Kasus Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai lebih dari 4.000 secara kumulatif hingga November 2025. Penemuan kasus baru bahkan berada di angka 73%.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, Lalu Hamzi Fikri, menjelaskan temuan kasus baru terus meningkat setiap tahun. Angka itu pun berpotensi terus bertambah seiring dilakukannya screening dan tracking atau pengecekan.
"Lebih dari 4 ribu, tetapi detailnya saya agak lupa, yang jelas semua kalangan, semua profesi, itu sudah ada sekarang. Persentase capaian penemuan kasus baru HIV per kabupaten/kota sampai 2025 itu 94,8%," kata Hamzi di Kantor Gubernur NTB, Senin (1/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus HIV harus menjadi perhatian serius di NTB meski bukan satu-satunya penyakit berbahaya. Hamzi mengatakan faktor terinfeksi HIV disebabkan seperti maraknya penggunaan narkoba suntik, perilaku seksual berganti-ganti pasangan, maupun hubungan sesama jenis.
"Kalau bicara soal ini penyakit berbahaya, TBC lebih ngeri lagi. HIV ini kan silent, artinya sekarang butuh kesadaran untuk memeriksakan diri ketika punya faktor risiko," terang Hamzi.
Menurut Hamzi, meningkatnya kasus HIV di NTB terjadi pada para pekerja migran Indonesia (PMI). Banyak PMI yang berangkat ke luar negeri dengan kondisi sehat, tetapi kerap pulang terinfeksi HIV.
"Dari semua profesi itu ada. Misal PMI, ketika diperiksa di dalam negeri hasilnya bagus, kemudian di luar negeri entah apa yang terjadi dan pulang membawa HIV. Itu yang harus kami antisipasi dengan screening saat berangkat dan pulang," tutur Hamzi.
Dinkes NTB melakukan screening di seluruh kabupaten/kota untuk pencegahan penyebaran. Capaian screening HIV di NTB hingga Oktober 2025 mencapai 94,8%.
Menurut Hamzi, capaian screening HIV terendah berada di Kabupaten Bima sebesar 61%. "Selain itu, ada di Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara masuk kategori rendah," jelasnya.
Dinkes NTB juga melakukan langkah tracking serupa dengan mekanisme saat pandemi COVID-19, dengan menanyakan lebih dalam kepada para pengidap gejala HIV. Dia menjamin seluruh proses konseling dan pelacakan kasus dijaga kerahasiaannya karena stigma sosial terhadap HIV masih tinggi.
"Ketika seseorang tahu statusnya, petugas puskesmas akan menanyakan secara individual kepada yang bersangkutan, dengan siapa saja dia sudah berhubungan. Ini sangat sensitif dan membutuhkan kejujuran," jelas Hamzi..
Hingga kini, Dinas Kesehatan mencatat bahwa 83% dari total kasus HIV di NTB saat ini sudah menjalani pengobatan. Meski begitu, pentingnya pencegahan awal sebagai langkah utama ketika melakukan hubungan badan dengan pasangan.
(hsa/hsa)










































