Penyelesaian sengketa tanah dan hak pengelolaan lahan (HPL) warga transmigrasi lokal (translok) UPT Nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditargetkan tuntas diselesaikan Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanegara pada akhir bulan ini. Persoalan ini mencuat ke publik sejak 2022 dan warga translok mengadukan ke BAP DPD RI.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Kamis (20/11/2025) sore. RDPU oleh BAP DPD RI itu untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tanah warga Translok tersebut.
RDPU dihadiri Wakil Ketua BAP DPD RI Abdul Hakim, didampingi anggota BAP DPD RI Maria Stefani Harman, dan Matias Eluka. Hadir juga Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, Wakil Bupati Yulianus Weng, Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi, dan UMKM Manggarai Barat, Theresia Primadona Asmon, dan sejumlah warga translok.
"Pak Menteri Transmigrasi sudah berjanji menyelesaikan persoalannya selambat-lambatnya yaitu pada akhir November atau di awal Desember," ungkap Abdul seusai RDPU.
Janji Iftitah Sulaiman itu diketahui disampaikan kepada Pemkab Manggarai Barat saat kunjungan kerja ke translok pada 14 November lalu. Edi Endi mengungkapkan itu dalam RDPU tersebut. DPD RI, kata Abdul, akan mengawal janji Iftitah Sulaiman tersebut.
"Jadi tugas kami tinggal memastikan itu apa yang dijanjikan oleh Mmenteri Transmigrasi dapat direalisasikan, dapat menyelesaikan persoalan masyarakat di daerah translok," ujar Abdul.
Ia menjelaskan ada dua persoalan yang diadukan warga translok tersebut. Yakni, terkait dengan penyelesaian 65 sertifikat lahan yang belum dibagikan, dan terkait dengan lahan-lahan di translok yang masih berstatus HPL.
"Menteri sudah menyampaikan kepada Bupati ya, mudah-mudahan di akhir November bisa selesaikan segala sesuatunya baik terkait dengan sertifikat, HPL dan sebagainya. Tentu kami ingin menagih itu dan nanti akan mengawalnya," tegas Abdul.
Terdapat 65 dari 200 KK translok yang belum diberikan sertifikat lahan usaha dua, masing-masing seluas satu hektare. Sertifikat yang masih dikuasai oleh Pemkab Manggarai Barat tak bisa diberikan karena lahannya tak ada. Lahan yang ada dalam sertifikat itu sudah dikuasai warga lokal jauh sebelum penerbitan sertifikat.
Anggota BAP DPD RI Maria Stefani Harman mengakui adanya potensi konflik horizontal terkait lahan 65 KK itu. "Berkenan dengan 65 KK yang sudah ada sertifikat tapi tidak sesuai pengukurannya yang tadi sempat diberitakan (disampaikan) di sini yang ada pengadangan. Nah itu adalah bagian penting yang perlu diselesaikan dulu karena pengadangan yang terjadi itu berarti kan konflik masyarakat," kata Stevi.
"Kemarin ternyata Ibu Kadis (Kadisnkertrans UKM Manggarai Barat) sudah memberitahu bahwa itu masalah sudah selesai, ternyata terjadi miss komunikasi saja. Bahwa pemberian hak kepada masyarakat translok itu akan mengurangi hak masyarakat yang sudah tinggal di situ, nah itu yang kita tidak mau itu terjadi," lanjut dia.
Simak Video "Video: Kronologi Kasus Sengketa Tanah Warisan Ashanty"
(hsa/hsa)