DPD RI Turun Tangan soal Sengketa Lahan Translok di Manggarai Barat

DPD RI Turun Tangan soal Sengketa Lahan Translok di Manggarai Barat

Ambrosius Ardin - detikBali
Jumat, 21 Nov 2025 07:50 WIB
Suasana RDPU Badan Akuntabilitas Publik DPD RI membahas sengketa lahan warga transmigrasi lokal, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Kamis (20/11/2025) sore.
Foto: Suasana RDPU Badan Akuntabilitas Publik DPD RI membahas sengketa lahan warga transmigrasi lokal, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Kamis (20/11/2025) sore. (Ambrosius Ardin/detikBali)
Manggarai Barat -

Penyelesaian sengketa tanah dan hak pengelolaan lahan (HPL) warga transmigrasi lokal (translok) UPT Nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditargetkan tuntas diselesaikan Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanegara pada akhir bulan ini. Persoalan ini mencuat ke publik sejak 2022 dan warga translok mengadukan ke BAP DPD RI.

Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Kamis (20/11/2025) sore. RDPU oleh BAP DPD RI itu untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tanah warga Translok tersebut.

RDPU dihadiri Wakil Ketua BAP DPD RI Abdul Hakim, didampingi anggota BAP DPD RI Maria Stefani Harman, dan Matias Eluka. Hadir juga Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, Wakil Bupati Yulianus Weng, Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi, dan UMKM Manggarai Barat, Theresia Primadona Asmon, dan sejumlah warga translok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pak Menteri Transmigrasi sudah berjanji menyelesaikan persoalannya selambat-lambatnya yaitu pada akhir November atau di awal Desember," ungkap Abdul seusai RDPU.

ADVERTISEMENT

Janji Iftitah Sulaiman itu diketahui disampaikan kepada Pemkab Manggarai Barat saat kunjungan kerja ke translok pada 14 November lalu. Edi Endi mengungkapkan itu dalam RDPU tersebut. DPD RI, kata Abdul, akan mengawal janji Iftitah Sulaiman tersebut.

"Jadi tugas kami tinggal memastikan itu apa yang dijanjikan oleh Mmenteri Transmigrasi dapat direalisasikan, dapat menyelesaikan persoalan masyarakat di daerah translok," ujar Abdul.

Ia menjelaskan ada dua persoalan yang diadukan warga translok tersebut. Yakni, terkait dengan penyelesaian 65 sertifikat lahan yang belum dibagikan, dan terkait dengan lahan-lahan di translok yang masih berstatus HPL.

"Menteri sudah menyampaikan kepada Bupati ya, mudah-mudahan di akhir November bisa selesaikan segala sesuatunya baik terkait dengan sertifikat, HPL dan sebagainya. Tentu kami ingin menagih itu dan nanti akan mengawalnya," tegas Abdul.

Terdapat 65 dari 200 KK translok yang belum diberikan sertifikat lahan usaha dua, masing-masing seluas satu hektare. Sertifikat yang masih dikuasai oleh Pemkab Manggarai Barat tak bisa diberikan karena lahannya tak ada. Lahan yang ada dalam sertifikat itu sudah dikuasai warga lokal jauh sebelum penerbitan sertifikat.

Anggota BAP DPD RI Maria Stefani Harman mengakui adanya potensi konflik horizontal terkait lahan 65 KK itu. "Berkenan dengan 65 KK yang sudah ada sertifikat tapi tidak sesuai pengukurannya yang tadi sempat diberitakan (disampaikan) di sini yang ada pengadangan. Nah itu adalah bagian penting yang perlu diselesaikan dulu karena pengadangan yang terjadi itu berarti kan konflik masyarakat," kata Stevi.

"Kemarin ternyata Ibu Kadis (Kadisnkertrans UKM Manggarai Barat) sudah memberitahu bahwa itu masalah sudah selesai, ternyata terjadi miss komunikasi saja. Bahwa pemberian hak kepada masyarakat translok itu akan mengurangi hak masyarakat yang sudah tinggal di situ, nah itu yang kita tidak mau itu terjadi," lanjut dia.

Senator asal NTT ini mengatakan penting bagi pemerintah untuk menuntaskan masalah ini, sebab masyarakat translok sudah dijanjikan lahan oleh pemerintah pusat saat program translok itu pada 1990.

"Bagaimana hak-hak masyarakat yang dulu sempat diinformasikan oleh pemerintah pusat yang zaman dulu ya tahun 1990, lahan usaha dua. Itu kan yang sebenarnya permasalahan yang masih dituntut sampai sekarang yang menyebabkan perpecahan itu," ujar Stevi.

Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi mengatakan akan ke Jakarta pada akhir November mendatang untuk menagih janji Menteri Transmigrasi terkait penyelesaian lahan warga translok itu.

Kronologi Sengketa

Edi Endi memaparkan kronologi panjang sengketa tanah Translok tersebut. Bermula pada 1990, masyarakat dari lima desa menyerahkan tanah di Kecamatan Komodo kepada Pemkab Manggarai, saat itu Manggarai Barat belum terbentuk, dengan peruntukan tunggal untuk irigasi.

Pada 1993, peruntukan tanah tersebut diubah oleh NTT menjadi kawasan transmigrasi. Akhirnya, pada 1997 diterbitkan sertifikat HPL dengan luas 3.600 hektare. Namun, dalam proses penempatannya terjadi permasalahan hingga sekarang.

"Ada penempatan pekarangan yang tidak sesuai dengan nomor lot, dan baru diketahui di tahun 2012. Dalam kurun 2012 hingga 2020, sepertinya pemerintah tidak bersungguh-sungguh menuntaskannya," kata Edi Endi yang baru menjabat pada 2021 untuk periode pertamanya.

Pemkab Manggarai Barat, Edi berujar, baru mulai serius mengatasi persoalan ini pada 2021. Titik kunci permasalahan adalah polemik perubahan peruntukan dari irigasi menjadi HPL secara keseluruhan.

"Dengan hadirnya Bapak Menteri Transmigrasi di lokasi (pada 14 November 2025), mudah-mudahan dengan doa dan dukungan kita, menteri segera menandatangani pencabutan atau pelepasan HPL yang menjadi kerinduan kita semua," katanya.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Kronologi Kasus Sengketa Tanah Warisan Ashanty"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads