, 05 Okt 2022 04:50 WIB
Protes dan cacian di tembok Stadion Kanjuruhan, Malang
Protes dan cacian di tembok Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Foto: Deny Prastyo Utomo/detikJatim
Bali -

Suporter Arema FC menceritakan kesaksian saat tragedi Kanjuruhan pecah, Sabtu (1/10/2022). Ia mengungkapkan betapa mengerikannya gate 13 saat itu, yang disebutnya seperti kuburan massal.

Eko Prianto (39) menangis menceritakan tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa 125 suporter dan polisi. Dengan terisak ia mengatakan tak kuat menceritakan peristiwa memilukan yang terjadi di depan matanya.

Malam itu, Eko yang memiliki tiket nonton Arema FC vs Persebaya Surabaya, memilih tidak masuk stadion. Ia mengungkapkan, malam itu lebih memilih menemani teman-temannya yang tidak punya di luar stadion.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tanggal 1 Oktober2022, saya punya tiket, tapi saya tidak masuk. Saya ada di luar, saya dan teman saya cuma keliling di luar stadion," kata Eko, Senin (3/10/2022), seperti dilansir dari detikNews.

Ia kemudian berkeliling di luar stadion untuk mengamati kondisi sekitar. Eko mengaku melihat banyak sekali aparat berjaga-jaga di sekitar Stadion Kanjuruhan. Menurutnya, saat itu kondisi aman, bahkan sampai laga berakhir. Namun tak lama ia mendengar tembakan gas air mata dari dalam stadion.

ADVERTISEMENT

"Setelah peluit dibunyikan masih keadaan kondusif. Saya berpikir, alhamdulillah meskipun kalah, Aremania sudah dewasa. Tapi beberapa menit kemudian ada suara seperti tembakan beberapa kali," ujarnya.

Ia pun mendekat ke gerbang stadion untuk mencari tahu situasi yang terjadi, dan melihat orang-orang minta tolong. "Saya berada dekat gate 10, di situ pertama kali saya dengar ada suara gedor-gedor pintu, suara minta tolong, suara jeritan," ucapnya.

Eko kemudian melihat perempuan sudah tak sadarkan diri, dan mengevakuasi perempuan itu ke tempat aman. "Pertama kali saya lihat ada perempuan sudah lemas, pingsan. Sama rekan-rekan ditolong. Setelah itu satu, dua, tiga, jumlah korban terus bertambah. Saya menolong ada lima orang," kata dia.

Ia melihat kondisi lebih parah di gate 13 dan 14. Di sana dia menyaksikan banyak anak-anak dan perempuan tergeletak dengan posisi bertumpuk. Eko mengaku tak kuat menceritakan kondisi yang disebutnya seperti kuburan massal.

"Di gate 13 di situlah titik semacam kuburan massal teman-teman saya, Aremania. Aku nggak kuat, Mas," ujar Eko sambil terisak.

Ia pun kemudian mencari pertolongan ke aparat keamanan yang bertugas malam itu untuk mengevakuasi korban tergeletak. Tapi aparat justru menolaknya, dengan alasan takut terjadi apa-apa.

"Saya lari ke aparat keamanan, petugas dari TNI-Polri. Pertama saya minta tolong ke kepolisian. Mereka tidak mau, takut terjadi apa-apa. Ke aparat yang pakai baju loreng, juga ditolak, saya malah mau dipukul sama beliau sambil bilang 'temenku yo onok sing kenek cok (temanku juga ada yang kena)'," jelasnya.




(irb/dpra)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads