Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) dan aliansinya berencana menempuh jalur hukum terhadap revisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Mereka mengancam akan menggugat revisi UU Pilkada itu ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika disahkan DPR RI.
"Kami akan menempuh jalan menggugat (Revisi UU Pilkada). BEM Udayana nggak sendirian. Ada teman-teman dari bidang hukum dan praktisi lainnya," kata Ketua BEM Unud, I Wayan Tresna Suardiana, seusai Konsolidasi Darurat Demokrasi Indonesia di Kampus Unud Sudirman, Kamis (22/8/2024).
Sebelum melayangkan gugatan, BEM Unud dan aliansi mahasiswa lain akan turun ke jalan alias berdemonstrasi menyuarakan keberatan terhadap revisi UU Pilkada. Demonstrasi pertama rencananya dilakukan tiga hari di kampus Sudirman, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali, dan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama berdemo, mereka akan menyuarakan sejumlah tuntutan. Di antaranya, menuntut Badan Legislasi (Baleg) DPR, Presiden, dan KPU RI agar mematuhi semua putusan MK terkait Pilkada. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus menjadi panduan utama.
"Seperti yang kita tahu, putusan MK bersifat final. Dan semua harus tunduk pada putusan MK. Lalu, kami mendesak KPU agar segera menjalankan amanat konstitusi sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41, 60, dan 70," kata Tresna.
Mantan Komisioner KPU RI, I Gusti Putu Artha, mengatakan revisi UU Pilkada itu cacat hukum dan dapat digugat ke MK. Sebab, UU Pilkada buatan DPR RI itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 45.
"Karena, normanya sendiri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Contoh, (isi revisi UU Pilkada) bagi partai yang punya kursi (di parlemen) 20 persen. Yang tidak punya kursi, pakai enam setengah persen. Itu memperlakukan peserta pemilu, berbeda," kata Artha.
Artha yakin masyarakat dapat memenangkan gugatan terhadap isi UU Pilkada itu. Menurutnya, UU Pilkada berpotensi dibatalkan karena tidak sesuai putusan MK.
"Untuk itu, saya menyarankan kepada adik-adik mahasiswa untuk menggunakan jalur legislasi. Jadi, begitu disahkan di paripurna, segera gugat lagi. Sehingga, sebelum penetapan, rontok lagi ini (Revisi UU Pilkada)," jelasnya.
(iws/iws)