Sektor pertanian tetap menjadi ujung tombak Jatiluwih, Tabanan. Menggeliatnya aktivitas wisata di kawasan berlabel Warisan Budaya Dunia (WBD) itu hanya dianggap sebagai bonus. Keberlangsungan pertanian pun mendapat atensi khusus sejak dibentuknya Badan Pengelola Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih.
"Ujung tombaknya tetap pertanian. Pariwisata itu bonus. Adanya aktivitas wisata justru memberi support terhadap aktivitas pertanian," jelas Asisten Manager II Badan Pengelola DTW Jatiluwih, I Gede Made Alitoya Winaya, Sabtu (24/9/2022).
Menurutnya, hasil pengelolaan kawasan Jatiluwih disisihkan untuk menunjang keberlangsungan aktivitas pertanian setempat. Baik untuk kegiatan pertanian secara langsung serta ritual keagamaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertanian yang dominan menghidupi. Karena di pariwisata hanya segelintir yang berkecimpung," imbuh Alitoya Winaya.
Winaya mecontohkan, saat pandemi COVID-19, mereka yang tadinya berkecimpung di sektor pariwisata beralih ke pertanian.
"Pandemi kemarin sudah memberikan contoh. Yang tadinya beraktivitas di pariwisata, mereka balik lagi ke pertanian," sebutnya.
Ia menuturkan, aktivitas pertanian di Jatiluwih lebih awal eksis dibandingkan pariwisata. Jatiluwih sebagai tempat wisata baru populer sejak 1996 dan gaungnya makin terdengar ketika diberi label WBD oleh UNESCO pada 2012 lalu.
"Proyek awalnya (sebagai destinasi wisata) berbarengan dengan Desa Penglipuran di Bangli sekitar 1996. Baru pada 2012, (Jatiluwih) mendapatkan label heritage (warisan) sehingga sejak itu promosinya beda," imbuh Alitoya Winaya.
Alitoya Winaya yang membidangi urusan promosi, pelestarian, dan usaha lain-lainnya di Badan Pengelola DTW Jatiluwih menjelaskan, luas kawasan persawahan Jatiluwih totalnya 338 hektar. Dari luas tersebut, lahan sawah basah mencapai luas sekitar 303 hektar. Sisanya merupakan subak abian atau tegalan.
Aktivitas pertanian di seluruh wilayah tersebut disokong oleh tujuh subak. Di antaranya Subak Telabah Gede, Subak Besi Kalung, Subak Kedamaian, Subak Kesambi, Subak Gunung Sari, Subak Umakayu, dan Subak Umadwi.
(iws/iws)