Laga Arema FC vs Persebaya menyisakan cerita pilu bagi para penonton yang hadir langsung di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam. Bahkan, suasana mencekam dan menegangkan terjadi di tribun 12 Stadion Kanjuruhan usai laga dengan kemenangan Persebaya atas tuan rumah Arema FC.
Salah satu pendukung Arema FC atau Aremania bernama Muhammad Reko Septiyan (19) asal Manyar, Gresik, menjadi salah satu korban luka akibat Tragedi Kanjuruhan. Reko mengalami tulang kaki kiri patah setelah terinjak-injak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan. Kini Reko menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Malang.
Dilansir dari detikJatim, Faisol, ayah Reko menceritakan pengakuan kawan-kawan anaknya yang turut terjebak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan. Di sanalah mereka dihujani gas air mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut cerita teman-teman anak saya, saat kerusuhan terjadi polisi menembakkan beberapa kali gas air mata. Salah satunya ke tribun 12, tempat anak saya menonton pertandingan," kata Faisol, Minggu (2/10/2022).
Faisol menceritakan, Reko bersama lima temannya berangkat ke Stadion Kanjuruhan Malang untuk menyaksikan dan mendukung tim kebanggaan Arema FC. Mereka naik mobil dan membaur bersama Aremania di tribun 12.
Faisol mendapat kabar putranya mengalami luka di kaki sebelah kiri usai terjadinya Tragedi Kanjuruhan. Menurut cerita teman putranya, polisi menembakkan gas air mata secara langsung ke arah tribun tempat mereka berada.
Akibatnya, banyak penonton yang pingsan karena sesak napas. Penonton lain panik dan berdesakan mencari jalan keluar.
"Padahal yang ada di tribun itu, kan, aman-aman saja harusnya. Yang ramai, kan, di lapangan. Tapi kok yang di tribun juga ditembak gas air mata? Banyak yang pingsan karena sesak napas itu," tambah Faisal.
Faisol menyebut tindakan polisi menembaki suporter dengan gas air mata langsung ke tribun telah melanggar aturan. Ia pun menuntut agar PSSI bertanggung jawab atas tragedi ini.
"Pihak PSSI juga harus bertanggung jawab. Karena bagaimana selama ini penekanan PSSI terhadap pertandingan bola. Kan, ada larangan menembak gas air mata di tribun," jelas Faisol.
Cerita lainnya adalah saat penonton berupaya berlari menuju ke pintu keluar agar bisa bernapas. Mereka berlarian, berdesakan, hingga saling dorong. Ada pula yang terjatuh hingga terinjak dan tertindih. Belum lagi, pintu keluar itu ternyata dalam keadaan terkunci.
"Jadi pintu keluar itu dalam keadaan terkunci. Membuat orang-orang itu jatuh, terinjak-injak hingga tertindih penonton lain. Itu yang membuat banyak korban meninggal. Ada yang kepalanya berdarah karena desakan hingga terbentur," imbuh Faisol.
(iws/nor)